Asisten Wanita Ndeso - Bab 66 Pertemuan

Fredo tidak mabuk, hanya saja dia sudah berdiskusi dengan Anisa, mereka harus melawan Asmi bersama, terutama Anisa, dia sudah mengizinkan sesorang untuk memperkuat kekayaan Fredo.

Setelah keluar dari bar, Fredo dan Anisa pun pulang ke rumah masing-masing. Mereka bisa bersama hari ini karena Anisa khawatir kepada Fredo, jadi dia datang ke kantor pada pagi-pagi dan menunggu Fredo di tempat parkir. Fredo sangat terharu dan mereka berjanji untuk naik ke lantai atas bersama.

Makanya bisa ada adegan Fredo mendengar percakapan Asmi dan Sasa, Fredo melihat penampilan gembira Asmi dan kebencian yang muncul dari bagian terdalam hati Fredo.

"Selamat pagi bos Fredo. Ternyata Nona Anisa juga di sini ya" Tanu menyadari Fredo duluan, baru Asmi.

Fredo hanya diam saja, wajah dia yang gelap membuat Tuna merinding dengan ketakutan. Dari deskripsi Sasa tadi pagi, Tuna mungkin bisa tahu mengapa Fredo bisa berekspresi eperti ini, hanya saja dia belum bisa pasti.

Asmi tersenyum kepada Fredo dengan sopan. Tanpa melihat ke Asmi, Fredo memegang tangan Anisa memasuki elevator, Anisa melihat ke Asmi dengan tatapan yang penuh penghinaan dan kebencian.

"Asmi, jangan peduli mereka. Ayo kita cepat berangkat, kamu jangan sampai terlambat" Melihat sikap Anisa dan Fredo yang tinggi hati, Sasa Lim merasa sangat marah. Mereka bisa begitu hanya karena orang tua mereka kaya, karier mereka tidak dibangun mereka sendiri, dari mana mereka ada hak memasang gaya arogan seperti ini?

Sasa paling membenci hal ini. Orang kaya yang dia jumpa di Amerika bahkan lebih ramah, mereka sering bekerja sebagai pekerja sosial dan menghabiskan waktu bersama orang-orang yang berada di bawah mereka. Mengapa orang kaya di China selalu merasa dirinya lebih unggul dan berkelas tinggi dari orang lain?

Di bawah dorongan Sasa, Asmi memasuki elevator. Tubuhnya terasa sangat kosong, terutama setelah melihat Fredo dan Anisa datang ke kantor bersama pada pagi-pagi. Meskipun dia terlihat sudah tidak peduli dari luar, hati dia tetap terasa sangat kacau setelah melihat Fredo begitu dekat dengan Anisa.

Sasa segera mengganti topik: "Asmi, aku tetap mau pergi rumahmu malam ini" Sasa tahu Asmi tidak akan begitu mudah melupakan Fredo. Dia takut Asmi akan kenapa-kenapa, awalnya dia sudah pulang rumah, tetapi dia tiba-tiba mau tinggal di rumah Asmi dan ayahnya tidak melarang keputusan itu.

"Baik, pergi saja" Asmi terlihat sedikit tidak fokus. Dia berjalan ke tempat absensi dan hanya berdiri di sana dengan bodoh, lupa mau buat apa. Sasa mengeluarkan kartu Asmi dari tasnya dan membantu dia melakukan absensi.

"Terima kasih Sasa" Ekspresi Asmi terlihat sangat kaku, hal itu membuat Sasa agak panik. Dia sudah lama tidak melihat Asmi begitu pasrah. Dia merasa Asmi seharusnya pulang ke rumah dan tidak bekerja di kantor.

"Asmi, kamu jangan bekerja lagi hari ini. Aku merasa kondisi kamu terlalu buruk, kamu pulang istirahat saja. Aku meminta Tahu untuk meminta cuti untuk kamu, oke?" Sasa memegang Asmi, tubuh Asmi terasa sangat lemas, seolah-olah Asmi akan jatuh ke lantai setelah Sasa lepas tangan.

Asmi mendorong tangan Sasa dan berkata, "Sasa, aku tidak apa-apa. Hanya merasa sakit lambung tadi, kamu juga sudah hampir terlambat, cepat meminta Tuna mengantar kamu, aku baik-baik saja di kantor. Kalau tidak percaya, kamu bisa meminta Tuna untuk mengawas aku" Asmi mengusir Sasa, dia sudah hampir mau terlambat.

"Baik kalau begitu. Asmi, kalau kamu benar-benar merasa kesusahan, pulang rumah saja. Fredo tidak akan kenapain kamu, kamu adalah adiknya sekarang, Anisa juga tidak akan kenapain kamu. Kalau ada masalah, telpon aku saja" Sasa tidak tega meninggalkan Asmi. Dia merasa Asmi sangat aneh hari ini.

"Baik" Asmi mengangguk, setelah Sasa dan Tanu pergi, dia baru berjalan ke ruang kantornya, Asmi berjalan dengan lambat, setiap langkah yang dia ambil terasa sangat sengsara, mau pergi atau tidak?

Kalau pergi, yang akan dia dapat hanya penghinaan yang tidak ada batas dari Fredo. Kalau tidak pergi? Tetapi dia ingin pergi, walaupun menghadapi kebencian Fredo kepadanya dan penghinaan Anisa kepadanya, Asmi tetap mau menghadapinya.

Asmi memberanikan diri dan berjalan ke elevator. Setelah menarik nafas dengan dalam, dia masuk ke dalam elevator tanpa mempedulikan tatapan orang lain. Ini baru adalah Asmi, Asmi yang berani memakai baju yang sama selama 10 tahun.

Suasana di dalam kantor sangat sunyi. Fredo dan Anisa sudah masuk ke ruang presiden dari tadi, Asmi merasa agak gugup, tetapi dia tetap duduk, kenapa kalau mereka tidak membiarkan dia bekerja? Dia tetap harus membawa barang-barang miliknya.

Fredo mendengar gerakan di luar, dia mengelus paha Anisa yang sedang duduk di atas pahanya sekarang, "Anisa, kamu pulang dulu saja. Aku masih harus bekerja, aku pasti akan pergi mencari kamu setelah pulang kerja" Anisa menyandar di dada Fredo dengan wajah tidak tega sambil mengelus otot dadanya yang kokoh.

Wajah Anisa memerah, "Kamu sudah membuat janji ya, aku pasti akan menunggu kamu, nanti kamu menelpon aku saja" cara berbicara Anisa itu seperti aktris taiwan, nada suarnaya sangat manja. Sikap seperti ini sangat berguna untuk pria tertentu, tetapi berbeda kalau untuk Fredo, Fredo menyukai wanita yang mandiri dan memiliki pemikiran sendiri, dia tidak ingin wanita menghabiskan kehidupannya pada bagaimana membuat dirinya terlihat semakin menawan.

Anisa berdiri dari paha Fredo dengan wajah tidak puas. Dia sudah tidak takut kepada Asmi sekarang. Kalau Fredo juga membenci Asmi, dia pasti harus keluar menghina dia dulu, sekalian membalas dendam tentang Sasa melapornya.

Berpikir sampai sini, Anisa pun mencium pipi Fredo dan berkata, "Sayang, aku menunggu kamu di rumah ya" Setelah itu, Anisa pun keluar dari ruangan Fredo. Di luar hanya ada Asmi sendiri, tidak akan ada yang datang melapor pada jam sepagi ini.

Anisa berjalan ke sisi Asmi yang sedang mengemas barangnya. Kalau sudah tidak ada alasan bisa berada di perusahaan ini, buat apa Asmi menunggu Fredo berkata duluan? Asmi sudah memutuskan untuk menulis surat pengunduran diri pada hari ini.

Asmi mengemas barangnya dengan perasaan tidak berdaya. Dia tidak menyangka waktu dia bersama Asmi hanya berlangsung selama 2 bulan yang pendek, cinta bertepuk sebelah tangan selama 10 tahun menggantikan hubungan 2 bulan. Asmi sudah merasa bersyukur, dia ikhlas mengundurkan diri dari permainan yang tidak memiliki pemenang ini.

"Sekretaris Asmi, oh iya, seharusnya aku memanggil kamu adik sekarang" Anisa mendekati Asmi, "Kamu sedang buat apa? Sedang kemas barang? Oh iya, aku mendegar abangmu bilang kamu sudah mau naik jabatan ya? Makanya sedang kemas barang" Tatapan Anisa dipenuhi kebencian, dia benar-benar berharap Asmi tidak kembali lagi setelah mengundurkan diri.

Mata Asmi sudah dibasahi air mata, iya, dia sudah mau meninggalkan tempat ini. Tetapi bukan sekarang, mau seberapa sakit hati dia merasa, asal Fredo berada di sini, semua itu bukan apa-apa.

Dia sudah bisa menahan selama 10 tahun, sekarang ada apa yang tidak bisa ditahan? Asmi menyeka air matanya dengan diam dan mengabaikan Anisa.

Melihat Asmi tidak bereaksi, Anisa baru diam. Mau bagaimapun Asmi tinggal di rumah Fredo itu fakta yang tidak bisa diubah, kalau masalah ini membesar, yang rugi itu dia sendiri. Berpikir sampai sini, Anisa pun menegakkan tubuhnya dan meninggalkan kantor.

Suasana di dalam kantor kembali menajdi hening, Asmi berbaring di kursinya dengan lemas. Mengapa Anisa dan Fredo ingin mengusir dia? Padahal dia tidak ingin atau merebut apa pun.

Ada manajer departemen datang ke ruangan, Asmi hanya mengangguk dengan ekspresi melamun. Fredo yang meminta para manajer itu datang, tidak perlu Asmi, masalah tetap bisa terurus.

Tanu mengantar Sasa ke perusahaannya, Sasa meragu sejenak di dalam mobil, "Tanu, Asmi adalah teman terbaik aku. Kamu harus membantu dia di perusahaan, dia itu sama sekali tidak memiliki niat buruk, hanya saja dia sangat keras kepala. Kamu juga tahu dia menyukai Fredo, aku takut dia melakukan hal bodoh" Sasa berkata dengn tatapan penuh khawatir.

Tanu memegang tangan Sasa dan berkata, "Sasa, aku tahu. Kamu sudah berkata beberapa kali, aku akan menjaga Asmi. Kamu jangan lupa, dulu aku adalah penggemar Asmi. Kamu tidak takut aku mengejar dia lagi?" Tanu mengelus tangan Sasa.

Tangan Sasa terasa sangat lembut dan elegan, "Tidak akan. Asmi hanya menyukai Fredo, siapa pun tidak bisa mengubah hal ini. Aku cuman khawatir dia kecanduan dalam cinta itu dan tidak bisa mengendalikan diri"

"Kamu selalu lebih peduli kepada Asmi dari pada aku. Kenapa kamu tidak bertanya seberapa kesusahannya aku sekarang?" Tanu terlihat sangat kasihan, kaki dia sudah basah kuyup.

"Kamu kenapa?" Sasa tiba-tiba cemas, dia melihat Tanu dari atas sampai bawah.

"Kamu tidak bisa melihatnya. Sepatuku masuk air, kakiku basah" Meskipun merasa kesusahan, Tanu tidak berani menunjukkannya, dia takut Sasa khawatir.

"Apakah kamu baik-baik saja? Aku lihat" Sasa berkata sambil menundukkan kepalanya dan melihat ke arah kaki Tanu.

"Tidak apa-apa. Aku cuman ingin kamu peduli kepada aku sebentar saja, aku bisa menyelesaikan masalah sepatu, kantorku masih ada sepatu lain. Nanti aku tinggal ganti saja. Kamu cepat pergi, sudah mau terlambat" Tanu mengusir Sasa.

Sasa turun dengan wajah tidak berdaya, melihat mobil Tanu melaju di tengah hujan yang masih turun, Sasa merasa hatinya sangat kacau, dia merasa Asmi sangat aneh baru-baru ini.

Tetapi dia tidak bisa menjelaskan dimana keanehannya. Sasa berjalan dengan lambat dan tiba-tiba dia melihat bayangan tubuh ayah, Sasa sibuk menundukkan kepalanya. Di kantor, dia harus pura-pura tidak mengenal, Sasa hanya seorang karyawan biasa, karena dia ingin menggunakan kemampuannya untuk membuktikan bahwa dia bisa.

Setelah kembali ke kantor, hal pertama yang dilakukan Tanu adalah pergi ke ruang Fredo. Tanu adalah teman terbaiknya, tetapi Frado Fajar malah mengetahui rahasia seperti ini dari Sasa, bos Fredo ini benar-benar terlalu parah, Tanu harus pergi meminta penjelasannya.

Masuk ke dalam elevator, Tanu baru menyadari dia memikirkan masalah Asmi dan Fredo sampai lupa mempeduli dirinya, memakai sepatu yang basah kuyup, bagaimana bisa memiliki suasana hati yang baik?

Lebih baik ganti sepati dulu. Pantasan semua orang berkata, sepatu cocok atau tidak hanya kaki kita yang tahu. Mereka berkata pernikahan itu seperti memakai sepatu. "Setelah mengganti kaos kaki dan sepatu yang bersih, Tanu merasa sangat segar dan semangat"

Setelah merapikan bajunya, Tanu keluar dari ruangannya dengan percaya diri, "Adda, aku mau pergi ruang presiden, kalau ada urusan yang penting, kamu urus dulu" Melihat Adda yang sedang sibuk dan berpikir mau menambahkan tugasnya, Tanu merasa agak bersalah kepada asistennnya ini.

Tanu selalu menyerahkan semua tugasnya kepada Adda, dia berpikir kalau ada kesempatan, dia pasti akan menaikkan jabatan atau gaji Adda.

Ruang presiden berada di lantai 77, suasana sangat diam seperti biasa. Tanu berpikir kalau dia bekerja di lantai ini, dia pasti akan menggila. Satu lantai yang begitu luas hanya terdapat 2 orang yang bekerja, mau mengobrol dengan orang saja tidak bisa.

Hanya bos Fredo yang tenang bisa berada di tempat ini, tentu saja juga Asmi yang orang-orang tidak mengerti. Kalau Tanu, dia mendingan memilih menjadi seorang karyawan yang biasa.

Berjalan melewati beberap tanaman hijau yang tinggi, Tanu melihat Asmi yang sedang bekerja dengan kepala tertunduk. Tanu merasa kagum dengan ketenangan Asmi, di tengah masalah seperti ini, dia masih bisa bekerja seperti biasa dengan tenang. Asmi benar-benar bukan orang biasa, iya, seseorang yang bisa menghabiskan waktu 10 tahun demi seorang pria yang pernah melindunginya, dari hal ini sudah bisa melihat seberapa besar tekad yang dia miliki.

Tanu berjalan ke depan menja Asmi. Di depan meja Asmi terletak 2 pot kaktus kecil, di meja gadis lain, yang mereka letak adalah bunga mawar halus atau bunga lili harum, hanya Asmi saja yang meletakkan kaktus jelek di atas mejanya.

"Asmi, apakah kamu boleh mengganti bunga lain? Kaktus kamu sangat jelek" Tanu sudah sangat dekat dengan Asmi. Asmi tentu saja juga tahu Tanu itu sengaja berkata seperti itu.

"Siapa yang menyuruh kamu lihat? Aku merasa sangat cantik, kalau kamu merasa jelek, kamu boleh memilih tidak melihatnya" Asmi menjawab. Sebenarnya dia memiliki kemampuan berbicara yang sangat bagus, hanya saja tidak ada yang mau berbicara lebih banyak dengannya.

"Baik, aku tidak bisa memenangkan kamu. Aku pergi, puas?" Tanu berjalan ke arah ruangan Fredo. Hati dia terasa sangat gugup, dia tidak tahu bagaimana menanyakan asal usul masalah ini kepada Fredo. Kalau tidak bertanya, hati Fredo terasa seperti ada sebuah batu besar menekan di atasnya.

Novel Terkait

Chasing Your Heart

Chasing Your Heart

Yany
Dikasihi
3 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
3 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
4 tahun yang lalu
Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
3 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
3 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
3 tahun yang lalu