Asisten Wanita Ndeso - Bab 76 Sikap Makan

Hari cerah setelah hujan, suasana hati orang pun membaik, suasana hati Asmi juga ikut menjadi cerah beriringan dengan matahari yang baru menampakkan muka, seolah-olah perkataan yang diucapkan Fredo kemarin sudah tersapu dengan bersih dari dalam lubuk hatinya oleh tetesan air hujan yang turun dari langit.

Asmi sudah bangun sejak tadi, sepertinya badannya terasa lebih pegal daripada tadi malam, dia mengangkat tangan ingin meraih gelas air di atas meja, tetapi dia bahkan tidak punya tenaga untuk mengangkat gelas air, namun melihat Sasa masih tertidur nyenyak di sana, dia juga tidak enak hati untuk membangunkannya.

Melihat Sasa yang merebah di depan kasurnya dengan pakaian yang sama, Asmi merasa tidak tega, sejak kapan Sasa pernah menderita seperti ini, bahkan dirinya sendiri, ketika orangtuanya sakit parah juga tidak pernah tidur tanpa mengganti pakaian seperti ini.

Asmi memiliki dorongan untuk menangis, dalam matanya penuh dengan air mata yang hangat, dia berusaha sebisa mungkin untuk tidak bergerak, takut dia akan tidak sengaja menyenggol dan membangunkan Sasa.

Cahaya matahari menembus jendela menyinari seluruh bangsal, di musim panas, hari pagi datang lebih awal, Asmi melihat jam di dalam bangsal menunjukkan pukul enam lewat lima puluh menit, dia selalu bangun dengan sangat pagi, mungkin Sasa terlalu lelah kemarin malam, serta terus menemaninya di sini.

Pintu dibuka dengan pelan, dua buah wajah yang berseri-seri terpapar ke dalam mata Asmi, itu adalah Rani dan Teto, Asmi tersenyum dengan bahagia, sejak kecil badannya sangat bagus, tidak pernah masuk rumah sakit, dia juga tidak pernah bahwa ada orang yang memprihatikan dirinya adalah suatu perasaan yang begitu indah.

“Ibu.” Asmi memanggil ibu dengan canggung, sebelumnya dia tidak tahu harus bagaimana membuka mulut, tetapi kali ini dia memanggilnya dengan begitu alami.

“Asmi, apakah kamu sudah lebih baik, apakah kamu masih merasa sakit?” Rani meletakkan tasnya ke atas meja, lalu bergegas menghampiri Asmi, “Apakah ada yang sakit?” Rani bertanya berulang kali, seolah-olah sekujur tubuh Asmi penuh dengan luka.

“Ibu, aku tidak apa-apa, hanya terasa pegal, tidak terasa sakit.” Asmi lemas tak berdaya, bahkan tidak punya tenaga untuk turun dari kasur, sekujur tubuhnya terasa pegal bagaikan hendak remuk.

Rani memegangi tangan Asmi dengan penuh rasa sayang, kecelakaan mobil kali ini langsung mendekatkan jarak di antara Asmi dan mereka, ini membuat Rani merasa kecelakaan mobil ini juga bukan tidak ada gunanya sama sekali, asalkan Asmi tidak terluka maka baguslah.

Rani memeriksakan lengan Asmi dan bagian tubuh lainnya dengan cermat, setelah memastikan tidak luka barulah dia meletakkan lengan Asmi dengan hati tenang, Asmi ditabrak ke samping dari belakang, hanya bagian kaki dan lengan saja yang sedikit tergores, tidak ada yang berdarah dan tidak ada yang perlu dijahit.

Ini akhirnya membuat Rani menghela napas panjang, jika seorang perempuan meninggalkan bekas luka maka akan sangat tidak enak diliihat, mungkin juga akan mengikutinya hingga seumur hidup.

Sasa mendengar ada yang berbicara di dalam bangsal, dia membuka matanya yang mengantuk, dan meluruskan lengannya, pundaknya terasa sakit sekali, lalu dia menggosok mata, Sasa merasa sekujur tubuhnya lelah sekali.

Melihat ayah dan ibu Asmi sudah di dalam bangsal, Sasa bergegas berdiri, dan berkata pada mereka dengan hormat, “Paman, Tante, selamat pagi.”

Wajah Asmi penuh dengan rasa bersalah, “Sasa, sungguh tidak enak hati membiarkanmu di sini, aku pun tidak tahu harus bagaimana berterima kasih padamu.” Rani merasa sangat tidak enah hati, dan terus berkata dengan sungkan.

Rani mengeluarkan perlengkapan mandi dari dalam tasnya, “Sasa, aku membawakan perlengkapan mandi, kamu pergi mandi saja, sekarang pulang ke rumah lalu ke perusahaan pasti masih sempat.” Rani pernah mendengar Asmi berkata, Sasa bekerja di departemen perencanaan di perusahaan Lim, pekerjaannya sangat sibuk.

Sasa menghela napas lega, dia melihat bahwa sudah tidak tersisa seberapa waktu lagi dari batas catatan waktu kerja, dia pasti akan terlambat jika pulang ke rumahnya sendiri. Sasa segera mengambil perlengkapan mandi, sabun cuci muka, pasta gigi, sikat gigi, dan krim perawatan kulit.

ruangan VIP memang beda dari yang lain, di dalam kamar mandi juga ditempeli dengan mosaik, ini hanya akan ada di dalam kamar mandi rumah orang kaya menurut Sasa, tak disangka di dalam ruangan VIP di rumah sakit ini pun ada.

Sasa membersihkan diri dengan kecepatan paling tinggi, akhirnya dia merasa wajahnya memiliki hawa darah dan kehidupan, sejak dulu dia tidak perlu berdandan, maka ini juga menghemat waktu.

“Sasa, ayo cepat, aku sudah membawakan nasi, sekarang masih panas, ayo makan ketika masih panas.” Rani melihat ternyata Sasa adalah gadis yang cantik, kemarin dia hanya berfokus pada kondisi Asmi, tidak memperhatikan Sasa dengan cermat.

Sasa sangat tinggi, sedikit lebih tinggi dari Asmi, badannya kurus, wajahnya lancip yang adalah wajah khas dari gadis cantik China, dagunya lancip, dia mengenakan pakaian merek ternama yang lazim digunakan oleh pekerja kerah putih, elegan tetapi tidak mencolok.

Sasa bergegas meletakkan perlengkapan mandi, dia pun ingin meneteskan air liur melihat makanan lezat itu, “Tante, Anda yang membuatkan semua makanan lezat ini?” Mata Sasa membelalak.

Sasa sudah beberapa hari tidak makan di rumah, pengasuh rumahnya, Mbok Ani, sudah memasak di rumah sejak dia kecil, dan variannya tetap tidak berubah selama puluhan tahun, Sasa sudah hampir enek memakannya.

“Sup ayam casserole, kesukaanku, pancake daun bawang, timun dan udang tumis telur, sayur asin, sudah lama sekali aku tidak menyantap sarapan pagi yang semewah ini.” Sasa hampir menyerbu ke sana.

Di atas meja ruangan VIP, sudah penuh dengan piring dan mangkuk, hasil kesibukan Rani di pagi hari ini sudah dihidangkan semua di atas meja, piring dan mangkuk rumah Fajar sangat indah, kebanyakan dibeli oleh Rani setelah bergabung ke dalam keluarga Fajar, dia sangat suka untuk membeli perlengkapan rumah tangga, terutama perlengkapan dapur, dia sangat amat menyukai benda-benda porselen.

“Masih ada bubur beras kecil juga, sekarang pun tidak tahu harus pergi ke mana untuk mencari bubur ini.” Sasa mengambil semangkuk untuk dirinya dengan tidak sabar, melihat tampang Sasa yang menyantap makanan, dalam hatinya girang sekali, sikap makan Asmi di dalam rumah tidak pernah seperti ini, dia selalu merasa Asmi sedikit pendiam, tetapi tak disangka teman baiknya, Sasa, ternyata begitu aktif berbicara.

Melihat tampang Sasa, dalam hati Rani semakin senang, memiliki seorang teman yang begitu terbuka, kekhawatirannya pada Asmi juga bisa berkurang sedikit.

“Sasa, makan pelan-pelan, masih ada banyak, pasti cukup.” Melihat Sasa memasukkan semuanya ke dalam mulut tanpa memedulikan yang dingin atau yang panas, Rani merasa khawatir padanya, tetapi senyum bermekaran di wajah Rani, bahkan Asmi dan Teto pun tertawa melihat sikap makan Sasa.

“Tante, masakan buatanmu benar-benar enak sekali, apakah Anda masih memasak nanti siang? Bolehkah nanti siang aku datang untuk makan ketika jam istirahat kerja?” Kemarin sore Sasa hanya menyantap makanan rendah gizi, mulutnya terasa hambar sekali, oleh karena itu, sekarang memberi makanan apapun dia juga akan menyantapnya dengan lahap.

Wajah Rani menampakkan senyum yang jarang ada, “Baik, asalkan kamu bersedia, setiap harinya datang ke rumahku untuk makan juga boleh.” Melihat bubur Sasa sudah habis, Rani mengambilkan semangkuk lagi untuknya.

“Terima kasih Tante, Asmi sungguh bahagia sekali, aku sampai sedikit iri padanya, ibunya yang dulu pandai memasak, dan sekarang Anda juga, kenapa aku tidak punya ibu seperti ini.” Sasa menggerutu sambil makan.

Hahaha, sewaktu-waktu terdengar suara tawa yang lantang di dalam bangsal, dalam suara tawa ini, ada sebagian karena sikap makan Sasa, ada sebagian juga karena tindakan Sasa yang lucu.

Setelah perutnya tidak dapat memuat lebih banyak lagi, barulah Sasa meletakkan sumpit dengan tidak rela, lalu dia mengusap perutnya, “Tante, aku benar-benar sudah lama sekali tidak makan dengan sekenyang ini, dalam masakan yang Anda buat ada aroma ibu.” Sasa menatap Rani dan Asmi dengan rasa terima kasih.

“Anak bodoh, jika ingin makan maka kamu bisa ikut ke rumah dengan Asmi, ke depannya rumah Asmi juga adalah rumahmu.” Rani pernah mendengar Asmi berkata, ibu Sasa sudah meninggal karena sakit ketika Sasa masih sangat kecil, Sasa juga adalah seorang anak yang kasihan, dia dibesarkan oleh ayahnya sendiri.

Rani pun tidak tahan untuk merasa iba pada Sasa, dia benar-benar berharap gadis ini dapat memiliki akhiran yang baik.

Sasa mengambil selembar tisu dari dalam tasnya, dia menyeka mulutnya dengan cepat, lalu mengambil tasnya, “Paman, Tante, aku harus pergi, kalau tidak aku akan terlambat, nanti siang aku masih akan datang yah, ingat harus buatkan makanan lezat.” Sasa tergesa-gesa meninggalkan bangsal, seketika, di dalam bangsal menjadi hening.

Asmi bukanlah orang yang aktif berbicara, Rani juga tidak tahu harus memulai dari mana, “Asmi.” Lalu Teto berkata, “Kamu sudah lapar bukan, kami ambilkan nasi untuk kamu.” Meskipun usia Teto belum tua, tetapi langkah kakinya sudah menunjukkan tanda-tanda ketuaan, berbeda jauh sekali dengan Rani.

“Biarkan Asmi berkumur dulu, Fajar, kamu ambilkan air kumur untuk Asmi, aku akan mengelap badan Asmi.” Rani berkata sambil mengambil handuk baru dari dalam tasnya, gerakaan yang kecil ini dilihat oleh Asmi, tidak tahu Ibu sudah menyiapkan berapa banyak barang untuk dirinya.

“Ayo, Asmi, lap muka.” Sebuah aliran hawa panas menyerbu muka Asmi, setelah semalaman, wajahnya sudah sangat kering, terutama dengan mesin pendingin yang bertiup tak hentinya, wajahnya bagaikan telah kehilangan kelembapan.

Rani pergi membasahkan handuk lagi, lalu mengelap Asmi, sekaligus mengelap tanagn dan lengannya. Asmi merasa dirinya kembali segara, suasana hatinya juga jauh lebih membaik, seolah-olah debu kotoran itu membuat badannya semakin memberat.

“Lihat, sekarang Asmi kita kembali lagi seperti seorang gadis cantik.” Rani melihat sekarang Asmi kembali lagi menjadi gadis yang cantik dan segar.

“Benar, putri kita memang adalah seorang gadis cantik.” Teto mengiyakan, ketika pertama kali bertemu dengan Asmi, dia merasa Asmi adalah gadis cantik sama seperti Rani, hanya saja entah kenapa Asmi sengaja membuat dirinya menjadi jelek, dan mereka pun mengetahui alasan itu pada akhirnya.

“Asmi, apakah kamu dapat duduk tegak? Apakah aku perlu menaikkan kasurmu?” Rani merasa makan dengan posisi berbaring sungguh sulit sekali, dia sudah selesai menyiapkan makanan yang hendak dimakan.

“Aku tidak begitu lemah, aku bisa duduk dan makan.” Asmi sudah tidak makan sejak kemarin siang, sekarang perutnya sungguh sudah lapar. Rani perlahan-lahan menaikkan kasur Asmi, sehingga Asmi dapat duduk dan makan.

Teto sudah mengambilkan semangkuk bubur beras kecil, dengar-dengar bubur beras kecil memiliki nutrisi yang paling, maka Rani pun mencari-cari beras kecil di dalam dapur pada pagi-pagi buta, biasanya mereka jarang sekali makan bubur beras kecil di rumah.

Untuk pertama kalinya Rani menyuapi Asmi, dia juga tidak pernah menyuapi Asmi ketika Asmi masih kecil, tak disangka Tuhan tetap mengasihaninya, memberinya kesempatan untuk menyuapi Asmi selagi masih hidup, tangan Rani bergetar tak hentinya.

“Bagaimana, apakah cocok dengan seleramu?” Dalam hati Rani gugup sekali, dia takut masakannya tidak cocok dengan selera Asmi, dia menatap Asmi dengan sangat gelisah.

“Sangat enak, sudah lama sekali aku tidak menyantap makanan yang enak seperti ini.” Suara Asmi sedikit serak, sekarang setelah minum sup, jelas terasa jauh lebih baik, tidak lagi serak seperti tadi.

Rani tersenyum, masih ada apa lagi yang dapat membuat seorang ibu bangga selain daripada mendapatkan pengakuan dari putrinya, “Baguslah jika enak, katakan saja padaku jika kamu ingin makan sesuatu, oke? Aku juga hanya bisa membuatkan ini saja.” Rani merasa putrinya adalah anak yang pengertian, tahu dalam hati ibunya saat ini sedang memikirkan apa.

Ketika Rani sedang mengemas setelah selesai menyuapi Asmi, dokter datang ke bangsal untuk memeriksakan keadaan, melihat semangat Asmi sangat baik, dokter menyarankan Asmi melakukan pemeriksaan menyeluruh sesegera mungkin, untuk memastikan tidak ada masalah pada badannya.

Novel Terkait

Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
3 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu