Asisten Wanita Ndeso - Bab 26 Muntah
Di perusahaan, ada orang yang bertugas dan ada orang yang bekerja lembur. Asmi menunduk sambil berjalan lurus ke lift khusus karyawan. Dia selalu suka berjalan dengan kepala tertunduk. Melihat sandal sederhana yang dikenakannya hari ini, dia tidak merasa ada yang salah.
Tiba-tiba, kepalanya terbentur sesuatu, tapi bukan sesuatu yang keras. Asmi mengangkat kepala sekaligus meninggikan kacamata, melihat dengan kepala condong ke depan.
“Fredo, tidak, Presiden.” Asmi segera mengubah kata-katanya. Ternyata orang yang ditabraknya adalah Fredo . Wajah Asmi sontak memerah, merah itu segera menjalar sampai ke daun telinga. Asmi semakin menundukkan kepalanya.
Entah untuk apa Fredo datang ke perusahaan pada jam segini. Asmi tidak tahu apakah dirinya harus mundur atau bergerak maju. Dia terpaku di sana, tangan merapikan rambut yang berjatuhan di dahi.
“Sekretaris Sumirah, kamu bukan orang yang menyerahkan diri begitu melihat pria, bukan.” Ketika Fredo melihat Asmi dengan rambut berantakan, dia tidak bisa menahan diri untuk mengolok-oloknya.
“Kamu?” Asmi tidak tahu mengapa Fredo selalu memandangnya sebagai wanita cabul, tidak tahu mengapa Fredo selalu melabelkan begitu banyak kejahatan pada dirinya.
"Kenapa denganku? Apakah aku menyebutkan isi hatimu? Apakah kata-kataku mendeskripsikan suara hatimu yang terdalam?" Mata Fredo penuh dengan api amarah, alisnya yang panjang berkerut.
Dia suka melihat Asmi seperti ini, bersikap sedikit marah dan tidak puas.
“Kamu adalah presiden, kamu adalah atasanku, aku tidak akan mengatakan apa-apa tentangmu, tapi aku mohon padamu untuk tidak mencoba-coba menebak seperti apa hidupku dan kepribadianku.” Asmi tidak tahu mengapa dirinya bisa mengeluarkan begitu banyak kata.
Dia mengangkat kepalanya dengan berani. Dia tidak lagi takut pada tatapan Fredo . Semenjak dirinya ditiduri Fredo, dia tidak lagi begitu takut pada Fredo .
Dia bahkan sudah agak berani untuk mengatakan isi hatinya. Mata Asmi bersinar, sementara hatinya sangat panik.
"Apakah kamu tidak bermaksud menyembunyikan kepribadian aslimu lagi?" Fredo agak penasaran. Pada saat ini, lift khusus presiden terbuka. Fredo mengangkat-angkat bahu sambil melangkah ke lift.
Melihat Fredo naik lift, Asmi juga hendak melangkah maju untuk naik lift khusus karyawan biasa.
“Kamu masuk!” Fredo memasang ekspresi seram, suaranya mengandung ketegasan yang tak terbantahkan.
Asmi terdiam sejenak. Fredo meminta dirinya untuk naik ke lift khusus presiden, dia mendengar bahwa lift itu memiliki kata sandi, hanya orang yang tahu kata sandi yang boleh naik ke lift itu.
Asmi amat gelisah, dia mengambil langkah lain.
"Apakah kamu tidak bisa mendengar kata-kataku? Aku menyuruhmu untuk naik ke lift ini. Aku adalah presiden, apakah kamu berani menyangkali kata-kataku?" Suara Fredo terkandung ketidakpuasan dan ketidaksenangan.
Asmi memiliki 10.000 alasan atas ketidakmauannya. Dia takut Fredo akan memanfaatkan kesempatan tidak ada orang untuk melecehkan dirinya lagi. Dia tidak yakin dirinya aman untuk memasuki lift itu.
Namun, tanpa sadar kakinya sudah bergerak ke lift presiden.
Asmi memaksa diri untuk memasuki lift itu.
"Kode liftnya 0909." Suara Fredo menjadi semakin rendah dan berat di ruang kecil lift.
Asmi merasa kulit kepalanya merinding. Dia menundukkan kepala sambil melihat segala sesuatu di sekelilingnya. Dia berdiri di depan, sedangkan Fredo berdiri di posisi belakang, jadi dia yang harus menutup pintu lift.
Dia mengulurkan tangannya dengan takut-takut. Saat dia menekan tombol untuk menutup pintu lift, dia melihat dari cermin bahwa Fredo sedang memandanginya.
Ruangan di dalam lift presiden dikelilingi cermin, ini tidak diketahui oleh Asmi sebelumnya. Sejak naik ke lift, dia diam-diam mengawasi ekspresi Fredo .
Alis Fredo berkerut erat, tidak ada senyuman di wajahnya yang berkontur jelas, mata fokus ke cermin di hadapannya. Asmi juga bisa melihat dirinya sendiri di cermin itu.
Yang satu adalah pria tampan yang kaya dengan selera yang baik, yang satu lagi adalah wanita dengan gaya rambut jelek, tatapan kusam, dan gaya berpakaian yang ketinggalan zaman. Siapa pun yang melihat gambaran ini akan berpikir jika wanita di cermin itu adalah diri mereka, mereka akan lebih baik memilih mati, bagaimana mungkin memiliki kepercayaan diri untuk berdiri di sana.
Emosi ini menetap dalam pikiran Asmi selama sepuluh detik. Selama sepuluh detik itu, penyesalan yang kuat melonjak di dalam hatinya. Betapa baiknya jika dirinya cantik, indah, dan serasi dengan Fredo .
Dia sedikit menyesali kegigihannya. Apakah kegigihannya itu berguna? Apa hasil dari kegigihan yang bertahan selama 10 tahun ini? Jika kegigihan itu tidak berguna, apakah dia masih mau mempertahankannya?
Asmi memaksa diri untuk sadar. Dia mengangkat kepala, menghadap cermin tanpa rasa takut, bertemu dengan tatapan Fredo melalui cermin.
Dari lantai pertama ke lantai 77 hanya butuh waktu satu menit, tetapi Asmi merasa waktu itu terasa sangat panjang hari ini, seolah sepanjang satu abad.
Ini seharusnya adalah sesuatu yang diimpikan oleh Asmi . Bagaimanapun, dia telah menunggu 10 tahun untuk bisa mendekati Fredo dan berinteraksi dengan Fredo dari jarak yang begitu dekat, tapi dia malah takut, mengapa?
Mengapa Fredo tidak lagi seperti sosok yang ada di ingatannya? Mengapa Fredo bisa menyalahpahami dirinya? Setiap kata yang diucapkan Fredo bagai jarum yang menusuk hatinya.
Asmi melihat hasrat keinginan yang membakar di mata Fredo, dia jadi teringat apa yang pernah dilakukan Fredo di kantor. Dia sangat gelisah. Hari ini adalah akhir pekan, seharusnya tidak ada banyak orang di perusahaan. Apakah dia harus pulang dan tidak tinggal lama di tempat ini?
Asmi secara naluriah melangkah mundur sehingga jaraknya dan Fredo semakin jauh. Dia rasa ini mungkin lebih aman.
Fredo menyadari gerakan Asmi . Dia tersenyum, "Apakah kamu mengira dirimu memiliki pesona yang kuat?" Nada suara Fredo dibungkus provokasi.
"Aku tidak berpikir seperti itu. Aku tahu aku adalah gadis yang jelek." Asmi tidak tahu ternyata mereka berdua masih bisa berbicara sedamai ini.
Kadang-kadang Asmi sangat membenci dirinya sendiri, mengapa dia masih meladeni Fredo . Dulu dia memang menyukai Fredo, tetapi ketika Fredo menyakiti dirinya sendiri berulang kali, mengapa dia masih mengikutinya?
“Jangan selalu berlagak malang seperti ini, apakah menurutmu kamu terlihat lebih cantik ketika menundukkan kepala?” Fredo melihat Asmi yang ada di cermin segera menundukkan kepala yang baru saja terangkat, mengapa Asmi tidak membantahnya?
Alis Fredo berkerut semakin erat. Dia mengangkat tangan dan menarik Asmi ke sudut lift, menopang tangannya di dinding lift, membiarkan Asmi bersandar pada lift, "Apakah kamu tidak bisa mengatakan hal-hal yang baik? Kata-kata yang menyenangkan orang lain. Mengapa kamu berdandan dan berpakaian seperti ini? "
Persoalan ini telah menyiksa Fredo untuk waktu yang lama. Hanya dia yang tahu kulit putih dan halus yang terselubung di dalam gaun berwarna jelek dan bermode ketinggalan zaman. Hanya dia yang tahu pasangan mata yang indah dan menggoda yang terhalang di bawah bingkai kacamata hitam konservatif.
Namun, mengapa Asmi harus menyembunyikan semua ini? Fredo sangat bingung. Ketika memikirkan Asmi bertingkah demikian terhadap dirinya, dia menduga Asmi juga akan bertindak sama terhadap pria lain.
Sudut mata Asmi agak basah, tangannya terasa sakit karena pegangan Fredo, tetapi dibandingkan dengan rasa sakit fisik, hatinya bahkan meneteskan darah. Mengapa semakin dekatnya jarak antara dia dan Fredo, jarak hati mereka malah semakin jauh. Asmi merasa Fredo begitu jauh tak tergapai.
"Menangis lagi, Asmi, apakah kamu tidak bisa melakukan sesuatu yang baru? Kamu yakin aku akan menyukai tampang malangmu, benar?" Pegangan Fredo semakin erat, urat hijau di tangannya membengkak. Pembengkakan urat hijau semakin menampilkan betapa putihnya tangannya.
Asmi awalnya hanya sedih, tetapi kata-kata Fredo langsung menerobos batas terbawah dalam hatinya. Hatinya gemetaran, tubuhnya ikut bergetar.
Bibirnya juga mulai bergetar. Dia merasa lambungnya sangat tidak nyaman, bau tidak enak melambung dari perutnya. Makanan yang dimakannya pagi ini terasa seperti telah naik ke tenggorokan. Asmi merasa celaka, dia tidak boleh muntah di lift khusus presiden.
Asmi berusaha keras untuk mendorong Fredo menjauh darinya, tetapi dia agak lemas, ditambah dengan ketidaknyamanan di lambungnya, dia tidak hanya tidak berhasil menjauhkan Fredo, sebaliknya malah semakin merapatkan dirinya ke dinding.
Asmi merasa lambungnya bagai sedang gempa. Dia ingin mendorong Fredo dan mengeluarkaen tisu dari tas, tetapi saat ini sangat mendesak.
"Apa lagi yang ingin kamu lakukan, wanita seperti apa kamu, jelas kamu yang duluan merayuku, kamu merayu saja dengan berani, tidak perlu menyembunyikan dirimu hingga begitu dalam dan begitu lelah." Mata Fredo dipenuhi api kemarahan. Dia tidak menyadari bahwa Asmi sudah sangat tidak nyaman.
Asmi menutupi mulutnya. Sekarang dia telah merasakan bau amis di mulutnya. Dia mengeluarkan semua tenaganya untuk mendorong Fredo dan akhirnya berhasil menjauhkan Fredo .
"WUEK." Diiringi dengan suara keras Asmi, seluruh lift lantas diliputi bau amis. Fredo secara naluriah menutupi mulutnya, mengerutkan kening.
Asmi panik, lambungnya masih berguncang dahsyat, terutama setelah mencium bau yang tidak enak, muntahnya menjadi lebih hebat.
Lift berdenting, mereka akhirnya tiba di lantai 77. Fredo segera melangkah keluar dari lift tanpa melihat Asmi, dia langsung berjalan ke kantor tanpa menoleh ke belakang.
Asmi menyangga pada lift dan tidak henti muntah untuk sesaat. Dia tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Dia selalu seperti ini di pagi beberapa hari ini. Dia merasa sangat tidak nyaman. Itu mungkin disebabkan oleh kecapekan yang berlebihan pada akhir-akhir ini.
Asmi akhirnya merasa lebih nyaman. Dia terhuyung-huyung keluar dari lift dengan tubuh yang kehabisan energi. Dia meletakkan barang-barangnya di meja kantor, kemudian memandangi dirinya sendiri, untungnya pakaian tidak kotor. Asmi menuang segelas air, meminumnya, akhirnya lambung terasa lebih nyaman.
Asmi mengesampingkan pekerjaannya terlebih dahulu. Dia sekarang harus membersihkan lift presiden. Hari ini petugas kebersihan perusahaan pasti tidak datang bekerja pada jam segini. Asmi hanya bisa membersihkannya sendiri.
Asmi menemukan beberapa alat pembersih dari ruang utilitas, ada ember, kain pel, dan beberapa lap serta pembersih. Dia terlihat sangat terpuruk sekarang, wajahnya menjadi sangat pucat karena muntah, semakin menunjukkan betapa kurusnya dia.
Karena baru saja muntah, tenaganya belum pulih. Dia membawa barang-barang itu dan berjalan ke lift presiden dengan terengah-engah. Segera setelah dia masuk, dia langsung bisa mencium bau busuk yang mengerikan. Dia segera menutup mulutnya.
Dia tidak menyangka baunya sedemikian tidak sedap. Dia menoleh dan memandang ke arah kantor Fredo . Pintunya tidak sepenuhnya tertutup. Dia merasa dia amat bersalah pada Fredo . Sisi buruknya ini terlihat oleh Fredo, dia rasa dia mungkin tidak akan pernah bisa mengangkat kepalanya lagi di depan Fredo .
Fredo berjalan ke kantor dengan panik, tidak berani melihat Asmi . Penampilan Asmi barusan membuatnya amat panik, mengapa Asmi bisa muntah?
Fredo sangat bingung. Hanya terdengar suaranya yang terengah-engah di kantor yang besar. Dia melihat Asmi dari celah pintu kantor yang tidak tertutup rapat.
Wajah pucat, apakah dia sakit? Jantung Fredo berdebar sesaat. Dia selalu menindas Asmi setiap hari, tapi ketika melihat Asmi lemas tak berenergi, dia malah merasa tidak tega dan tidak berdaya.
Novel Terkait
Kamu Baik Banget
Jeselin VelaniAsisten Bos Cantik
Boris DreyThe True Identity of My Hubby
Sweety GirlBretta’s Diary
DanielleIstri kontrakku
RasudinAsisten Wanita Ndeso×
- Bab 1 Sekretaris ke-29
- Bab 2 Perolehan Yang Tak Terduga
- Bab 3 Penyanyi Misterius
- Bab 4 Apa Benar Wanita Yang Jelek?
- Bab 5 Dengan Tidak Disengaja
- Bab 6 Menyelamatkan
- Bab 7 Permintaan Tidak Dipenuhi Terus Menjerat
- Bab 8 Ibu Kandung
- Bab 9 Cerita Belakang Layar
- Bab 10 Kelembutan Palsu
- Bab 11 Sasa Lin
- Bab 12 Perjamuan
- Bab 13 Menyiksa Siapa
- Bab 14 Ini Semua Tidak Buruk (1)
- Bab 15 Ini Semua Tidak Buruk (2)
- Bab 16 Siapa itu
- Bab 17 Hidup Manusia Hanya Berapa Puluh Tahun
- Bab 18 Kopi Nona Lim
- Bab 19 Bagaimana Kamu Melihatnya
- Bab 20 Sehati
- Bab 21 Kamu Benar-Benar Berkemampuan
- Bab 22 Curiga
- Bab 23 Ternyata Penyebabnya Adalah Ini
- Bab 24 Cinta Ibu Sama Semua
- Bab 25 Pohon Parasol
- Bab 26 Muntah
- Bab 27 Mencari Alasan (1)
- Bab 28 Mencari Alasan (2)
- Bab 29 Asap Bertebaran
- Bab 30 Pacar Baru
- Bab 31 Memerah
- Bab 32 Mengejar
- Bab 33 Suka Rasa Stroberi
- Bab 34 Menangis Dengan Getir
- Bab 35 Persoalan Secarik Kartu
- Bab 36 Pertemuan Secara Tidak Sengaja
- Bab 37 Kepahitan Dalam Cinta
- Bab 38 Bibi Yang Menyebalkan
- Bab 39 Kupu-Kupu Keluar Dari Kepompong
- Bab 40 Apakah Kamu Benar Adalah Asmi
- Bab 41 Anisa Terluka
- Bab 42 Perselisihan
- Bab 43 Berangkat
- Bab 44 Satu Kali Pertemuan
- Bab 45 Tidak Nyaman Dengan Tempat Baru
- Bab 46 Gaun Ungu
- Bab 47 Acara Pesta
- Bab 48 Tokoh Utama
- Bab 49 Drama Korea
- Bab 50 Olahraga Pagi
- Bab 51 Sound Of Silence
- Bab 52 Hari Terakhir Di Korea
- Bab 53 Tidak menarik
- Bab 54 Sebuah lingkaran merah
- Bab 55 Meminta Ijin
- Bab 56 Hamil
- Bab 57 Periksa Dan Pelajari
- Bab 58 Hidup Bersama Dengan Damai
- Bab 59 Pahitnya Hati
- Bab 60 Pesta Keluarga
- Bab 61 Bertengkar Hebat
- Bab 62 Cinta Asmi Sumirah
- Bab 63 Sembarangan Menjodohkan
- Bab 64 Pertama Kali Ke Rumah Asmi
- Bab 65 Minum Alkohol
- Bab 66 Pertemuan
- Bab 67 Asap Hijau
- Bab 68 Perpisahaan
- Bab 69 Rencana Yang Tidak Berniat Bagus
- Bab 70 Bangsal
- Bab 71 Enggan
- Bab 72 Mimpi Buruk
- Bab 73 Berjaga Malam
- Bab 74 Air Mata
- Bab 75 Memperbaiki Suasana Hati
- Bab 76 Sikap Makan
- Bab 77 Perusahaan Dargo
- Bab 78 Masalah Anak
- Bab 79 Konfirmasi Kecelakaan Mobil
- Bab 80 Susah Untuk Menerima
- Bab 81 Sangat Kecewa
- Bab 82 Kebahagiaan Yang Sederhana
- Bab 83 Mempertanyakan
- Bab 84 Kebenaran
- Bab 85 Ke Utara
- Bab 86 Gunung Es Meleleh
- Bab 87 Menghilang
- Bab 88 Balas Surat
- Bab 89 Nama Yang Sangat Tidak Asing
- Bab 90 Pulang Negeri
- Bab 91 Bertemu Dengan Sahabat Lama
- Bab 92 Acara Pernikahan
- Bab 93 Cantik dan Menawan
- Bab 94 Perjamuan Malam
- Bab 95 Pulang Rumah
- Bab 96 Pergi Ke Kuburan
- Bab 97 Bingung
- Bab 98 Konser
- Bab 99 Badai Konferensi Pers
- Bab 100 Baunya