Asisten Wanita Ndeso - Bab 70 Bangsal

Di rumah sakit kota, sepasang suami istri paruh baya sedang duduk di depan pintu ruang gawat darurat sambil menangis cemas. Rani menyandarkan kepalanya di pundak Teto dengan tak berdaya. Matanya dibanjiri air mata. Wajah putih yang dirawat dengan baik tampak lesu.

“Teto, menurutmu apakah Asmi akan baik-baik saja?” Rani menangis tak berdaya. Saat ini, putrinya Asmi sedang berada di ruang gawat darurat untuk diselamatkan.

“Rani, jangan khawatir. Aku yakin putri kita akan baik-baik saja.” Hati Teto juga amat gugup. Di usia lebih dari 50 tahun, dia akhirnya menemukan putri kandungnya. Tapi kenapa mereka harus mengalami perpisahan hidup dan mati seperti ini?

Pada siang hari, dua orang yang baru saja makan siang berjalan-jalan di halaman. Mereka memang memiliki kebiasaan jalan santai setelah makan. Kemudian nomor yang tidak dikenal menelepon mereka dan mengatakan apakah mereka mengenal gadis bernama Asmi Sumirah. Mereka saling memandang dengan kaget sampai lupa menjawab pertanyaan di telepon.

Setelah pihak seberang memberi tahu mereka bahwa Asmi mengalami kecelakaan mobil dan sedang diselamatkan di rumah sakit, barulah mereka tanggap apa yang sedang terjadi. Mereka pun langsung bergegas ke rumah sakit.

Di rumah sakit yang selalu sibuk, Rani dan Teto tidak berminat melihat orang-orang yang beraktivitas di sekitar mereka. Mereka hanya memikirkan kondisi putri mereka, Asmi.

“Bibi, apakah anda adalah ibu dari Asmi?” Sasa membelalak sambil menatap wanita paruh baya yang duduk bersebelahan dengan Teto di depan ruang penyelamatan.

Sasa sudah pernah melihat Teto sebelumnya. Teto merupakan pemimpin industri elektronik terbesar di dalam kota, sehingga sering muncul di majalah keuangan. Tapi dia belum pernah melihat ibu dari Asmi. Dilihat dari keintiman antara wanita paruh baya dan Teto, Sasa menebak bahwa wanita itu adalah ibu dari Asmi.

“Benar, nona. Aku ibu dari Asmi, kamu siapa?” Rani mendongak, lalu mengusap air mata. Karena menangis, sekarang matanya membengkak seperti buah persik busuk. Dia tidak kenal gadis cantik berpakaian indah yang berdiri di depannya. Dia juga tidak pernah mendengar Asmi membahas siapa pun di depannya.

“Halo, Bibi. Saya adalah teman baik Asmi Sumirah, namaku Sasa Lin.” Sasa berdiri di depan Rani dan Teto, memperkenalkan diri dengan hormat “Halo, Paman Fajar.” Suara Sasa sangat lirih dan amat menghangatkan hati kedua orang tua sehingga suasana hati mereka pun menjadi lebih baik.

“Sasa, terima kasih sudah datang untuk menjenguk Asmi.” Rani mulai terisak lagi. Dia mengusap matanya dengan sapu tangan. Hatinya sangat sedih. Dia tidak menyangka anak baik seperti Asmi akan mengalami peristiwa seperti ini.

Sasa perlahan duduk di samping Rani sambil memegang bahu Rani dengan gerakan natural “Bibi, orang baik selalu disayangi Tuhan. Anda lihat, Asmi berhasil menemukanmu setelah bertahun-tahun. Dia pasti bisa bertahan dari kesulitan ini juga. Tadi saya mendengar dari dokter bahwa cedera Asmi tidak terlalu serius, hanya saja kesadarannya tidak begitu jernih. Cedera di tubuhnya tidak terlalu serius.” Sasa menghibur Rani.

Dia melihat bahwa Rani merupakan wanita baik dan sederhana. Meskipun Rani merawat diri dengan sangat bagus, tapi Rani tidak memakai riasan muka, juga tidak mengenakan banyak aksesoris emas dan perak seperti wanita bangsawan lainnya, kecuali kalung emas putih yang tergantung di leher.

Sasa seketika menyukai wanita ini, seperti menyukai Asmi. Ibu Asmi dan Asmi sama-sama memberikan perasaan yang tidak jauh berbeda kepada Sasa.

“Benarkah?” Rani adalah wanita yang baik dan lugu. Dapat dikatakan bahwa meskipun usianya sudah lebih dari 50 tahun, tapi dia tetap merupakan wanita yang naif.

“Tentu saja, bibi. Ketua pusat gawat darurat dijabat oleh pamanku. Tadi saya sudah menanyakan hal ini padanya, jadi bibi tidak usah khawatir.” Sasa memang baru saja bertanya pada pamannya. Pamannya adalah ketua rumah sakit ini.

Rani menggenggam tangan Sasa dengan penuh rasa berterima kasih. Sasa merasa tangan Rani sangat ringan dan dingin. Dia mengangkat kepala dan menemukan bahwa mata Rani masih berlinang air mata.

“Bibi, tenang saja, jangan sedih. Sekarang kita harus cari tahu siapa yang menabrak Asmi. Kenapa bisa terjadi hal seperti ini di ruas jalan itu yang sedang hujan? Paman Fajar, apakah kalian sudah menyelidikinya? Asmi tidak boleh dibiarkan tertabrak mobil begitu saja tanpa cari tahu apa sebabnya.” Sasa selalu merasa kecelakaan Asmi terdapat kejanggalan.

"Sasa, terima kasih atas pengingatnya. Aku akan memeriksanya. Perusahaan memasang beberapa CCTV di jalan itu, jawabannya akan segera terungkap. Orang-orang yang menabrak orang dan kabur tanpa bertanggung jawab benar-benar mengesalkan." Teto tidak sabar untuk menangkap orang yang menabrak Asmi sekarang juga.

“TING.” Pintu ruang gawat darurat terbuka. Dokter yang memakai masker keluar dari dalam sambil melepas sarung tangan operasi.

“Bagaimana kondisi putriku.” Rani sudah tidak sabar, dia langsung bergegas maju dan menanyakan kondisi Asmi pada dokter. Sasa dan Fredo buru-buru memapah Rani yang agak lemah.

“Pasien tidak dalam masalah serius, dia hanya memiliki cedera luar di sekujur tubuhnya saja. Saya yakin kecepatan mobil itu tidak terlalu kencang di hari hujan. Hanya saja saat ini pasien sedang hamil, untungnya janinnya baik-baik saja. Namun ke depannya harus sangat berhati-hati, jangan membiarkan pasien bepergian sendiri. Dia mungkin akan koma selama sehari karena otaknya mengalami sedikit kejutan. Tapi jangan khawatir, dia akan segera bangun.” Dokter mengangguk, lalu pergi dengan tersenyum.

Asmi terbaring diam di ranjang rumah sakit yang didorong oleh perawat. Wajahnya pucat pasi, kedua mata tertutup rapat, bulu mata yang panjang berdiri tegak di kelopak.

“Asmi, ini ibu. Buka matamu dan lihat aku.” Rani bergegas ke ranjang, air mata tidak henti mengalir.

“Keluarga pasien, pasien perlu istirahat. Tolong jangan ganggu pasien sekarang.” Perawat mendorong ranjang Asmi “Pasien akan pergi ke bangsal sekarang juga, silakan tunggu di bangsal.”

Teto menarik Rani “Rani, bukankah dokter bilang Asmi tidak apa-apa? Putri kita baik-baik saja, kamu jangan terlalu sedih.” Dia berusaha membujuk Rani agar tidak terlalu sedih.

Dengan enggan, Rani menarik tangannya dari ranjang. Sementara Sasa membantu perawat mendorong Asmi ke bangsal. Melihat wajah Asmi yang pucat pasi, jantung Sasa bagai disayat pisau. Hatinya diam-diam meneteskan air mata untuk Asmi.

“Kalau berhasil menangkap orang yang membuat Asmi menderita hal seperti ini, aku tidak akan mengampuninya.” Sasa diam-diam mengutuk orang yang menabrak Asmi dan kabur.

Perawat membawa Asmi ke bangsal, menyesuaikan posisi Asmi, lalu mengingatkan "Pasien baik-baik saja. Setelah pasien bangun, beri tahu dokter tepat waktu. Dokter akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut." Lalu perawat pun menghilang dari bangsal.

Asmi tinggal di bangsal superior. Bangsal sangat hangat. Dinding dilapisi wallpaper bernuansa hangat. Kamar mandi juga berada di dalam bangsal. Melihat Asmi yang masih belum membuka mata, air mata Rani tak bisa dikendalikan lagi.

“Bibi, Asmi baik-baik saja. Bagaimana kalau anda pulang bersama paman dulu, saya saja yang menjaga Asmi di sini.” Sasa tidak tega melihat Rani dan Teto yang tampak kelelahan.

“Tidak, aku tidak mau pergi dari sini. Aku mau tinggal di sini bersama putriku. Putri yang tidak mudah kutemukan, aku tidak mau membiarkannya tinggal sendirian di sini.” Rani duduk di bangku di depan ranjang, menarik tangan Asmi dari dalam selimut dan menggenggamnya erat-erat.

Melihat situasi ini, Sasa tahu bahwa Rani tidak mungkin mau pulang untuk beristirahat. Dia menoleh ke Teto yang masih berpikiran jernih. "Paman, Asmi tidak mungkin bisa pulang dalam waktu singkat. Kita tidak boleh menghabiskan tenaga di sini. Biarkan Bibi berjaga di sini sekarang, saya akan menggantikannya malam ini. Oke?" Sasa memandang Teto dengan maksud memohon.

Meski Teto adalah seorang pengusaha besar, tapi dia sangat mudah didekati. Dia terlihat seperti pria paruh baya yang ramah. Di hadapannya, Sasa perlahan memiliki keberanian untuk berbicara.

“Oke Sasa, terima kasih sudah peduli dengan Asmi. Sore nanti aku akan menjemput Bibimu pulang.” Teto sangat berterima kasih kepada Sasa. Dia sangat bersyukur putrinya punya teman dekat seperti Sasa.

“Terima kasih, paman.” Sasa menatap Teto yang anggun dengan penuh syukur, pria yang seumuran dengan ayahnya dan memiliki sikap yang agak mirip.

Novel Terkait

Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
5 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
The Serpent King Affection

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
5 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
5 tahun yang lalu
Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu