Asisten Wanita Ndeso - Bab 71 Enggan
Hujan di luar masih bertitik-titik. Memandangi hujan berkabut di luar jendela, Teto merasa amat gelisah. Warna merah yang menyilaukan melintasi area CCTV, melaju kencang, kemudian menabrak Asmi yang sedang berjalan di tengah hujan deras.
Hati Teto seolah terangkat sampai ke tenggorokan. Menanggapi pemberitahuan Biro Keamanan Publik, Marini Group memasang sejumlah besar CCTV di beberapa persimpangan area sekitar. Tidak seperti CCTV yang dipasang Biro Keamanan Publik, semua CCTV Marini Group dipasang di tempat yang relatif tersembunyi.
Selain eksekutif tinggi di perusahaan, hanya sedikit orang yang tahu keberadaan barang seperti itu di sekitar perusahaan. Saat itu Teto juga hanya bertujuan untuk mempromosikan produk perusahaan, tak disangka semua itu menjadi amat berguna sekarang.
Mobil merah mewah itu terasa familiar, terutama nomor platnya yang muncul dengan jelas di dalam video rekaman. CCTV mode baru yang dikembangkan perusahaan termasuk salah satu yang terbaik di dunia, apalagi tingkat rekognisinya itu merupakan satu-satunya yang tak dapat disaingi.
"919." Angka-angka yang sangat familiar. Dia pernah melihat mobil di dealer mobil bersama Presiden Lim dari Keluarga Lim. Saat itu Presiden Lim menunjuk sebuah mobil sport berwarna merah dan berkata bahwa mobil itu adalah favorit putrinya dan dia ingin membeli mobil itu untuk putrinya sebagai hadiah ulang tahun.
Teto mengingat perihal ini dengan jelas. Hari itu adalah tanggal 19 September yang merupakan hari ulang tahun putri Presiden Lim, Anisa. Dia juga memilih sebuah mode tas untuk dijadikan hadiah ulang tahun Anisa.
“Jarwo, periksa siapa pemilik mobil ini. Ingat, jangan sampai ada yang tahu tentang ini.” Mata Teto masih tertuju pada video. Dia belum bisa menerima kenyataan ini. Anisa terlihat berperilaku sangat baik.
Namun dari video rekaman terlihat bahwa mobil merah tersebut sengaja menabrak Asmi. Pada awalnya, kecepatan mobil merah tidak terlalu kencang. Sepertinya setelah melihat sesuatu, mobil merah tersebut tiba-tiba memutar setir serta meningkatkan kelajuan.
Berdasarkan pengalaman mengemudi selama bertahun-tahun, Teto menduga bahwa pengemudi sengaja berbuat demikian. Tetapi entah apa alasan pengemudi berbuat demikian.
Teto berharap apa yang diduganya itu tidak benar. Jadi, dia mengutus Jarwo untuk mencari tahu siapa pemilik mobil itu.
Teto mematikan video rekaman di dalam ruang presiden. Biasanya tidak ada yang datang ke kantor ini, kecuali dia yang datang seminggu sekali untuk mengecek operasi perusahaan. Setelah menyerahkan seluruh urusan perusahaan kepada Fredo, dia sangat lega. Fredo juga tidak mengecewakannya, perusahaan berkembang dengan langkah yang stabil.
Dia mematikan komputer. Hanya dia yang mengetahui kata sandi komputer ini, juga hanya dia sendiri yang dapat mengambil video rekaman CCTV. Dia tidak ingin membiarkan siapapun mengetahui dugaannya sebelum dia mendapatkan kebenarannya.
Di perusahaan, semua orang menyapa presiden dengan penuh hormat. Dia mengangguk dengan puas, “Ayah, kenapa Anda datang ke perusahaan hari ini?” Fredo yang dikelilingi sekelompok eksekutif perusahaan berjalan ke hadapan Teto. Semua orang menyapa "Presiden."
Melihat segerombolan orang itu, Teto tahu bahwa perusahaan akan mengadakan rapat. Fredo mungkin belum tahu tentang Asmi.
Karena Asmi enggan membocorkan identitasnya, Teto juga tidak mau membuat putrinya sedih, “Aku kebetulan lewat. Aku teringat ada barang di kantor, jadi aku datang untuk mencarinya. Kalian sibuk saja.” Teto melangkah maju, menepuk bahu Fredo. Di senyumnya terdapat sedikit ketidaksenangan yang bisa dirasakan oleh Fredo.
Fredo sempat tertegun sejenak. Ayah tidak pernah datang ke perusahaan pada waktu seperti ini. Biasanya ayah datang pada hari Rabu. Selain itu, hari ini hujan. Kenapa ayah bisa datang ke sini?
Alis Fredo berkerut. Firasat buruk datang padanya. Asmi, pasti ada hubungannya dengan Asmi. Fredo bergumam di dalam hati. Setelah dia mengomel Asmi pada siang hari, Asmi langsung menghilang. Jangan-jangan Asmi pulang dan mengadukan perihal ini, pasti begitu.
Fredo menghela nafas, kembali energik. Mungkin kedepannya jalannya tidak akan begitu damai lagi. Dengan adanya Asmi, apakah dia akan kehilangan posisinya?
“Direktur, apa yang kamu pikirkan?” Bisik Tanu di sampingnya. Dia melihat Presiden agak kuyu, jadi dia pun mengingatkan direktur agar tidak kehilangan kendali di depan semua orang.
“Oke, ayo pergi.” Fredo melangkahkan kakinya yang panjang, berjalan ke depan dengan dikelilingi semua orang. Ada rapat penting hari ini. Semua materi rapat seharusnya disiapkan oleh Asmi, tapi Asmi malah menghilang di saat seperti ini. Ini membuat Fredo agak kehilangan akal. Untungnya, ada Tanu di sisinya. Mereka berdua mempersiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan dengan cepat.
Di bangsal berdekorasi mewah, Rani menatap Asmi dengan tatapan kosong. Dokter baru datang untuk melakukan pemeriksaan dan memastikan bahwa luka Asmi tidak serius. Janin di perut juga sehat. Selain cedera di kepala, cedera di tempat-tempat lain hanyalah luka kecil.
Bahkan dokter pun bilang ini adalah sebuah keberuntungan karena bisa selamat dari musibah. Selama terjadi kecelakaan, pasti selalu ada trauma di tubuh. Tapi Asmi benar-benar untung, bahkan bayi di dalam perutnya pun begitu.
Pikiran Rani agak kacau. Siapakah ayah dari anak yang ada didalam perut putrinya? Dia tidak pernah mendengar bahwa putrinya punya pacar. Apakah itu Fredo? Putrinya pernah mengakui bahwa dia sangat menyukai Fredo dan memberi tahu ayah agar tidak menyentuh barang-barang Fredo, dirinya juga tidak akan menyentuh barang-barang Fredo.
Namun, Fredo jelas sangat membenci Asmi dan dirinya. Karena kedatangan Asmi, Fredo bahkan pindah dari rumah.
Rani agak bingung. Pandangannya yang kabur menemukan sudut mulut Asmi bergerak, lalu kembali ke tampilan semula.
Dokter mengatakan bahwa kesadaran Asmi perlahan pulih. Asmi mungkin akan bangun pada malam ini atau besok pagi. Rani memegang tangan Asmi. Selama 25 tahun, ini adalah waktu terlama Rani tinggal bersama putrinya. Dia melihat wajah lembut putrinya. Sulit baginya untuk menghubungkan tampang ini dengan tampang Asmi saat pertemuan mereka yang pertama kalinya.
Jari-jari ramping menyentuh pipi Asmi dan mengusapnya dengan lembut. Kulit putrinya begitu licin. Putrinya yang berkulit halus dan lembut malah harus berdandan menjadi penampilan kolot dan kusam. Putrinya benar-benar anak yang bodoh.
Sambil menyingkirkan rambut halus yang bertebaran di wajah Asmi, Rani menatap putrinya itu dengan seksama. Pada usia muda yang indah, putrinya malah harus menanggung tatapan sinis dari orang lain. Dia berencana setelah putrinya bangun, dirinya harus membujuk putrinya untuk pindah ke rumah.
Cahaya di dalam ruangan perlahan-lahan meredup. Cuaca memang sedang berawan, tapi langit di pukul lima malah sudah gelap. Ruangan gelap seolah-olah sudah malam.
Rani tidak memiliki niat untuk menyalakan lampu. Dia hanya memandangi putrinya yang terbaring diam di ranjang rumah sakit tanpa melakukan aktivitas lain.
Pintu perlahan terbuka, Teto masuk ke bangsal dengan langkah yang ringan. Dia takut dia akan mengejutkan pasangan ibu dan anak di dalam ruangan. “Nini, beristirahatlah, aku lihat kamu belum istirahat sama sekali.” Mata Teto mengandung belas kasih. Dia melihat posisi Rani masih sama dengan posisi sebelum ditinggal dirinya, duduk di sana sambil memegang tangan Asmi.
Rani masih tidak bergerak, matanya terfokus pada wajah Asmi. Parasnya penuh ekspresi sedih. Dia tiba-tiba melontarkan kalimat ini: "Teto, menurutmu siapa ayah dari anak yang ada di perut Asmi?"
Teto tercengang. Ini juga merupakan persoalan yang dipikirkannya sepanjang hari. Dia merasa anak ini seharusnya berhubungan dengan Fredo, tapi dia tidak berani mengungkapkan hal ini tanpa izin Asmi.
“Nini, jangan pikir terlalu banyak. Kalau tidak, kamu mungkin sudah jatuh sakit sebelum Asmi bangun. Nantinya bagaimana kamu bisa menjaga Asmi?” Teto menggigit bibir, berjalan ke sisi Rani, meletakkan tangannya di pundak Rani.
Nafas pria yang kuat menghembus kemari, Rani menyandarkan kepalanya di perut Teto yang lunak. Tubuh Teto terawatt dengan sangat baik, dia berlari setiap hari sehingga dia tidak memiliki perut buncit yang menjadi ciri khas orang-orang sukses. Namun, Rani merasa itu adalah tempat yang paling nyaman.
Rani mengangguk dalam hati, volume suara sangat kecil, “Tidak peduli siapa ayah dari anaknya, aku yakin itu adalah harapan putri kita. Anak itu adalah cucu kita, kan?” Melihat tampang putrinya yang kurus, Rani merasa iba. Sekaran adalah saat dia paling membutuhkan perawatan dan paling membutuhkan nutrisi.
Konon kehamilan memperhatikan "tiga pertama dan tiga terakhir", yaitu waktu terpenting selama kehamilan adalah tiga bulan pertama dan tiga bulan terakhir. Periode waktu itu adalah waktu paling berbahaya bagi ibu hamil dan janin. Tiga bulan pertama harus memperhatikan nutrisi. Sebagian besar calon ibu hamil mempunyai tanda-tanda anti kehamilan. Jadi, ibu hamil harus berhati-hati dalam terhadap makanan yang dikonsumsi. Selain itu, tiga bulan pertama memiliki kemungkinan besar keguguran.
Rani diam-diam mengasihani Asmi. Ayah dari anak agaknya tidak tahu bahwa dirinya telah menanamkan generasi penerus dalam tubuh seorang wanita.
“Begitu Asmi keluar dari rumah sakit, kita jemput dia pulang ke vila di gunung. Jangan biarkan dia bekerja lagi.” Ucapan Teto kebetulan sesuai dengan isi hati Rani. Rani menoleh dengan penuh syukur, menemukan tatapan Teto yang penuh kasih sayang.
Meski usianya sudah melewati usia gadis yang malu-malu, tapi wajah putih Rani masih menyembul rona merah yang samar. Dua puluh lima tahun yang lalu, dia juga merupakan seorang wanita cantik bak bunga. Di tahun-tahun ini, ada banyak orang sukses yang menaksirnya. Namun, hatinya sudah menetap. Dia memberikan bagian di lubuk hatinya ditempati oleh Teto dan putrinya.
Pintu ruang rawat inap terbuka, Teto melihat Sasa masuk dengan membawa tas besar dan seikat bunga. Baju kuning mengisi seluruh bangsal dengan nafas segar dan hangat.
“Tante, paman, kalian semua ada di sini.” Sasa biasanya berbicara dengan sangat keras, tetapi sekarang dia merendahkan suaranya menjadi sangat lembut dan menghangatkan.
“Sasa, kamu sudah datang, Kamu membawa begitu banyak barang.” Teto sangat menyukai Sasa. Menurutnya gadis yang bisa berteman baik dengan Asmi pastinya merupakan gadis yang berperilaku baik dan sederhana.
Melalui pengamatan hari ini, dia menyadari bahwa Sasa bukan hanya gadis yang antusias, tetapi juga sangat peduli pada orang lain. Dia memperhatikan setiap detail, anak yang teliti.
Sasa mengambil vas di meja samping tempat tidur dan menemukan air di dalamnya terlalu sedikit, "Paman, Anda temani tante dulu. Saya mau mengisi sedikit air ke dalam vas. Bagaimana bangsal bisa dihitung sebagai bangsal kalau tidak ada bunga?" Tanpa menunggu respons Teto, Sasa telah menghilang dari bangsal bersama vas.
“Sasa benar-benar anak yang baik.” Rani menatap punggung Sasa dengan linglung. “Kapan anak kita akan bangun?” Raut muka Rani memuram lagi.
Tangan Teto terus diletakkannya di bahu Rani. Saat ini, tangannya menepuk bahu Rani. "Nini, dokter tidak akan membohongi kita. Aku sudah menemui dokter terbaik di rumah sakit ini. Dia bilang Asmi akan segera bangun." Mata Teto menatap Asmi dengan bingung. Di dalam hatinya juga tidak begitu yakin. Dia ingin tahu apakah Asmi bisa bangun malam ini.
Tidak peduli kapan Asmi bangun, dia tidak akan membiarkan Rani berjaga di sini lagi. Jika tidak, tubuh Rani akan kewalahan.
Sasa membersihkan vas dengan hati-hati. Dia adalah orang yang mengidap misofobia. Dia tidak bisa menggunakan barang-barang yang telah digunakan orang lain tanpa membersihkannya.
Usai membersihkan vas, dia berjalan di koridor rumah sakit yang penuh aroma obat yang kuat. Sasa sangat ingin menutup hidung. Dia terpaksa harus bertahan, siapa suruh orang yang terluka adalah sahabat terbaiknya.
Sasa membeli gerbera yang segar dan elegan dalam beberapa warna yang indah. Dia merasa dunia putih bersih di rumah sakit yang amat tertekan ini harus diberi sesuatu yang berwarna cerah untuk memperbaiki suasana hatinya sendiri.
Setelah menata seikat gerbera, Sasa pun duduk di sisi Asmi, “Tante, paman, bagaimana kalau kalian pulang saja dulu. Saya yang menjaga Asmi saja.” Sasa melihat wajah ibu Asmi tercetak kelelahan, tampak kuyu.
Rani menggelengkan kepala, “Aku mau menemani Asmi. Selama ini, aku tidak pernah berada di sisinya pada saat dia sakit. Kali ini, aku harus menemaninya.” Rani bersikeras menolak untuk pergi.
“Nini.” Teto berbicara pada Rani dengan sabar. Dia meneriakkan nama Rani dengan begitu lembut, itu membuat Sasa merasakan kehangatan dan kelembutan. Jika ibunya masih hidup, apakah ayahnya juga akan memanggil ibunya dengan nada seperti ini.
“Asmi masih koma sekarang, tidak ada gunanya kamu berjaga di sini. Kalau kamu tidak makan dan tidak minum, ketika Asmi bangun, agaknya kamu harus inap di sebelahnya. Lalu bagaimana kamu bisa menjaga Asmi dan bayinya?” Ujar Teto dengan tulus. Ini membuat Sasa agak tergoyah.
“Benar, tante.” Sasa mengambil kesempatan ini untuk meyakinkan Tani. “Ada saya di sini, Anda tidak usah khawatir. Kalau Asmi bangun pada malam ini, saya pasti akan menelepon Anda.” Kata Sasa dengan sungguh-sungguh kepada Rani. Dia juga berharap Rani bisa pulang dan beristirahat dengan baik.
Sudut mata Rani memerah karena menangis. Wajahnya tampak lesu. Penampilannya sama sekali berbeda dari penampilan saat Sasa bertemu dia untuk pertama kalinya.
Rani memandang Asmi dan Teto, akhirnya memutuskan untuk mengikuti saran mereka, “Sasa, anak baik.” Rani menggandeng tangan Sasa, “Kamu harus menjaga Asmi dengan baik, jangan lupa menelepon kami ketika dia bangun. Di ponsel Asmi ada nomor telepon kami, ponselnya ada di atas meja.” Sebelum pergi, Rani terus mengingatkan.
"Tante, tenang saja. Saya akan menjaga Asmi dengan baik. Lagian ada segitu banyak dokter dan perawat di sini, Anda tidak usah khawatir."
Barulah Rani keluar dari bangsal bersama Teto dengan enggan, pulang ke rumah dengan mobil.
Novel Terkait
His Soft Side
RiseIstri Pengkhianat
SubardiLoving The Pain
AmardaLove In Sunset
ElinaDiamond Lover
LenaPRIA SIMPANAN NYONYA CEO
Chantie LeeVillain's Giving Up
Axe AshciellyAsisten Wanita Ndeso×
- Bab 1 Sekretaris ke-29
- Bab 2 Perolehan Yang Tak Terduga
- Bab 3 Penyanyi Misterius
- Bab 4 Apa Benar Wanita Yang Jelek?
- Bab 5 Dengan Tidak Disengaja
- Bab 6 Menyelamatkan
- Bab 7 Permintaan Tidak Dipenuhi Terus Menjerat
- Bab 8 Ibu Kandung
- Bab 9 Cerita Belakang Layar
- Bab 10 Kelembutan Palsu
- Bab 11 Sasa Lin
- Bab 12 Perjamuan
- Bab 13 Menyiksa Siapa
- Bab 14 Ini Semua Tidak Buruk (1)
- Bab 15 Ini Semua Tidak Buruk (2)
- Bab 16 Siapa itu
- Bab 17 Hidup Manusia Hanya Berapa Puluh Tahun
- Bab 18 Kopi Nona Lim
- Bab 19 Bagaimana Kamu Melihatnya
- Bab 20 Sehati
- Bab 21 Kamu Benar-Benar Berkemampuan
- Bab 22 Curiga
- Bab 23 Ternyata Penyebabnya Adalah Ini
- Bab 24 Cinta Ibu Sama Semua
- Bab 25 Pohon Parasol
- Bab 26 Muntah
- Bab 27 Mencari Alasan (1)
- Bab 28 Mencari Alasan (2)
- Bab 29 Asap Bertebaran
- Bab 30 Pacar Baru
- Bab 31 Memerah
- Bab 32 Mengejar
- Bab 33 Suka Rasa Stroberi
- Bab 34 Menangis Dengan Getir
- Bab 35 Persoalan Secarik Kartu
- Bab 36 Pertemuan Secara Tidak Sengaja
- Bab 37 Kepahitan Dalam Cinta
- Bab 38 Bibi Yang Menyebalkan
- Bab 39 Kupu-Kupu Keluar Dari Kepompong
- Bab 40 Apakah Kamu Benar Adalah Asmi
- Bab 41 Anisa Terluka
- Bab 42 Perselisihan
- Bab 43 Berangkat
- Bab 44 Satu Kali Pertemuan
- Bab 45 Tidak Nyaman Dengan Tempat Baru
- Bab 46 Gaun Ungu
- Bab 47 Acara Pesta
- Bab 48 Tokoh Utama
- Bab 49 Drama Korea
- Bab 50 Olahraga Pagi
- Bab 51 Sound Of Silence
- Bab 52 Hari Terakhir Di Korea
- Bab 53 Tidak menarik
- Bab 54 Sebuah lingkaran merah
- Bab 55 Meminta Ijin
- Bab 56 Hamil
- Bab 57 Periksa Dan Pelajari
- Bab 58 Hidup Bersama Dengan Damai
- Bab 59 Pahitnya Hati
- Bab 60 Pesta Keluarga
- Bab 61 Bertengkar Hebat
- Bab 62 Cinta Asmi Sumirah
- Bab 63 Sembarangan Menjodohkan
- Bab 64 Pertama Kali Ke Rumah Asmi
- Bab 65 Minum Alkohol
- Bab 66 Pertemuan
- Bab 67 Asap Hijau
- Bab 68 Perpisahaan
- Bab 69 Rencana Yang Tidak Berniat Bagus
- Bab 70 Bangsal
- Bab 71 Enggan
- Bab 72 Mimpi Buruk
- Bab 73 Berjaga Malam
- Bab 74 Air Mata
- Bab 75 Memperbaiki Suasana Hati
- Bab 76 Sikap Makan
- Bab 77 Perusahaan Dargo
- Bab 78 Masalah Anak
- Bab 79 Konfirmasi Kecelakaan Mobil
- Bab 80 Susah Untuk Menerima
- Bab 81 Sangat Kecewa
- Bab 82 Kebahagiaan Yang Sederhana
- Bab 83 Mempertanyakan
- Bab 84 Kebenaran
- Bab 85 Ke Utara
- Bab 86 Gunung Es Meleleh
- Bab 87 Menghilang
- Bab 88 Balas Surat
- Bab 89 Nama Yang Sangat Tidak Asing
- Bab 90 Pulang Negeri
- Bab 91 Bertemu Dengan Sahabat Lama
- Bab 92 Acara Pernikahan
- Bab 93 Cantik dan Menawan
- Bab 94 Perjamuan Malam
- Bab 95 Pulang Rumah
- Bab 96 Pergi Ke Kuburan
- Bab 97 Bingung
- Bab 98 Konser
- Bab 99 Badai Konferensi Pers
- Bab 100 Baunya