Asisten Wanita Ndeso - Bab 75 Memperbaiki Suasana Hati

Pagi-pagi matahari terbit dari kabut. Setelah seharian diguyur hujan, udara tampak ekstra bersih. Di taman Keluarga Fajar, hijaunya dedaunan tanaman terlihat makin segar setelah dibersihkan air hujan. Udara dipenuhi aroma tanah dan dedaunan.

Rani bangun pagi-pagi dan mulai sibuk. Dia tidak merepotkan istri Jarwo yang ada di rumah. Dia bangun sendiri untuk membuat sarapan sebelum subuh. Dia tahu bahwa putrinya yang sedang hamil harus makan sesuatu yang bergizi.

Jadi, dia merebus sup ayam ginseng dan membuat beberapa lauk yang enak. Dia sibuk di dapur dengan diiringi suasana hati yang riang.

“Rani, kamu sudah siap belum?” Teto berdiri di depan pintu dapur sambil melihat Rani sibuk membuat ini dan itu. Dia tidak bisa memasak, jadi Rani memintanya untuk menunggu di luar.

Sambil berbicara, tangan Rani tidak henti bergerak. Dia telah memasak sendiri selama bertahun-tahun. Dia terbiasa dengan makanan yang sederhana. Ketika harus membuat makanan yang rumit ini, dia menjadi agak lamban. Namun, rasa makanan yang dibuatnya lumayan enak.

"Sebentar lagi selesai. Tunggu aku racik hidangan kecil ini terlebih dahulu. Kamu tunggu sebentar. Ngomong-ngomong, bawakan pakaian ganti untuk Asmi, cari yang mudah dipakai dan mudah dilepas. Dia berada di rumah sakit seharian, seharusnya berganti pakaian dan memperbaiki suasana hati." Rani hanya memikirkan Asmi, apapun yang ada di otaknya berkaitan dengan Asmi.

“Oke, apa lagi yang dibutuhkan atau apakah Asmi punya sesuatu yang spesial baginya, aku akan menyiapkan semuanya.” Saat ini, hati Teto juga penuh kegembiraan. Setelah berlalu 25 tahun, akhirnya dia bisa melakukan sesuatu untuk putri kandungnya.

Suasana gembira menyelubungi atmosfer rumah, bahkan burung piaraan Teto juga berkicau dengan riang pagi ini. Teto lari ke kamar tidur yang mengemas barang Asmi. Meskipun Asmi baru tinggal sehari di sini, tetapi kebutuhan sehari-hari dan pakaian setiap musim tersedia semuanya di sini. Semua itu disiapkan oleh Rani dan Teto untuknya.

Sekarang semua itu menrjadi berguna. Teto berpikir dalam hati, siapa pun ayah dari anak Asmi, selama Asmi ingin mempertahankan anak itu, mereka pun akan mendukung Asmi. Mereka berutang terlalu banyak pada Asmi. Mereka tidak memberi Asmi masa kecil yang bahagia, tidak meninggalkan sedikit pun jejak mereka berdua dalam pertumbuhan Asmi.

Mereka pasti akan mengerahkan semua upaya untuk mengompensasi Asmi. Apapun yang ingin dilakukan Asmi, mereka akan mendukungnya.

Rani mengemas dua tas besar untuk Asmi, satu tas berisi makanan dan satu tas lainnya berisi pakaian dan keperluan sehari-hari. Dia dan Teto masing-masing menenteng sebuah tas dan meletakkannya di bagasi mobil. Mobil Teto sangat sederhana, dia hanya mengendarai BMW seri lima. Itu bahkan merupakan model beberapa tahun yang lalu, yaitu mobil yang dibelinya pada tahun di mana dia bertemu Direktur Lim di dealer.

Dia tidak memiliki banyak permintaan terhadap mobil. Tadi malam, dia telah mendapatkan informasi pemilik mobil dari Jarwo. Sesuai dugaannya, orang yang menabrak Asmi dan melarikan diri adalah tunangan Fredo, Anisa. Meskipun hal ini ada di dalam dugaannya, tetapi dia tetap tercengang ketika mengetahui kenyataan ini.

Dia memerintah Jarwo untuk mengikuti arah kepergian mobil itu. Dia telah menebak bahwa orang-orang dari Keluarga Lim pasti akan memusnahkan mobil itu setelah mengetahui hal ini. Meskipun Asmi sudah bangun, tapi dia tetap tidak akan menoleransi orang yang wajib bertanggung jawab atas masalah ini.

Apalagi orang itu telah melukai putri kesayangan mereka, hal ini sama sekali tidak bisa ditolerir. Memikirkan mobil Anisa yang tiba-tiba melaju kencang dalam video, Teto selalu merasa bahwa Anisa sengaja menabrak Asmi. Pemikiran ini membuatnya tidak habis berpikir. Apakah Anisa sudah mengetahui fakta bahwa Asmi adalah putrinya?

“Teto, ayo berangkat, apa yang kamu pikirkan?” Asmi sudah duduk di kursi sebelah pengemudi. Melihat Teto melamun, dia kira Teto mau merokok sebelum berangkat. Tak disangka, Teto malah berdiam di sana tanpa bergerak.

Dipanggil oleh Rani, Teto kembali tersadar. Di taman, mawar yang ditanam Rani sudah bermekaran. Beberapa bunga masih meneteskan air hujan. Di bawah terik matahari pagi, pemandangan taman terlihat sedemikian indah, seindah putrinya. Tidak heran mengapa Fredo tidak bisa menahan diri.

Jalan masih sedikit basah. Rani menurunkan jendela. Pagi hari adalah waktu terbaik di sepanjang hari. Tanaman menyaring udara keruh setelah transpirasi semalaman. Biasanya mereka selalu bersenam pagi. Demi menjenguk Asmi, senam pagi hari ini dibatalkan.

Menghirup udara segar, mengagumi gedung-gedung tinggi, Rani hampir tidak mengenali kota yang berkembang pesat ini.

Mobil Teto tidak melaju kencang. Walau saat ini tidak banyak orang di jalan dan masih relatif sepi, dia tetap mempertahankan kecepatannya yang biasa. Kecepatannya dalam mengemudi tidak melebihi 60 mil. Rani merasa sangat nyaman saat menduduki mobil yang dikemudi Teto, sama nyamannya seperti perasaan yang diberikan Teto kepada orang.

“Rani,” Seru Teto yang dari tadi diam. Matanya fokus ke depan, tapi pikirannya terlintas adegan video rekaman yang dilihatnya di perusahaan.

“Apakah kamu mau tahu siapa yang menabrak Asmi?” Teto merasa hal ini harus diberitahukan kepada Rani, dia ingin mendengar pendapat Rani.

Rani sedang melihat pemandangan luar, dia menoleh, “Tentu saja.” Jawab Rani dengan lugas dan tegas. Dia telah mengutuk orang yang kabur itu sebanyak ratusan kali di dalam hati. Jika orang itu tidak kabur dan membawa Asmi ke rumah sakit, Asmi tidak akan menjadi seperti sekarang ini.

“Aku akan memberi tahu kamu, tapi kamu jangan terkejut dan jangan mencarinya. Kita tunggu keputusan Asmi, oke?” Teto melirik wajah Rani. Wajah Rani penuh curiga, dia tidak tahu apa yang akan dikatakan suami padanya.

Teto menimbang lagi di dalam hatinya. Kalau dia tidak memberitahu Rani, dia yakin Rani akan menyelidikinya juga, “Rani, Anisa yang menabrak putri kita.” Teto mengungkapkannya, hati terasa jauh lebih rileks.

Batu besar yang menekan hatinya semalaman akhirnya tersingkirkan. Dia merasa jauh lebih lega. Ternyata sangat tidak nyaman untuk menyembunyikan rahasia di dalam hati. Hati akan sangat kacau ketika ingin mengatakan sesuatu tapi tidak tahu apakah sesuatu itu harus dikatakan.

“Maksudmu Nona Anisa dari Keluarga Lim? Bukankah dia tunangan Fredo? Kenapa dia melakukan hal seperti ini? Apakah dia tidak sengaja menabrak Asmi?” Rani tidak banyak berpikir, dia kira Anisa menabrak Asmi karena tidak bisa melihat jalan dengan jelas di hari hujan.

"Rani, kamu dan Asmi berkepribadian sama, kalian sama-sama berbaik hati. Aku punya sistem pengawasan di perusahaan yang bahkan tidak diketahui Fredo, CCTV-nya dipasang di sekitar perusahaan. Awalnya pemasangan itu hanya untuk menguji CCTV buatan perusahaan. Tak disangka, sekarang pemasangan CCTV itu malah membantuku menemukan orang yang menabrak putri kita." Mobil Teto melaju lebih lambat, dia tidak boleh kehilangan fokus.

Tangan Rani sedikit gemetar, dia tidak pernah menyangka orang itu adalah Anisa, “Bagaimana kamu memastikan bahwa orang yang menabrak putri kita adalah Anisa dan bukan orang lain?” Rani masih ragu-ragu. Dia pernah menonton drama yang bersituasi sama. Jika jarak terlalu jauh, apa yang terekam CCTV tidak bisa terlihat dengan jelas.

Apalagi orang yang menabrak Asmi berada di dalam mobil? Rani memandang Teto dengan heran. Dia sangat ingin tahu jawabannya. Jika memang Anisa yang melakukan ini, dia pasti tidak akan menoleransi Anisa.

“Mobil itu memang punya Anisa, tapi aku tidak tahu apakah saat itu Anisa yang mengemudi mpbil itu atau bukan. Sekarang semuanya masih belum pasti. Aku sudah minta Jarwo untuk mengikuti mobil itu.” Ekspresi Teto serius. Kalau memang Anisa, dia tidak akan mendukung Fredo untuk berkontak dengan Anisa lagi.

Dia tidak akan mengizinkan orang yang mencelakai putri kandungnya menjadi anggota Keluarga Fajar. Apapun alasan Anisa, dia tidak akan mentolerir Anisa.

“Sepertinya Dodo belum tahu bahwa Asmi ditabrak mobil, apakah kamu sudah memberitahunya?” Rani berbicara dengan Teto di dalam mobil, dia tidak lagi segugup saat mendengar Asmi sudah bangun. Suasana hatinya jauh lebih rileks.

Ekspresi Teto tiba-tiba menjadi lebih tegang, “Aku belum kasih tahu Dodo. Aku rasa mungkin ada kesalahpahaman antara Dodo dan Asmi.” Teto tidak melanjutkan perkataannya. Dia bahkan menduga bahwa anak Asmi adalah punya Fredo.

Asmi mengangguk. Dia sangat setuju dengan pendapat Teto. “Menurutku juga begitu. Aku selalu merasa bahwa Dodo tidak suka Asmi, tapi tatapannya pada Asmi agak berbeda.“ Rani agak bingung. Dia tidak bisa mendeskripsikan apa yang janggal dengan Asmi dan Fredo.

Rani merasa bersalah pada Asmi, tapi juga sedikit sedih karena Asmi tidak pernah bercerita dengannya dan tidak terlalu akrab dengannya. Ini membuatnya amat sedih. Namun, bagaimanapun juga Asmi dibesarkan oleh orang lain selama 25 tahun. Jika dia adalah Asmi, dia juga tidak bisa menerima semua ini dalam waktu singkat.

Teto menyadari kesedihan Rani. Melalui nada bicara Rani, dia dapat merasakan kekecewaan Rani. Dia meletakkan tangan kanannya di tangan Rani. "Rani, jangan sedih. Waktu akan mengubah segalanya. Aku percaya selama kita memperlakukan Asmi dengan tulus, dia pasti akan merasakannya. Kita harus gigih, jangan merasa sedih hanya karena sikap Asmi yang sekarang.” Teto menepuk tangan Rani.

Dia memiringkan kepala. Melihat wajah Rani tersenyum, barulah dia menarik kembali tangannya dengan tenang. Putrinya ini memiliki kepribadian yang sama dengan Rani, tidak akan berubah pikiran terhadap apa yang telah diyakini.

“Teto, menurutmu apakah kita harus menanyakan kepada Asmi tentang ayah dari anak itu?” Rani terus memikirkan persoalan ini. Persoalan ini telah mengganggunya sepanjang malam. Sejak mendapat kabar kehamilan Asmi dari rumah sakit, persoalan ini terus menghantuinya.

Suasana di dalam mobil seolah membeku, segitu hening hingga hanya terdengar suara mobil yang sedang melaju di tengah jalan. Rani menunggu berlalunya sedetik demi sedetik, menantikan pendapat Teto tentang hal ini.

Teto memikirkannya matang-matang, persoalan ini juga terus mengitari pemikirannya. Dia merasa anak itu adalah punya Fredo. Apalagi Asmi yang terobsesi pada Fredo bahkan bisa menunggu hingga sepuluh tahun, bagaimana mungkin berhubungan intim dengan pria lain? Hal ini sangat mustahil untuk dilakukan Asmi.

Tapi sekali lagi, walau Asmi memang bersedia, tetapi kenapa Fredo bisa berinisiatif untuk bersama Asmi? Sejak mengetahui Asmi adalah anggota Keluarga Fajar, Fredo memperlakukan Asmi seperti musuh.

Teto dipusingkan oleh kedua orang ini. Alisnya berkedut rapat, “Jangan tanya dulu, tubuh Asmi baru pulih, tunggu beberapa saat dulu.” Teto merasa Asmi mungkin tidak ingin membahas persoalan anak.

“Putriku yang malang, dia memiliki nasib yang sama denganku. Teto, tidak lama kemudian perut Asmi akan membesar, apa yang harus kita lakukan saat itu.” Rani teringat apa yang terjadi padanya dulu, mengandung seorang diri tanpa dirawat oleh siapapun, sungguh sangat menderita.

“Kita lihat apa keputusan Asmi. Dia sudah dewasa, kita tidak boleh memaksakan Asmi untuk menerima pendapat kita.” Teto agak khawatir. Dia khawatir Asmi akan menghilang seperti Rani.

Novel Terkait

More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu

Back To You

CC Lenny
CEO
4 tahun yang lalu

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
5 tahun yang lalu

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
4 tahun yang lalu