That Night - Bab 87 Melukai Diri Sendiri

Aku berteriak, tapi Owen malah membopongku semakin erat sambil naik ke lantai atas.

Apa yang ingin dia lakukan? Rasa takut muncul di hatiku. Aku berteriak minta pertolongan dari kakak Zhang dan kakak Liu.

Kakak zhang sudah ada di ruang tamu dari tadi, sepertinya dia ada mendengar percakapan kami, dengan panik dia datang dan mau menghalangi Owen, sedangkan Owen malah menatapnya bagaikan seekor binatang buas.

“Awas.” Dia membentak, badan kakak Zhang gemetar sejenak, dan dia memanfaatkan celah waktu ini lalu langsung dibawanya aku ke kamar dan dibanting ke atas ranjang.

“Lapor polisi.....Kak Zhang, lapor polisi......” Aku berteriak dengan terpatah-patah, ‘Buuummmm’, Owen membanting pintu dan menguncinya.

Aku meronta sambil bangkit dari ranjang dan memandangnya ketakutan, meskipun ranjang itu sangat empuk, tapi bantingan tadi tetap membuat aku merasa sudah mau hancur tulangku.

Aku melangkah mundur, dan melempar bantal ke arah Owen.

“Kamu jangan mendekat......Kamu gak boleh......uummmm.......”

Mendadak ia langsung maju, mendekap aku dan menundukkan kepala berusaha mencium bibirku.

Aku gemetaran dan membelalakkan mata, wajah Owen seperti membesar di depan aku karena jarak yang begitu dekat, bibirku terkena bau rokok yang kuat sekali. Owen sama sekali tidak memberiku waktu untuk terbiasa, langsung beraksi dan menguasai aku.

Aku yang sadar dari pikiran dan lamunanku sedang berusaha meronta dan menolak, dengan rapat kututup bibirku agar Owen tidak berhasil, tapi dia malah langsung membuka mulut dan menggigit bibirku.

Dia mengggigit dengan nafsu, membuat aku sakit sampai hampir menangis, aku membuka mulutku untuk menghilangkan rasa sakit. Dan di saat ini jugalah Owen mulai menyerang, dalam sekejap membuat aku aku kalah telak.

Rasa yang pernah familiar tapi sudah menjadi asing ini datang lagi, Owen mencium aku, tubuhnya menindih di atas tubuhku, membuat aku tidak bisa melawan sama sekali.

Tangan besarnya mulai menggeliat di tubuhku, mulai mencopot pakaianku.

Aku tidak tahu ini gugup atau marah, badanku tidak berhenti gemetar, dan tidak mampu melawan tenaga Owen, bahkan untuk berteriak pun mulut sudah disumbat oleh Owen, hanya bisa berubah menjadi rintihan sesak.

Tindakan Owen sangat kasar, badanku terasa sakit oleh gesekan baju, tapi dia tidak berhenti sedikit pun, dengan cepat ia melepaskan benda halangan itu.

Aku panik sampai ingin menangis, air mataku tidak berhenti mengalir, tubuhku pun juga semakin gemetar.

Dia ingin ngapain? Dia mau ngapain?

Aku orang yang sudah pernah melahirkan anak, tidak asing terhadap hal yang begini, meskipun Owen tidak menjawab, aku sudah ketebak apa niat dia.

Tapi, di situasi seperti ini, apakah dia berniat memerkosa aku.

Putus asa dan ketakutan muncul di hatiku, Owen ternyata masih tetap begitu kasar, dia benar-benar tidak memikirkan pendapatku sama sekali. Di saat begini dia masih berwatak seperti ini?

Tanpa membiarkan aku berpikir banyak, tangan besat Owen sudah mulai menyalakan api nafsuku.

Dia begitu memahami tubuhku, dan tubuhku juga malah begitu sensitif. Di tengah-tengan melawan, tubuhku sudah mulai merespon gerakan Owen.

Aku semakin putus asa, apakah Owen puas sekarang?

Apakah dia akan dengan kasarnya berkata “Mulut bilang gak mau, tapi tubuh malah jujur begitu”? Aku berpikir dengan menertawakan diri sendiri, dan dalam hatiku malah mencemooh pemikiran bahwa direktur yang berkuasa adalah pasangan yang sempurna itu benar-benar salah besar!

Apa gunanya seorang cowok yang sama sekali tidak mempedulikan perasaan dan pendapat kamu? Meskipun dia ganteng dan kaya, apa gunanya?

Sekarang aku merasa Owen hanya menganggap aku sebagai sebuah “Boneka pelampiasan nafsu”!

Tenagaku tidak mampu melawan, sehingga aku menyerah untuk meronta, aku bagaikan seekor ikan mati yang terbaring lurus di atas ranjang.

Bibir Owen berpindah dari bibirku ke tubuhku. Aku menggigit bibirku untuk menahan erangan yang sudah sampai di tenggorokanku, rasa sakit muncul dari bibirku dan darah segar juga memenuhi mulutku, tidak tahu karena digigit oleh Owen tadi atau karena gigitanku sendiri.

Putus asaku semakin merambat, aku memejamkan mata dan meremas sprei dengan kuat.

Sudah sampai seperti ini, aku sudah tidak bisa menghentikannya lagi.

Owen, kamu yang paksa aku buat benci kamu.

Hanya saja, gambaran yang ada di bayanganku tadi malah tidak terjadi, tidak tahu sejak kapan gerakan di atas tubuhkan berhenti.

‘Takkk’ suara pematik berbunyi, mulai muncul bau bakar sesuatu yang diikuti dengan bau rokok yang kuat.

Aku membuka mata, dan melihat Owen terduduk di tepi ranjang dengan kesal. Di antara jari telunjuk dan tengahnya terjepit sepuntung rokok, asap rokok bertebaran, sedangkan owen sedang menundukkan kepala memandangi aku sambil mengernyitkan alis.

Tampak perasaan yang campur aduk dari sorotan matanya, membuat hatiku tercekam sejenak.

Aku tidak tahu kenapa dia tiba-tiba berhenti, lebih tidak tahu lagi kenapa dia memandangku seperti itu. Tapi di detik ini aku merasa seperti hidup kembali dari penderitaan tadi.

Dia menatapi aku tanpa berbicara, hanya menghisap rokoknya lagi dan lagi. Sampai rokok itu sudah terbakar di ujung, dia mencari asbak tapi tidak ketemu, kemudian langsung menekan puntung rokok yang masih menyala itui di lengannya sendiri.

“Kamu gila ya!” Hatiku tercekam, dengan ketakutan aku melihat tindakan Owen.

Tercium sedikit bau hangus, kulihat Owen mengernyitkan alis lagi, tapi tetap tanpa bersuara sedikit pun. Aku bangkit sambil merangkak mendekati dan mencengkram lengannya, tampak luka bakar berbentu bulat di lengannya, hatiku mulai panik.

“Sudah gila ya kamu? Kenapa begitu? Kenapa?” Air mataku tidak berhenti mengalir, tidak berhenti aku menanyainya sambil tetap mencengkram lengannya.

Kenapa Owen melakukan perbuatan yang melukai dirinya sendiri? Kenapa?

Sambil memandangi aku dia pelan-pelan berkata, “Apa kamu masih merasa aku tidak peduli dengan perasaan kamu?”

‘Deg’ hatiku bergetar, suaranya agak parau, menunjukkan ketidakberdayaan dan tersakiti.

Aku tidak tahu harus bagaimana menjawabnya, juga tidak tahu kenapa dia bisa ada logika seperti itu, tapi apa hubungannya dia peduli aku atau tidak dengan dia melukai diri sendiri?

“Kalau aku tidak peduli sama kamu, aku bakal langsung itu sama kamu.” Dia bersuara lagi, mendadak ia menarik tanganku agar aku memeriksa sesuatu.

Langsung ku tarik kembali tanganku seperti habis kesetrum, aku kira Owen berhenti karena sudah tidak bergairah, tapi aku tidak tahu ternyata dia masih......

“Eva, maafkan aku......” Dia berkata, lalu melepaskan lenganku dan membalikkan badan duduk di tepi ranjang.

Kedua tangan Owen terletak di atas pahanya, dengan tak bertenaga ia membungkukkan badan dan menundukkan kepala. Poni rambut yang tipis menutupi matanya, membuat aku tidak bisa melihat sorotan matanya di saat ini, tapi dia yang saat ini kelihatan sangat tidak bersemangat seperti hari biasanya.

Tidak tahu kenapa, melihat Owen dari belakang seperti ini, aku malah merasa senyap sekali.

Hatiku merasa sakit lagi tanpa bisa kutahan, dan rasa sakit itu semakin menyebar, sama sekali tak bisa dihentikan.

Kesunyian meliputi kami berdua, dengan setengah berlutut dan melamun aku menatapi Owen, ada rasa ingin memeluknya di dalam hatiku, tapi aku bagaimanapun juga tidak bisa melakukan gerakan ini.

Tidak tahu selang berapa lama, Owen tiba-tiba bangkit berdiri, “Aku pergi dulu.”

Hatiku tercekam lagi, ada detik di mana aku ingini sekali menyuruhnya tetap di sini, namun Owen tidak menoleh dan langsung keluar.

Novel Terkait

Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
3 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Doctor Stranger

Doctor Stranger

Kevin Wong
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Now Until Eternity

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu
Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Someday Unexpected Love

Someday Unexpected Love

Alexander
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu