Kamu Baik Banget - Bab 78 Menjamin Ketidakbersalahannya Dengan Kematian

Begitu selesai mandi, Edo keluar dari kamar mandi setelah berganti pakaian. Di ranjang besar, tampak gulungan selimut biru tua seperti bola. Sahra menggulung diri di dalam selimut itu. Dia mengusap-usapkan pipinya di bantal dan selimut dengan wajah mabuk memerahnya.

Ekspresinya itu seperti orang yang sedang menggunakan narkoba dan sedang berada di puncak kebahagiaan.

Sudut matanya bergerak tanpa sadar, Edo langsung memalingkan wajahnya dengan tanpa ekspresi. Dia mengambil jaketnya, lalu dia membuka pintu dan langsung keluar dari kamar. Jika tinggal di sini lebih lama sedetik saja, itu benar-benar akan menyiksanya.

Sahra tidak bisa menahan tawa. Jika bukan karena tangan dan kakinya masih lemas, dia akan berguling-guling di tempat tidur dengan selimutnya.

Setelah berbaring sebentar, cahaya matahari sudah muncul menunjukkan dia bangun cukup terlambat. Matahari telah menghangatkan seluruh ranjangnya, dia pun bangun dengan perasaan sangat puas. Dia meregangkan otot pinggangnya seperti kucing yang kekenyangan setelah makan dan minum. Pada saat ini tidak perlu disebutkan seberapa puas dan senang dirinya.

Dia pun turun ke lantai bawah dengan agak pusing. Begitu melihat Frodo duduk di ruang tengah. Dia sangat terkejut, dalam sekejap senyuman di sudut bibirnya langsung menghilang. Dia mengalihkan tatapan mata dinginnya ke sekelilingnya “Belum berangkat kerja?”

Frodo tidak bicara, hanya menatapnya tajam. Tatapan matanya sangat asing dan aneh.

Dia tidak mengerti jadi dia pun tidak bicara lagi. Dia berjalan dan duduk di samping sisi sofa yang lain. Dia memandanginya dengan santai.

“Kamu baru saja kenapa tersenyum?” Kata Frodo yang akhirnya membuka mulut menanyakan ini. Tatapan matanya masih tertuju pada Sahra dan tak berpaling sama sekali.

Walaupun hanya sebentar saja. Namun senyuman dan tatapan memukau itu meninggalkan kesan yang dalam pada Frodo. Dengan pipi memerah, mata melengkung, sudut mulut ditarik melengkung menunjukkan kepuasaan dan senyum menawan. Sahra yang seperti tadi itu sungguh sangat asing bagi Frodo.

Kesan yang dimilikinya dari sahra, Sahra nona besar keluarga Azari ini selalu terlihat dingin dan sangat kaku. Perbuatan dan sifatnya tidak buruk sama sekali, tapi tampak seperti anggrek di lembah kosong di bawah tepi tebing.

Dia memandangi tajam Sahra yang ada di depannya dan mencoba menemukan jejak sekilas di wajahnya yang tenang dan acuh tak acuh itu.

Sahra tidak takut dengan tatapan mata Frodo. Dia malah menatap balik Frodo dengan tenang, "Cuaca hari ini sangat bagus jadi suasana hatiku juga ikut bagus."

Benar-benar tidak ada cacat dari semua ucapannya ini. Frodo menarik tatapan matanya. Namun entah kenapa, ada perasaan kehilangan yang aneh di hatinya.

“Ada urusan apa kamu mencariku?” Menunggu dengan sengaja disini. Sahra mengalihkan topik pembicaraan. Setidaknya, dia merasa tidak perlu membahas masalah pribadi di antara mereka berdua.

Frodo mengerutkan kening, dia merasa Sahra sengaja mengasingkannya. Dulu dia merasa dengan tidak mengganggu satu dengan yang lain seperti ini, maka akan sama-sama merasa puas. Namun sekarang, dia malah jadi merasa tidak terlalu nyaman.

Dia merapatkan bibir, lalu mengangguk “Ayah menyuruhku untuk memberikanmu sebuah penjelasan. Kamu sekarang sudah keluar rumah sakit. Aku akan mencari waktu yang tepat untuk membawa Layra datang kemari. Ayah bilang terserah kamu bagaimana mau menghukumnya.”

Semua perbuatan Layra itu membuat Jaydo marah sekali. Jaydo jelas memperlihatkan mau membantu Sahra untuk mendapatkan keadilan.

“Aku tahu.” Sahra mengangguk. Tidak ada gelombang apapun di wajah cantik itu.

Dia telah memainkan trik pahit itu sebelumnya. Dan Jaydo melakukan semua ini hanya agar Sahra tidak berpaling dari keluarga Junda. Sahra tidak sebodoh itu sampai menganggap Jaydo sangat peduli dengannya sampai mau membelanya seperti ini.

Hanya ketenangan Sahra ini membuat Frodo memicingkan matanya. Tatapan matanya tanpa sadar tertuju di wajah Sahra, memandangi dan menilai apa yang ada di mata Sahra. Seolah tidak peduli apapun yang terjadi, wajah Sahra wanita di depannya ini selalu saja cuek dan begitu dingin. Perubahan ekspresi apapun saja tidak ada di sana.

Dia bahkan sampai mencurigai, apa jangan-jangan senyuman mempesona di wajah Sahra tadi hanyalah imajinasinya atau mungkin dia yang salah lihat.

Sahra merasakan tatapan mata Frodo, Sahra pun memalingkan matanya ke Frodo, lalu berkata “Apa ada urusan lain?”

“Tidak ada.” Ketenangan Sahra ini membuat Frodo memulangkan pertanyaan besar dalam hatinya kembali ke dalam lagi. Frodo berdiri, lalu dengan ragu-ragu berkata “Apa rencanamu untuk menghukum Layra?”

Mendengar ini, Sahra tertawa dalam hati.

Jika Frodo benar-benar punya perasaan yang dalam kepada Layra, dia mana mungkin mau membawa Layra kemari hanya karena perintah dan otoritas ayahnya. Dia sudah sampai memutuskan akan membawa Layra kemari, bagaimana cara menggambarkan karakter dan sifat Frodo ini.

“Tenang saja, bagaimanapun juga Layra adalah orangmu. Aku tidak akan berlebihan dalam menyulitkannya.” Tapi aku juga tidak akan membiarkannnya hidup dengan nyaman, batinnya.

Jika Layra hanya sekedar menculik Sahra. Sahra tidak akan mungkin sampai tidak melepaskannya dengan mudah. Namun, wanita itu si Layra beraninya mengalihkan perhatiannya ke Edo. Yang dia mau bahkan adalah nyawa Edo, ini benar-benar sudah menyentuh batasan kesabaran Sahra.

Jika bukan karena kehidupannya yang damai dengan Frodo, Sahra mungkin akan membuat Layra lebih memilih mati daripada hidup.

Sahra menundukkan kepala, memejamkan matanya perlahan, menutupi tatapan dingin di bawah matanya.

Frodo jelas lega mendengar ini. Tapi dia tidak lupa menunjukkan rasa terimakasih dan kesetiaannya, "Sahra, kamu barulah nyonya yang pasti akan menikah dan menjadi salah satu anggota keluarga Junda. Poin satu ini tidak akan pernah berubah.”

Ucapan ini maksudnya adalah seberapa banyak wanita yang beraneka ragam menggoda di luar sana, tapi tetap saja wanita yang memang sudah seharusnya ada di keluarga itu tidak akan mungkin tergantikan. Sahra tersenyum mendengar ini dan hanya mengangguk saja.

Frodo melihat Sahra yang sudah mulai mengabaikannya. Dia baru berbalik dan pergi.

Begitu mendengar langkah kaki Frodo yang pergi, Sahra mengangkat kepalanya dan melihat ke arah Frodo. Cahaya matahari terlalu menyilaukan, membuat Sahra langsung menyipitkan matanya.

Mau menyiksa Frodo sekali, sebenarnya bagaimana caranya untuk menyiksa Frodo agar Edo bisa puas?

Ketika Frodo berjalan ke taman halaman depan, Frodo tiba-tiba merasa punggungnya sedang ditatap oleh ular berbisa yang dingin, dan tidak bisa menahan rasa menggigil yang parah di tubuhnya. Dia buru-buru berbalik, hanya untuk melihat Sahra berbicara dengan kepala pelayan.

Matahari seperti api, tapi dia malah menggigil dan merinding di hari yang panas ini. Sambil mengerutkan kening, tidak tahu apa yang terjadi padanya. Frodo menggelengkan kepalanya dan meminta sopir untuk melajukan mobil dan bergegas berangkat ke kantor.

Karena bangun terlambat, maka makan pagi Sahra ini sudah jadi makan siang. Saat Edo tidak ada di rumah, Sahra tidak masak. Bagaimanapun, keahlian koki di rumah ini cukup sangat bagus.

Begitu dia meletakkan sumpitnya, Jenny meneleponnya.

"Sahra, terjadi sesuatu! Apakah kamu menonton berita hari ini? Hotman melompat dari gedung!"

"Apa?"

Kejadian ini diluar dugaan mereka. Sahra menutup teleponnya dan langsung mengeluarkan notebook. Apa yang terjadi pada dini hari sudah beredar luas di Internet.

Hotman melompat dari lantai atas rumah sakit ketika fajar menjelang. Dan di kamar pasiennya, dia meninggalkan wasiat dan setumpuk laporan diagnosis sakitnya.

"Masalah ini selesai sampai disini. Tidak peduli apa yang aku katakan, tidak akan ada yang percaya. Aku hanya bisa menggunakan nyawaku untuk membuat orang lain mendengar apa yang ingin aku katakan."

Dia mengklarifikasi semua rumor tidak baik sebelumnya di surat wasiatnya ini.

Dia memiliki rasa sayang yang spesial pada Safrida. Namun hal tersebut merupakan empati yang muncul setelah kematian istri tercintanya. Ketika Safrida berumur dua belas tahun, dia pergi ke psikolog dan sebenarnya dalam satu tahun itu dia sudah dinyatakan sembuh.

Laporan diagnosis psikologis yang ada di samping surat wasiatnya adalah buktinya. Laporan itu jelas mencatat bahwa ketika Safrida berusia tiga belas tahun, mental dan psikis Hotman sudah normal dan perasaannya terhadap istri tercinta dan Safrida sudah benar-benar berbeda. Tapi ketika Safrida berusia 18 tahun, dia pergi ke psikolog lagi, bukan karena apa yang disebut perasaan aneh terhadap Safrida, tetapi semata-mata karena depresi yang dideritanya.

Ketika Safrida dewasa, Hotman sangat merindukan mendiang istrinya dan ingin ikut bersamanya ke alam selanjutnya. Inilah yang menyebabkan depresinya. Lembar diagnosis untuk akhir pengobatan sepihak yang diumumkan pada pesta pertunangan Safrida dan Edo sebenarnya adalah Hotman menghentikan pengobatan depresinya.

"Safrida akan segera bertunangan. Anak perempuanku sudah memiliki kebahagiaannya sendiri dan aku juga sudah bisa memiliki kebahagiaanku sendiri. Aku tidak perlu mengobati depresiku lagi. Aku sangat merindukan istrku. Menurutku, inilah saatnya aku akhirnya bisa bertemu dengannya." Inilah yang dikatakan Hotman dalam surat wasiatnya sebelum meninggal.

Novel Terkait

Perjalanan Selingkuh

Perjalanan Selingkuh

Linda
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Unperfect Wedding

Unperfect Wedding

Agnes Yu
Percintaan
5 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
4 tahun yang lalu