Kamu Baik Banget - Bab 58 Merangsang Dengan Kata-kata

Suhu di dalam ruangan turun dengan tajam, Sahra tersadar karena kedinginan. Selalu merasa suhu di sisinya tiba-tiba turun beberapa derajat dan sumbernya adalah pria yang berdiri di depannya ini.

Sama sekali tidak tahu di mana dia secara tidak sengaja telah membuat marah pihak sana.

Dengan takut membuka kelopak mata, melihat wajahnya tanpa ekspresi, jantung Sahra berdegup kencang.

Sebelum dia bisa membuat kata yang cocok untuk memecahkan kebekuan ini, dari luar tergesa-gesa ada seseorang yang berlari masuk. Orang itu langsung melewatinya, seketika mendekat ke Edo.

“Edo, apakah kamu sedang menungguku?” Kata-kata ini diucapkan dengan jelas dan jernih, sepertinya sangat takut orang lain tidak bisa mendengarnya saja. Seluruh tubuh Safrida bersandar di sandaran tangan sofa samping Edo, menggunakan sikap yang kuat untuk menyatakan kepemilikannya.

Merasakan tatapan Safrida yang sedang menunjukkan kekuasaannya, Sahra membalasnya dengan wajah yang dingin sekali.

Nona besar Asnawi tidak senang, temperamennya seperti petasan yang begitu dinyalakan akan langsung meledak, suara tinggi dan tajam sekali “Kakak, apa yang kamu lakukan di sini? Apakah mau jadi pengganggu, seorang pengganggu besar.”

“Karena kamu memanggilku kakak, maka seharusnya mengerti siapa yang datang duluan dan yang datang belakangan.” Suara Sahra jelas dan dingin, sengaja mengubah arti kata-katanya, hanya kurang menuliskan kata ini di wajahnya “Hari ini bagian tidur denganku, adik kamu pulang saja.”

Safrida bertanya-tanya, kenapa setiap kali bertemu dengan wanita murahan ini, giginya akan terasa sakit sekali? Dia hampir menghancurkan giginya hingga beberapa bagian, dia baru mengucapkan satu kalimat “Aku pernah bertemu dengan orang yang tidak tahu malu, tapi tidak pernah bertemu dengan orang yang lebih tidak tahu malu darimu!”

“Kelihatannya nona besar Asnawi tidak pernah mengaca.” Jika membandingkan kehebatan dalam mencibir, Sahra tidak kalah sedikit pun.

Biasa sifatnya lebih acuh tak acuh dan malas mempermasalahkannya, sekarang melihat wanita dengan label “calon tunangan Edo” api amarahnya langsung naik ke ubun-ubun.

Saat berbicara, dia masih berjalan ke sisi lain Edo, muncul sikap berdiri saling berhadapan dengan Safrida.

Mata Safrida lurus ke depan “Kamu juga sudah menikah, masih berebutan pria di rumah sendiri secara terang-terangan?”

“Kamu sudah meniduri begitu banyak pria, masih datang ke rumahku untuk rebutan pria denganku?”

“Pria ini milikku, milikmu namanya Frodo!”

“Hehe, pria yang pernah tidur denganmu namanya Derim, Diaz, Kunto, sedangkan Edo adalah pria yang pernah tidur denganku.”

“Kenapa kamu begitu murahan!” Safrida tidak bisa menahan diri, suaranya seperti ayam sabung yang dicekik tenggorokannya, sangat tajam hingga memekak telinga.

Dibandingkan dengannya, Sahra jauh lebih anggun, hanya saja kata-kata yang keluar dari bibir lembut dan merah itu sangat pedas dan beracun “Aku hanya murahan pada Edo, kamu terhadap seekor anjing jantan saja bisa murahan.”

Jika bukan karena Edo ada di sana, Safrida pasti akan maju ke depan untuk merobek mulut Sahra. Dia sudah terlalu marah sehingga tidak bisa bernafas dengan lancar, di depan mata juga mulai menggelap.

Sahra mencibir, begini saja sudah tidak kuat menahannya, dia masih memiliki banyak kata-kata tidak enak didengar yang belum diucapkannya.

Di ruang tamu ada tiga orang satu duduk dan dua berdiri, dua dari mereka sedang berperang, suasana di ambang kehancuran.

Di saat Jaydo masuk, melihat adegan saling berhadapan seperti ini. Tatapannya berkeliaran antara Sahra dan Safrida, matanya menunjukkan kepuasan.

Sahra dan Safrida saling menghadapi, tentu saja dia senang melihat itu terjadi.

“Uhuk uhuk.” Pura-pura batuk dua kali, dia harus mengingatkan akan keberadaannya. Bagaimanapun kecuali Edo yang sejak awal sudah melihatnya, dua orang lagi tidak menyadari keberadaannya.

Mendengar suara, Sahra dan Safrida menoleh ke sana pada saat bersamaan. Melihat orang yang datang adalah Jaydo, ekspresi mereka berdua sedikit berubah.

“Pa.” Sahra maju ke depan, tapi dalam sekejap mata, dia sudah kembali menjadi nona besar Azari yang bermartabat dan lembut.

Jaydo mengangguk padanya, garis tajam di wajah menjadi lebih lembut. Setelah dia duduk di atas sofa, Sahra maju ke depan membantunya menuangkan teh, kemudian menyingkir dan berdiri di sisi lain.

Maju dan mundur sangat sopan, tindakan anggun dan berkelas, bahkan orang yang paling pemilih juga tidak dapat menemukan kesalahan sedikit pun.

Safrida mengertakkan gigi melihatnya, dia paling benci dengan penampilan Sahra seperti ini.

“Sahra, apakah Frodo masih belum pulang?” Jaydo seolah-olah tidak melihat perasaan kuat namun tersembunyi di dalamnya, hanya melihat ke arah Sahra.

Sahra menggeleng “Belum, pa.”

“Anak ini, sudah katakan berapa kali padanya harus lebih banyak menemanimu, selalu melupakan segalanya begitu fokus ke dalam pekerjaan.” Kata-kata ini seperti dikatakan pada Sahra, tapi semua orang yang ada di sana tahu di permukaan sedang memarahi orang ini, sebenarnya sedang memarahi orang itu.

Safrida menggigit bibir bawah, diam-diam melihat Edo sejenak. Hari ini Edo pulang lebih awal karena dirinya, tidak menyangka malah bertemu dengan Jaydo.

Edo sebagai orang yang terlibat, malah tidak berekspresi sedikit pun.

Melihat ekspresinya acuh tak acuh, Safrida hanya bisa memaksakan diri untuk maju melakukannya “Paman Junda, hari ini aku secara khusus datang mencari Edo, papa berpesan agar membahas masalah pertunangan.

Kata-kata ini dilontarkan, raut wajah Jaydo berubah menjadi suram sekali, Sahra ingin menepuk kening.

Safrida benar-benar tidak bisa bicara, apa yang tidak boleh dikatakan maka itu yang dikatakan. Pada waktu itu Jaydo sama sekali tidak ingin menyetujui pernikahan ini, Edo secara pribadi menyetujuinya, itu sama dengan melakukannya dulu baru minta persetujuan, begitu dia berkata seperti ini, membuat Jaydo semakin tidak puas terhadap Edo?

Benar saja seperti yang diharapkan, selanjutnya Jaydo bahkan tidak melihat Edo dan Safrida, langsung bicara dengan Sahra, saat bicara juga tersembunyi kata-kata menyindir.

Bicara hingga akhir, lalu mengungkit giok yang terakhir kali diberikan padanya itu.

“Giok itu adalah warisan nenek moyang dalam keluarga Junda, sekarang diberikan padamu Sahra, kelak masih bisa diwariskan ke generasi berikutnya.” Jaydo mengucapkan kata ini dengan wajah dingin dan kaku, jarang sekali nada bicara bisa lembut.

Safrida benar-benar marah dan mengertakkan giginya.

Jaydo sungguh memberikan giok pusaka keluarga pada Sahra, bagaimana juga kelak dia baru benar-benar menantu tertua bukan?

Bagaimanapun dia masih muda, sama sekali tidak bisa menutupi perasaannya, semua kemarahan, kecemburuan dan kebencian dilihat jelas oleh Jaydo.

“Pa, aku masih ada urusan sebentar lagi, aku bawa nona Asnawi keluar dulu.” Edo tiba-tiba bicara, suara yang berat dan dalam memecah keheningan.

Selesai bicara, dia tidak menunggu Jaydo bicara, membawa Safrida langsung pergi.

Jaydo mendengus berat, raut wajah buruk sekali.

Sahra sangat konsentrasi dan tidak terganggu, seperti tidak tahu apa pun. Hanya saja, sudut matanya yang terkulai tertuju ke sosok punggung Edo dan Safrida.

Ada rasa getir dalam hatinya.

Mungkin menurut Safrida, sekarang dia sedang merasa berpuas diri dan pihak lain sedang menahan diri. Tetapi Safrida tidak tahu, sebenarnya di dalam hati Sahra sangat iri sekali.

Di saat Edo dipersulit, Safrida bisa terang-terangan melindunginya. Di saat Edo sengaja ditinggalkan, Safrida bisa menemaninya disingkirkan.

Semua ini tidak bisa dilakukan oleh Sahra. Tuhan juga tahu, api cemburu dalam tubuhnya hampir menghancurkan akal sehatnya.

“Sahra, aku dengar kali ini keluarga Azari mendanai Frodo sejumlah uang?” Kata-kata Jaydo menarik kembali perhatian Sahra.

Dia mengangguk.

Jari-jari Jaydo menggosok cangkir teh “Karena satu keluarga, aku juga tidak banyak bicara lagi. Masalah Edo dan keluarga Asnawi, kamu juga tahu, dalam lingkaran kita, sudah menjadi kerabat maka akan saling membantu, untung sama-sama untung, rugi sama-sama rugi.”

“Aku mengerti.” Nada bicara Sahra hormat sekali, kelopak mata terkulai.

Pertama memuji karena sudah memberikan dana bantuan, memberikan permen dulu. Kemudian menggunakan keluarga Asnawi untuk membuat perbandingan, keluarga Asnawi langsung memberikan seluruh dari keluarga Asnawi kepada Safrida sebagai mahar pernikahan, jelas sekali ini sedang merangsang dia dengan kata-kata, maksudnya lebih banyak belajar lagi?

Cambukan setelah diberi permen, dia Sahra tidak pernah mau memakannya.

Jaydo melihat dia hormat dan patuh, meletakkan cangkir teh “Kamu dan Frodo sudah menikah selama beberapa waktu, mumpung Frodo sedang ada di sini, kalian bisa berusaha untuk memiliki anak.”

Novel Terkait

Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
3 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Cinta Dan Rahasia

Cinta Dan Rahasia

Jesslyn
Kesayangan
5 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
3 tahun yang lalu
Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu