Kamu Baik Banget - Bab 61 Lebih Baik Putus Saja
Edo berhasil memutar arah mobil dari tepi tebing, sekali lagi melepaskkan kemudi, membalikan badan langsung menghadap pisau penculik, di bawah bantuan Sahra berhasil merebut pisau. Sahra memanfaatkan kesempatan membalikkan badan, jari tangan tidak bisa digerakkan lagi, dia menggunakan lengan untuk menstabilkan kemudi.
Edo yang sudah berhasil merebut pisau, setelah bertarung sejenak dengan penculik, pisau ditusuk ke paha penculik. Darah segar mengalir deras, penculik jatuh dalam genangan darah tidak bisa bergerak.
Edo menyimpan pisau, berbalik dan melepaskan mantel yang ada di tubuhnya, meraih jari-jari Sahra lalu diikat menggunakan mantelnya. Dia mengambil alih kemudi, mobil tiba-tiba langsung berhenti dengan stabil.
Kekuatan Sahra sudah habis, melihat sementara sudah aman, tubuh juga lunglai lemah.
Edo menggendongnya, membuka pintu mobil langsung keluar dan lari sambil menggendongnya. Mereka tahu, kaki tangan penculik sudah akan menyusul ke sini.
Saat ini langit sudah benar-benar gelap, di kedua sisi jalan hanya ada lampu jalanan yang redup. Seluruh tubuh Edo penuh darah, sambil menggendong Sahra langsung terjun ke dalam hutan lebat di pinggir jalan, di bawah penuh noda darah yang menyebar satu demi satu garis.
“Edo, kamu pergi dulu saja.” Merasakan kekuatan pria yang menggendong dirinya akan segera habis, Sahra berbicara dengan suara pelan “Kamu membawaku, mereka akan segera menyusul.”
Edo menghabiskan terlalu banyak tenaga, tubuh juga kehilangan banyak darah, saat ini sangat lemah sehingga detik berikutnya bisa saja langsung jatuh, tapi wanita yang ada dalam pelukan terus berisik, dia bergumam dengan tidak sabar “Tutup mulutmu!”
Melihat dia marah, Sahra menutup erat bibirnya tidak bicara.
Keduanya sepanjang jalan terus tersandung, baru saja beberapa langkah masuk ke dalam hutan, sudah terdengar suara pengereman mobil dari jalan raya, samar-samar masih ada cahaya lampu yang memancar ke sini.
Tahu bahwa pengejar itu datang, mata hitam Edo dingin sekali.
Gelapnya malam membuat jalanan tidak terlihat, dia hanya bisa mengandalkan insting untuk melangkah maju ke depan. Tidak tahu sudah berjalan berapa lama, kakinya tidak hati-hati salah menginjak, dia menggendong Sahra berguling ke bawah.
Sekarang, tidak perlu lari ke mana pun lagi.
Meletakkan orang yang ada dalam pelukan ke samping, Edo dengan susah payah mengeluarkan ponsel yang sudah pecah, mengirimkan sebuah pesan pada Johan. Pesan baru saja terkirim, ponsel yang sudah cacat juga mati.
Mengenai Johan yang lebih dulu menemukan mereka atau para pengejar itu yang lebih dulu menemukan mereka, hanya bisa pasrah pada takdir.
Menggerakkan tubuh dan merasakan erangan dari orang yang ada di samping. Dia memiringkan kepala melihat ke sana, di bawah cahaya bulan hanya bisa melihat Sahra samar-samar mengerutkan kening, menggigit erat bibir bawahnya.
Dia sudah berada dalam situasi setengah sadar, tapi jarinya yang terluka malah erat-erat menarik lengan baju Edo. Dia menarik terlalu kuat, darah di jari-jari membuat lukanya menempel di lengan baju Edo.
Edo tidak bergerak, tetap berbaring terlentang untuk melihat bulan.
Ketika Johan tiba, Sahra benar-benar sudah tidak sadar, Edo beberapa kali hampir pingsan karena kehilangan banyak darah. Tapi begitu mendengar suara, dia masih tetap membuka matanya dengan waspada.
“Edo!” Melihat dia, Johan hampir terguling dari atas ke bawah.
Edo memaksakan diri mengeluarkan sebuah senyuman “Sepertinya hidupku masih belum berakhir.”
Ekspresi Johan sangat buruk, orang yang ada di belakangnya buru-buru membawa tandu. Hanya saja jari Sahra masih erat-erat memegang lengan baju Edo, mereka melihat luka di jari yang mengerikan tidak berani paksa membukanya.
Edo yang mengeluarkan pisau, langsung memotong lengan bajunya sendiri.
Keduanya diangkat ke atas tandu, sekelompok orang buru-buru jalan keluar di dalam kegelapan malam.
“Apakah orangnya sudah tertangkap?” Berbaring di atas tandu, suara Edo sedikit serak, tapi sangat tenang, pikiran juga sama sekali tidak kacau.
Johan juga tidak bersikap main-main lagi seperti biasanya, tatapan mata penuh racun “Semuanya sudah ketangkap, aku sudah menyuruh orang membawa pergi mereka.”
Edo mengangguk, tidak bicara lagi.
Tiba di rumah sakit, dokter yang dihubungi oleh Johan terlebih dulu sudah menunggu di sana. Setelah melewati beberapa jam yang sibuk, Edo dan Sahra baru didorong kembali ke bangsal.
Edo hanya kehilangan banyak darah, tapi lukanya tidak terlalu serius. Jari-jari Sahra terluka paling parah, bahkan Johan juga tidak berani pergi melihatnya, jari-jari ramping itu hanya tersisa selapis kulit yang menggantung di sana.
Di bangsal Edo, dia dan Johan sedang merokok.
“Kamu sudah terluka seperti ini masih bisa merokok?” Johan mengerutkan kening, merasa dirinya semakin seperti ibu-ibu yang bawel.
Malahan orang di samping masih tidak menghargainya, sedikit pun tidak peduli “Tidak apa-apa.”
Orang di samping yang panik sedangkan orang yang mengalami tenang sekali, Johan mengisap rokok, wajah cemberut sekali.
Di bawah asap rokok yang mengepul, tidak ada satu pun diantara mereka yang bicara. Bau tembakau menyebar dari mulut ke dalam perut, rasanya pedas dan tercekik membuat orang ingin berhenti tapi tidak bisa berhenti.
Kesabaran Johan tidak bisa dibandingkan dengan Edo, keraguan di dalam lubuk hatinya membuat dia merasa tidak nyaman. Sudah ditahan-tahan, tapi tidak bisa menahannya “Bagaimana dia bisa berada dalam mobilmu, lukanya itu?”
Begitu melihat bekas lukanya sudah tahu kalau itu bekas menahan pisau, dia tidak bisa tidak berpikir banyak.
“Sama seperti yang kamu pikirkan, demi menyelamatkanku.” Edo tahu apa yang ingin dia tanyakan, mengeluarkan asap rokok dan tidak menyembunyikannya.
Sekarang pemandangan itu masih jelas sekali, cahaya dingin dari pisau menuju ke arah tenggorokannya, Sahra tanpa keraguan langsung menerobos ke sana untuk menangkap pisau itu. Ketika dia berhasil menangkap pisau itu, dia bahkan menghela nafas lega, seolah-olah telah melupakan rasa sakitnya.
Johan mulai tersedak, batuknya sangat menyedihkan, bau asap kembali naik ke kening, kepalanya juga mulai berdengung keras, sudut mata memerah karena tersedak.
Melihat reaksinya yang begitu heboh, ekspresi Edo sulit dijelaskan.
Tidak mudah baru bisa menenangkan diri, Johan memarahi “Brengsek!”
Pada waktu itu, wanita itu yang lebih dulu mengkhianati Edo, sekarang sudah menjadi adik ipar, apa lagi yang sedang dia lakukan saat ini?
Semakin dipikir semakin takut, mendadak dia menatap teman baiknya “Jangan-jangan kamu gila ya?”
Jika Edo sampai terangsang karena hal ini, sungguh melakukan sesuatu seperti merebut istri dari adik laki-lakinya, tiba saat itu mungkin akan sangat ramai sekali. Dicaci maki dan digosipkan di belakang masih termasuk ringan, hal semacam inses ini apakah boleh dilakukan oleh seorang manusia?
Kali ini, Johan bahkan tidak bisa merokok lagi.
Di bawah tatapannya yang tidak berkedip, Edo mengisap rokok, ujung jari ramping itu dijentikkan sejenak, sebagian kecil abu rokok jatuh ke dalam asbak. Mengeluarkan lingkaran asap, dia baru menoleh untuk melihat ke belakang, mata indah yang sipit terangkat tinggi “Kamu tenang saja.”
Johan juga ingin merasa tenang, tapi jantungnya terus berdegup kencang tidak bisa tenang. Dia membuang rokoknya dengan cemas, berdiri lalu berturut-turut putar beberapa langkah, dengan suara kesal mengatakan “Paling bagus kalau seperti ini!”
Edo menaikan bibir, tersenyum-senyum padanya.
Keesok harinya Sahra baru sadar, tidak peduli keluarga Azari atau keluarga Junda tidak tahu masalah dia masuk rumah sakit. Untuk sementara Edo sudah memblokir semua berita, berencana tunggu dia sadar baru membuat keputusan.
“Edo?” Melihat orang yang duduk di samping tempat tidur, Sahra mengedipkan mata, hampir mengira matanya yang salah lihat.
Dia ingin bangun dan duduk, tangan terbiasa menahan pada kedua sisi tubuhnya, dalam sekejap menjerit kesakitan. Dia mendadak menarik kembali tangannya, langsung melihat kedua tangannya dibungkus bagaikan kue bakcang.
Dia tampak bodoh menatapnya, seketika lupa merespon.
Edo melihat gerakannya, mendengus dengan dingin “Sekarang kamu sudah tahu sakit?”
“Bukannya sakit.” Suara Sahra agak tertekan, ekspresi wajah penuh rasa teraniaya “Tangan sudah menjadi seperti ini, kelak bagaimana aku pergi ke kamarmu untuk membantumu lepas celana?”
Tidak lepas celana, bagaimana melakukan layanan pagi?
Rahang bawah Edo mengencang.
Lebih baik jari-jari ini putus saja.
Novel Terkait
Bretta’s Diary
DanielleMr. Ceo's Woman
Rebecca WangSi Menantu Dokter
Hendy ZhangAngin Selatan Mewujudkan Impianku
Jiang MuyanBack To You
CC LennyKamu Baik Banget×
- Bab 1 Aku Adalah Mempelai Wanita Adikmu
- Bab 2 Penikmat Bawah Rok
- Bab 3 Malam Pernikahan
- Bab 4 Frodo Sudah Kembali?
- Bab 5 Ambisi Kamu Cukup Besar
- Bab 6 Telpon Dari Suamimu
- Bab 7 Tidak Mau Disini
- Bab 8 Seorang Budak Murahan
- Bab 9 Mencari-Cari Kesalahan
- Bab 10 Tidak Belajar Patuh
- Bab 11 Akulah Yang Bodoh
- Bab 12 Ketidakpuasan
- Bab 13 Skandal Besar Keluarga Terpandang
- Bab 14 Keterlaluan
- Bab 15 Mandi Dan Menungguku
- Bab 16 Cinta Berbahaya Di Kantor
- Bab 17 Cekik Dia
- Bab 18 Situasi Sulit
- Bab 19 Maaf
- Bab 20 Salah Paham
- Bab 21 Memeriksa
- Bab 22 Menutup Sebelah Mata
- Bab 23 Main-Main Saja
- Bab 24 Hambatan
- Bab 25 Melindungi Makanan
- Bab 26 Jatuh Ke Neraka
- Bab 27 Membalas Dendam
- Bab 28 Identitas
- Bab 29 Pergi Menjaga Di Luar Pintu
- Bab 30 Tidak Patuh
- Bab 31 Bencana
- Bab 32 Teman Dan Bukan Musuh
- Bab 33 Sengaja Mempersulitkan
- Bab 34 Aku Menyuapimu
- Bab 35 Aroma Parfum
- Bab 36 Menawarkan Diri Untuk Bersamanya
- Bab 37 Mencoba Mengetahui Info Orang Lain
- Bab 38 Tengah Malam Memanjat Dinding
- Bab 39 Aku Ingin Tidur Di Sisimu
- Bab 40 Kamu Membuat Aku Jijik
- Bab 41 Kompleks Oidipus
- Bab 42 Dibatasi Dinding
- Bab 43 Tanpa Harapan
- Bab 44 Membakar Diri Sendiri
- Bab 45 Berakting
- Bab 46 Berakting
- Bab 47 Mulutmu Penuh Dengan Bauku
- Bab 48 Serigala Adalah Serigala
- Bab 49 Mainan Kecil
- Bab 50 Tertarik
- Bab 51 Kebencian Terbesar
- Bab 52 Kamu Mencari Mati
- Bab 53 Undangan
- Bab 54 Berbagai Jenis Hitam
- Bab 55 Beruntung Atau Sial
- Bab 56 Lelucon Jahat
- Bab 57 Lebih Baik Berhati-hati
- Bab 58 Merangsang Dengan Kata-kata
- Bab 59 Sebanyak Apa Pun juga Tidak Mau
- Bab 60 Penculikan
- Bab 61 Lebih Baik Putus Saja
- Bab 62 Percaya Atau Tidak Percaya
- Bab 63 Cinta Yang Murahan
- Bab 64 Wajah Tampan Adalah Sebuah Kemenangan
- Bab 65 Jangan Menimbulkan Masalah
- Bab 66 Beraksi Juga
- Bab 67 Siksaan
- Bab 68 Nikamati Baik-Baik
- Bab 69 Hubungan Kakakmu Dan Istrimu Dekat
- Bab 70 Pencuri Yang Meneriaki Pencuri
- Bab 71 Coba Jelaskan
- Bab 72 Orang Yang Menyusahkan
- Bab 73 Masalah Yang Belum Diselesaikan
- Bab 74 Pemerasan
- Bab 75 Simpati
- Bab 76 Ayah dan Putri Keluarga Asnawi
- Bab 77 Manfaatkan Diriku
- Bab 78 Menjamin Ketidakbersalahannya Dengan Kematian
- Bab 79 Musuh Cinta Bertemu
- Bab 80 Orang Jahat Akan Mendapat Ganjarannya
- Bab 81 Masalah Pemakaman
- Bab 82 Hadiah Buruan
- Bab 83 Bunga Liar Sangat Harum
- Bab 84 Terpesona Oleh Pria Tampan
- Bab 85 Kelinci Yang Jatuh Ke Dalam Perangkap
- Bab 86 Menguping
- Bab 87 Pergi Ke Keluarga Junda
- Bab 88 Pesta Kapal Pesiar
- Bab 89 Melarikan Diri
- Bab 90 Penembakan Di Kapal Pesiar
- Bab 91 Chapter Terakhir