Kamu Baik Banget - Bab 50 Tertarik

Di samping telinga terdengar suara yang sedikit bising, ada suara roda mobil yang lewat, suara pejalan kaki yang sedang bermain dan becanda dan bisikan beberapa orang di depannya. Sahra ingin menutup telinganya, karena merasa sangat berisik.

Tidak tahu apakah karena terlalu berisik, kepala Sahra sedikit sakit dan jalan pemikirannya menjadi jauh lebih lambat.

Safrida terus menatap Sahra. Saat ini, dirinya merasa bangga, menyipitkan matanya dan menatap Sahra, nada suaranya sedikit arogan "Edo sendiri yang menelepon ayahku secara langsung dan mengatakan bahwa dia setuju untuk menikahiku. Kami akan segera bertunangan, tanyakan saja pada mereka jika kamu tidak percaya? "

Sambil berkata, Safrida menunjuk gadis-gadis di belakangnya.

Sahra menekan bibirnya, awalnya berwarna merah cerah, sekarang tampak jauh lebih redup. Sahra memegang erat tali kantong di tangannya, matanya langsung tertuju pada gadis-gadis itu secara spontan.

"Aku juga sudah dengar, haha, di masa mendatang, Safrida akan menjadi Nyonya Muda di keluarga Junda!"

"Safrida telah menyukai Tuan Muda Junda selama bertahun-tahun dan sekarang keinginannya sudah tercapai. Selamat ya!"

"Kudengar Direktur Junda tidak menyetujuinya dan Tuan Muda Junda yang mengambil inisiatif untuk menanggapinya. Tampaknya Tuan Muda Junda sangat menyayangi Safrida, demi menikahimu sampai rela tidak mematuhi ayahnya!"

...

Beberapa gadis kemudian bergegas memberi selamat kepada Safrida satu demi satu.

Entah mungkin karena cahaya matahari, mata Sahra terasa sedikit sakit. Sahra mengalihkan pandangannya dan tidak lagi melihat wajah mereka yang tersenyum.

Tapi Safrida tidak berencana untuk melepaskannya. Wajah Safrida penuh senyuman, tapi matanya penuh kebencian "Mulai sekarang, kamu akan menjadi adik iparku dengan Edo. Harap jaga aku dengan baik."

Tunggu setelah Safrida menjadi bagian keluarga Junda, Sahra jangan berharap bisa mendekati Edo lagi.

Sahra masih terlihat sangat acuh tak acuh, kemudian memberikan senyum ala kadarnya dan mengucapkan selamat tinggal, lalu pergi. Punggungnya dan pinggangnya tampak sangat lurus, langkah kakinya sangat stabil, seolah-olah tidak peduli dengan semua ini.

Melihat dirinya yang seperti ini, Safrida mencibir.

Cibiran itu terdengar di telinga Sahra, Sahra menekan bibirnya dengan kuat dan matanya melihat ke bawah.

"Aku akan menjadi Nyonya muda Junda yang sesungguhnya, apa menurutmu, kamu membeli beberapa mainan yang tidak berarti ini, Edo bisa langsung menjadi milikmu? Benar-benar lelucon!"

Suara Safrida sangat pelan saat mengatakan hal ini dan hanya Sahra yang bisa mendengarkannya. Punggung Sahra menegang, kemudian langkahnya berhenti sejenak lalu melangkah maju lagi.

Safrida memang berkata benar, Sahra merasa bahwa dirinya sendiri benar-benar terlihat seperti lelucon. Tapi meskipun lelucon, tetapi Sahra tidak membuang kantong di tangannya.

Kembali ke vila, langit sudah gelap. Sahra menyiapkan makan malam dan menunggu cukup lama tetapi tidak melihat Edo kembali.

Melihat makanan sudah mulai dingin, Sahra mengambil kotak makan dan mengemasnya, lalu memasukkannya ke dalam tas tangannya dan keluar. Sahra mengemudi sendirian pergi ke gedung kantor Edo dan kemudian langsung naik lift ke lantai atas.

Setelah lewat jam kerja, gedung perkantoran sangat sepi. Tapi masih ada lampu yang menyala di kantor Edo, jelas Edo masih ada di dalam.

Sahra menarik napas dalam-dalam, menenangkan diri dan mengetuk pintu.

“Masuklah.” Itu adalah suara Edo, suaranya jauh lebih rendah dari biasanya melalui lantai pertama.

Membuka pintu, hanya Edo sendirian yang ada di kantor. Edo duduk di meja dengan beberapa dokumen di depannya, tangan Edo sedang memegang pena abu-abu perak dan menulis, kepalanya tidak mendongak.

Setelah pintu tertutup, Sahra sengaja melihat tempat sampah. Tidak ada kantong makanan di tempat sampah itu, jadi Edo mungkin belum makan malam.

Kemudian mengeluarkan kotak makan dan meletakkannya di atas meja, Sahra berdiri dengan patuh di samping tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Edo mengangkat matanya, melihat kotak makan, kemudian menatap wajah Sahra. Hanya sekejap, tatapan acuh tak acuh kembali melihat dokumen di depannya.

Sahra menunduk dan hanya berdiri, menunggunya. Setelah kakinya mati rasa karena tidak tahu sudah berapa lama berdiri, pria itu akhirnya meletakkan pulpennya.

Edo mengusap batang hidungnya dengan tangannya, kelopak matanya yang tipis terkulai ke bawah, menunjukkan sedikit kelelahan.

“Makanlah dulu, semuanya makanan yang mudah dicerna.” Sahra tidak tahan dan berkata lebih dulu.

Edo akhirnya merespons. Edo menyandarkan punggungnya di kursi dan dengan malas mengangkat matanya, menatap Sahra. Mata Edo setenang air, tanpa ada jejak emosi.

Sahra mengatupkan kedua tangannya, tidak berani menatap mata Edo secara langsung. Sahra menggigit bibir bawahnya, warna bibir pucatnya agak kebiruan saat datang.

Edo tidak menatapnya lama dan dengan cepat mengalihkan pandangannya, kemudian menutup mata dan mulihkan tenaga.

Waktu terus berjalan setaip detik dan menit, Sahra semakin cemas saat melihat jarum jam menunjuk ke arah jam sepuluh malam. Sudah jam segini masih belum makan malam, meskipun terbuat dari besi, perut juga tidak akan tahan.

Sambil menggertakkan giginya, Sahra membuka kotak makan dan dengan cepat aroma makanan tersebar.

Pria yang matanya tertutup benar-benar tidak tergerak sama sekali dan masih menutup matanya.

Sahra menatap ke bawah, kemudian memberanikan diri mengambil sumpit dan menjepit sepotong tulang rusuk ke depan mulut Edo, dengan suara pelan dan hati-hati berkata "Ini tulang rusuk, cobalah?"

Melihat pria itu masih tidak bergerak, Edo membentangkan lagi sumpit di bibirnya.

Edo tiba-tiba membuka matanya saat tulang rusuk menyentuh bibir tipisnya. Begitu mengibaskan tangannya, tulang rusuk di tangan Sahra terbang dan jatuh.

"Pong!"

Karena pergerakannya yang berlebihan, kotak makan yang ada di meja juga ikut tersapu, jatuh ke lantai dengan suara yang tumpul. Sahra mencondongkan tubuh ke satu sisi, menoleh dan melihat makanan di kotak makan yang berserakan di lantai.

“Maafkan aku.” Kemudian berdiri tegak lagi, begitu membuka mulut, Sahra ternyata langsung meminta maaf.

Garis rahang Edo menegang, kemudian menatap Sahra dengan dingin. Edo tidak mengatakan sepatah kata pun dan Sahra juga tidak berani berbicara, membiarkan Edo menatap tubuhnya yang kaku.

“Apa yang ingin kamu lakukan?” Edo bertanya.

Sahra akhirnya memiliki keberanian untuk melihat langsung ke matanya, berkata dengan jelas "Aku ingin menjadi pelacurmu."

"Kamu dan Frodo adalah satu kelompok. Saat aku sibuk menghadapi Frodo..." Raut wajah Edo menghinanya dan berkata dengan nada dingin "Mengapa kamu masih berpikir bahwa aku masih tertarik untuk menidurimu?"

Sahra mengerutkan kening, mempertimbangkan kata-katanya "Lampiaskan amarahmu saat marah, tingkatkan gairahmu saat bahagia. Aku sangat patuh dan penurut."

Sahra bisa mengatakan hal seperti itu, benar-benar luar biasa. Selain itu, Sahra bisa mengatakan lebih banyak lagi.

Sahra menatapnya dengan tenang, suaranya masih sedikit mempesona "Aku adalah pembantu Frodo dan juga istrinya. Menempatkan aku di bawah tubuh untuk melampiaskan emosi, lecehkan sesuka hati, apakah perasaan ini tidak bisa membuatmu tertarik meniduriku? "

Edo menatapnya dalam-dalam, bibir tipisnya tertutup rapat.

Melihat Edo tidak berbicara, Sahra berusaha keras. Sahra perlahan-lahan menurunkan tangannya dari wajah, pada saat yang sama, mulutnya berkata "Wajahku terlihat bagus, leherku ramping dan putih, dadaku kencang dan montok dan pinggangku ramping. Dan di sini....juga kencang..."

Sahra menghentikan gerakannya dan mendekati Edo selangkah demi selangkah "Apakah ini juga tidak cukup untuk membuatmu tertarik ingin meniduriku?"

Saat Sahra mendekat, Edo mencium aroma yang akrab. Edo menatap Sahra dengan tenang, melihat wajah pihak lawan yang sedangn memerah seperti api terbakar, ujung jarinya gemetar, tetapi Sahra bahkan berpura-pura tidak peduli dan terus mengatakan perkataan yang sembrono.

Sahra begitu dekat, Edo bahkan bisa merasakan bahwa tubuh Sahra sedang gemetar.

“Edo, apa kamu tertarik meniduriku?” Wajahnya sudah memerah bagaikan darah, teapi Sahra tetap ngotot menanyakan pertanyaan ini.

Novel Terkait

Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
4 tahun yang lalu
1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
5 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
Hidden Son-in-Law

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu