Ten Years - Bab 9 Bola Voli Terlempar Kemari

Departemen pendidikan mengutamakan pendidikan, kota B adalah kota utama, dia berada ditengah-tengah pusat pemerintahan, bagaimanapun juga, dia juga harus mengikutinya.

Oleh karena itu, pelajaran olahraga satu-satunya setiap minggunya, disekolah Aurora sangatlah ramai dan senang, baju olahraga saja dibuatkan beberapa set untuk para murid, namun keluaran Xilin University pasti semuanya palsu, baik, nike, adidas dan lainnya, semuanya kwnya hingga sangat mirip seperti aslinya.

Kepala sekolah berkata sambil tersenyum, "Murid-murid, kalian tidak belajar dengan baik, mana bisa dikatakan baik terhadap orang yang membuatkan baju bermerk ini untuk kalian?"

Semua orang menyakininya dan mempercayainya, mereka merasa bahwa perkataan kepala sekolah mereka selama ini sudah bisa dilupakan saja.

iya, tidak untuk yang lain, kita juga harus baik terhadap merk ini, seperti adidas, nike, sungguh merk yang terkenal dan menarik.

Sayangnya, ketika musim dingin, cuaca tidaklah baik, angin sangatlah dingin, pohon juga menjadi botak, Aurora berpikir, jika daun adalah baju dari pohon, maka pohon juga cukup aneh, ketika musim panas berpakaian tebal, sedangkan pada musim dingin telanjang.....hahaha.

Kata telanjang ini saat itu tengah populer didalam sekolah, para anak laki-laki ketika membual, mereka sering berkata, dasar, jika aku tidak kenapa-kenapa, aku pergi berlari sambil telanjang.

Aurora merasa sangatlah lucu, didalam hatinya terus saja ingat dengan kata ini, namun tidak bisa mendapatkan kesempatan.

Oleh karena itu, ketika melihat pohon yang layu itu, waktu dan tempat yang kebetulan,dia mendapatkan lelucon ini, dan hatinya merasa sangatlah puas.

Guru olahraganya sering mengatakan satu hal, beraktivitas secara bebas, para laki-laki berkumpul dan bertempur dilapangan basket.

Para murid wanita yang berumur 16-17an itu, mereka sering bersama dan mengobrol sambil melihat kearah lapangan basket, orang yang berkumis ini yang mengenakan pakaian nike, adidaas ini dia mengira dirinya adalah Jordan, sebenarnya dia lemah, Itu yang rambutnya berminyak itu entah sudah berapa hari belum cuci, sungguh tidak bermoral dan beretika, sungguh hanya bisa dideskripsikan dengan sadis!

Aurora tidaklah terlalu mengerti mengenai basket, tapi ketika mendengar tanggapan dari para wanita, dia terus saja menahan ketawa, dan sesaat kemudian, para wanita semuanya diam dan terlihat bertindak elegan.

Aurora melirik dan melihat ada segerombongan murid kelas dua SMA sedang berdiskusi untuk bertanding dengan kelas mereka, orang yang memimpin itu kebetulan adalah Calvin, jam pelajaran ini kebetulan mereka juga adalah olahraga.

Evan melihat Calvin dan tersenyum licik, dia menepuk bahunya, sungguh terlihat adalah sahabat dari kecil, namun sayangnya drivingnya lemah dan shootingnya tidak masuk, sungguh membuat para wanita merasa sayang, "Aduh dasar kamu pelan sedikit, jika melukai Calvin, kamu juga tidak perlu masuk kedalam kelas lagi hidup-hidup!"

Calvin terlihat lembut pada tampang luarnya, dia menganggukkan kepalanya kepada para gadis, namun mendengar kata sahabat dari kecil, dia sangatlah merasa tidak senang, dia bingung entah kapan telah menyinggungnya, namun saudara sendiri juga tidak perlu dikasih enak, dia merebut bolanya dan lay up dengan mudah sekali.

Calvin berjalan dengan mudah, dia tersenyum dan mengagetkan para gadis, semua wanita merasa malu dengannya, dan mengatakan Evan tidak berguna, dan mempermalukan kelas mereka.

Evan mengerutkan keningnya, matanya melotot kearah para wanita, dan dia berkata "Kampret" yang terdengar jelas didalam lapangan olahraga.

Para wanita tahu akan sifat Evan, mereka lalu bubar dan bermain voli disamping sana.

Aurora ketinggalan sendiri, dia terdiam dan jongkok dipojokan, tangannya diluruskan, kedua tangannya dirapatkan, dia menerima bola dengan kedua tangannya, dia .....juga bisa main.

Disisi kiri, dilapangan basket, gerakan badan yang lincah dan keringat berkucuran, disisi kanan, gerakannya indah dan banyak senyuman.

Dirinya berada ditengah-tengah.

Dan dia merasa sepi.

Setelah jongkok sejenak, kakinya sedikit mati rasa, dia berdiri dan mengerakkan kakinya, setelah berdiri sejenak dan lelah, dia kembali jongkok.

setelah beberapa kali kemudian, Aurora merasa dirinya melakukan hal tidak berguna, lebih baik dia kembali ke kelas untuk mengerjakan soal fisika.

Mana tahu sekali dia berdiri, sebuah bola putih mengarah kearahnya.

"Dor!" Wajahnya dengan tepatnya menghantam bola voli.

Aurora memegang hidungnya dan berjongkok dilantai, air matanya berkucuran.

Seorang gadis berlari kearahnya dan menepuk bahunya dengan sedikit kasar, "Eh, Aurora Wen, apakah kamu tidak apa-apa?"

"Ti...ti...tidak." Aurora sedikit bingung, hidungnya sakit sekali, suaranya serak.

"Apa katamu?"

"Tidak apa-apa." Kepalanya pusing, terasa bintang mengintarinya.

"Apakah kamu bisa sedikit lebih kencang!" Gadis dari region utara memang terbuka seperti begitu, tidak suka lemah lembut, suara Aurora sangatlah kecil, gadis itu lalu menaikkan volume suaranya dan terlihat tidak sabaran.

Aurora sedikit terburu-buru, dia ingin meneriakinya, "Jika kamu yang dihantam bola voli, aku lihat kamu bisa berkata atau tidak." Namun sayangnya, bahasanya masih kurang lincah, dia lalu menutup mulutnya, dia terus menghipnotis dirinya dari hati, tidak sakit, tidak sakit.

Sebagai manusia, jika tidak meletuskan emosinya didalam diam, maka harus lebih diam daripada diam.

Beberapa detik kemudian, sebuah benda panas mengalir dari hidungnya dan keluar dari lubang tangannya.

tik tak.

Darah yang merah merona.

Aurora awalnya sudah sedikit pusing, disampingnya masih ada segerombongan orang, semakin dilihat semakin pusing, dia lalu pingsan.

Dia bermimpi, didalam mimpi semuanya putih dan ada rasa dingin yang kuat.

Ketika terbangun, dia menyadari bahwa dirinya mengenakan selimut dan terasa hangat yang mana sangatlah berbeda dengan kedinginan didalam mimpinya, dia membuka matanya dan melihat sebuah wajah yang familiar, Calvin.

"Kamu sudah bangun?" Lelaki muda itu tersenyum.

"Iya." Aurora tersenyum matanya yang hitam terlihat lembut.

"apakah masih sakit?" Suara Calvin sangatlah lembut dan menatapinya dengan tatapan sayang.

Aurora menatapi Calvin, dia juga tersenyum, mulutnya berbentuk bulan.

"Tidak sakit." Aurora mengelengkan kepalanya.

Aurora merasa dirinya tidak manja, anak keluarga miskin jika masih manja akan berakibat fatal.

kebiasaan yang telah dipeliharanya di keluarga Yun, baik terhantam pohon maupun batu, jika orang tuanya menanyakannya maka pasti tidak sakit.

Andrewlah yang punya hak untuk disayangi.

Calvin sedikit menyentuh hidung Aurora yang baru saja dihentikan darahnya oleh dokter.

Aurora bergegas mundur, dia menarik nafas dalam-dalam dan menatapi Calvin dengan kasihan.

Calvin tertawa, lesung pipinya sangatlah dalam, dia mengelus rambut Aurora, dan berkata, "Lihatlah ini, masih sakit, jika masih sakit jangan ditahan, ok?"

Mata Aurora langsung berubah merah, awalnya hidung yang dia rasa tidak terlalu sakit saat ini terasa sakit dan pedas, namun hatinya bagaikan terbakar, sangat menghangatkan.

Setelah kembali kekelas dari ruang uks, setiap tatapan orang kearahnya sangatlah aneh, terutama gadis-gadis, setelah kelas olahraga, selanjutnya adalah pelajaran belajar sendiri, Aurora merasa beruntung, dia kembali ke tempatnya dan bersiap untuk mengerjakan soal.

"Duh, si kasihan sudah kembali!"

Aurora mengangkat kepalanya dan melihat kearah depan, seorang gadis didepannya tengah melihatnya dengan tatapan aneh.

Aurora tercengang.

Para gadis lain ikut tertawa, dan menatapinya dengan tatapan tidak menghiraukan, para lelaki tidak mempedulikannya, dan terduduk disana, hanya merasa para gadis ini tamak dan begitu membosankan, mereka menunggu pertunjukan seru, tentu saja ini saat nya untuk mendengar gosip, lalu mereka mengerutkan kening mereka seolah sedang mengerjakan soal namun sejujurnya mendengar dengan fokus.

Aurora terus berpikir, dna dari manusia berasal dari ker saja apakah masih ada yang berasal dari kedelai?

"Aurora Wen, kamu ajari kita semua, mengapa bisa menghitung waktu setepat itu, ketika Calvin Wen kemari dan kamu pingsan?" Gadis yang melemparkan bola kearahnya itu berteriak kearah Aurora dan terlihat tersenyum namun dengan tatapan marah.

Aurora terhenti sejenak, dia menundukkan kepalanya dan terus mengerjakan soal.

"Untuk apa berpura-pura, kamu menjijikan."

Aurora merasa amarahnya memuncak, dia ingin berkata, "Calvin adalah kakakku." Namun Calvin adalah orang yang begitu menarik perhatian orang, begitu banyak orang menyukainya, dirinay tidak boleh membuat namanya menjadi jelek.

Ada seorang adik perempuan yang gagap dalam berbicara bukanlah sebuah hal yang baik, Aurora bukan tidak memandang dirinya sendiri, namun hanya saja didalam lingkungan seperti begini, melihat dirinya terlalu penting jelas lebih bodoh daripada memandang rendah dirinya sendiri.

Tentu saja hingga sekarang, ada banyak guru namun tidak ada satupun yang mengajarinya setelah difitnah masih harus menahannya.

Semua orang menatapinya, tatapan mereka ada yang mempermainkan, ada yang menyindir ada yang bangga, tidak ada satupun yang tulus terhadapnya.

Aurora diam dan mengeluarkan bola voli dari lemari dibelakang kelas, dan melemparkan kearah bahu gadis itu dengan tenaga yang pas.

"aduh." Sebuah teriakan terdengar.

Aurora melihat gadis itu, tatapan lembutnya tidak ada perasaan lain, dia berkata, "Apakah sakit?"

Wajah gadis itu menjadi merah, bahunya terasa sakit, didalam hatinya terasa marah, dia melotot Aurora, "Apa yang kamu lakukan?"

"Apakah kamu sedang berpura-pura?"

Aurora tersenyum.

Jika tidak merasakannya, bagaimana mungkin bisa merasakan sakit orang lain?

Orang lain memperlakukannya 100% dia hanya membalikaan 30% saja, namun 30% ini kebetulan ada harga diri, kesabaran dan ketenangan dirinya.

Namun, jika 100% ini seluruhnya adalah rasa baik dan kehangatan, maka Aurora akan membalaskannya dengan kali lipat, baik hingga keujung-ujungnya.

Hanya saja orang-orang ini tidak tahu, bahkan Evan yang kedepannya menjadi teman yang sangat baik dengannya juga terdiam saja.

Aurora tidak pernah mengingat dendam, namun hal ini akan selalu diingatnya.

Karena rasa difitnah oleh orang lain itu sekalipun dirinya yang sabar juga tidak pernah benar-benar melupakannya.

Benar-benar sangatlah menyedihkan, sendirian.

Hari itu, tahun itu.

Novel Terkait

My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
4 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
4 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
The Serpent King Affection

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
4 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
4 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
3 tahun yang lalu