Ten Years - Bab 12 Orang yang Tidak Bersedia Jadi Budak (1)

Ketika tangan Aurora menggenggam tiket kereta api, dia baru merasa semua ini nyata.

Dia akan segera meninggalkan tempat ini, Aurora seperti melepas beban berat, dengan gembira mulai bernyanyi: "Berdirilah, orang-orang yang tidak bersedia jadi budak......."

Dia bernyanyi dengan suara kecil, Wesley di sampingnya menopang dagu dengan tangannya, melihat Aurora seperti melihat makhluk aneh.

Wajah Aurora pun memerah.

"Nadamu lari." Wesley tertawa ringan, kemudian menghirup udara, dan bernyanyi, "Berdirilah! Orang-orang yang tidak bersedia jadi budak! Begini baru benar."

Kamu......yang nadanya lari.......

Aurora mengendus, namun tidak berani melawan, dia ingat Calvin pernah bilang berulang kali bahwa Wesley emosian.

Kereta jam 10 malam, masih ada setengah jam.\

Sekarang adalah saat-saat tahun baru imlek, jumlah orang di tempat penantian kereta sangat banyak. Wesley takut diinjak orang, oleh karena itu dia membawa Aurora berjongkok di sudut, mereka menanti pengecekan tiket.

"Kita mau ke Kota S?" Aurora bertanya dengan suara kecil.

Wesley berjongkok dan matanya bersinar, mengangguk.

"Kenapa?" Aurora diam-diam merasa senang di dalam hatinya, Kota S sangat dekat dengan Desa Wushui, hanya perlu 2 jam dengan mobil.

"Aku kemarin malam bermimpi, bermimpi melihat Kota S." Wesley berkata ringan, nadanya malas.

"Kamu pernah ke Kota S?" Aurora bertanya.

"Tidak." Wesley menggelengkan kepala.

"Kalau begitu kenapa bisa bermimpi Kota S?" Aurora menatapi Wesley.

"Di dalam mimpi ada orang yang memberitahuku, disana ada banyak orang cantik sepertiku, ada banyak makanan enak dan tempat yang bagus." masker Wesley sedikit menurun, dia tersenyum, bibirnya merah merona, seperti dibalut madu.

Aurora langsung tertawa keras.

"Penduduk kereta api nomor 313 mohon perhatiannya, penduduk kereta api nomor 313 mohon perhatiannya......" suara perempuan yang manis.

"Pemeriksaan tiket sudah dimulai." Wesley berdiri, sarung tangan yang tebal menepuk debu di ranselnya, kemudian dia gantung di bahunya.

Aurora pernah memikul ransel itu, tidak tahu apa isinya, tapi sangat berat.

Dia mengikuti Wesley dari belakang, melihat kesana kemari dengan penuh rasa penasaran. Satu-satunya alat transportasi yang pernah dia naiki adalah mobil, ini pertama kalinya dia naik kereta api.

"Jangan melihat kesana kemari, ada orang yang menculik anak-anak." suara Wesley yang ditutupi masker terdengar sedikit tertutup.

Aurora menarik tatapannya, menatapi Wesley, merasa sedikit malu.

Dia.......bukan anak kecil.

Petugas yang memakai seragam memakai sarung tangan putih, dia berdiri di pintu pemeriksaan tiket. Aurora dengan gembira menyerahkan dua tiket kepada petugas tersebut, petugas tersebut memeriksa tiket sambil tersenyum berseri, berkata kepada Wesley: "Kalian kakak adik baru pertama kalinya pergi jauh, kan, sebagai kakak, ingat harus menjaga adik perempuanmu dengan baik!"

Wajah Wesley yang tidak tertutup masker pun memburuk, dia mengambil tiket, tidak bersuara dan melangkah lebar ke arah platform kereta.

Aurora sambil tersenyum kepada petugas sambil mengikuti Wesley dari belakang.

Pantas saja, Wesley begitu cantik, dan juga memakai pakaian pink dari atas sampai bawah, orang yang tidak kenal dengannya rata-rata mengira dia adalah anak perempuan. Tapi jelas terlihat, Wesley tidak senang.

Tapi Aurora mana tahu, Wesley tidak hanya tidak senang, dia marah. Dari kecil sampai sekarang, yang membuatnya paling kesal adalah orang lain menganggapnya sebagai anak perempuan.

Setelah melewati pemeriksaan tiket, Aurora berkeringat dingin, dia sampai sekarang tidak pernah melihat begitu banyak orang. Di platform kereta sangat ramai dan ribut, lautan orang hampir membuatnya tenggelam.

Setelah dengan susah payah berhasil naik kereta, tapi sebagian besar orang berdiri di pintu kereta, bermaksud menunggu orang lain duduk, dan pergi setelah sudah tidak begitu ramai. Akhirnya, semua orang berpikir seperti itu, semakin lama semakin ramai.

Di gerbong ini, Aurora hampir menangis, lelaki besar dan tinggi di sampingnya menginjak kakinya namun sama sekali tidak sadar. Dia berusaha berteriak, tapi di dalam kereta terlalu ramai, lelaki itu sama sekali tidak dengar.

Wesley bersandar di jendela, setidaknya masih sedikit lenggang, dia melihat Aurora digencet sampai hampir menangis, dia pun berteriak keras: "Hei, paman disitu, kakimu apa tidak terasa janggal?!"

Suara Wesley lumayan besar, lelaki besar dan tinggi itu dengar tapi tidak mengerti, dia hanya menatapi mata besar dan bersinar Wesley, membeku.

"Persetan!" Wesley marah dan menghujat, dia menarik lengan Aurora dengan kuat dan menariknya ke depan dadanya, kedua tangannya bertopang pada dua sisi jendela, sedikit membungkukkan badan, memberi Aurora sedikit tempat kosong, membiarkan Aurora berdiri di pelukannya.

Badan Aurora seketika relaks, menunduk melihat sepatu ketsnya, terlihat jelas bekas injakan, dia mendongak, di depannya terlihat dagu tajam dan putih Wesley.

Kereta bergoyang-goyang, jaket merah muda Wesley kadang bisa menyentuh hidungnya, dia mencium aroma susu yang segar, bersih dan segar, wajahnya memerah tanpa terkendali, membuatnya sedikit canggung.

10 menit kemudian, para penumpang mulai bubar, Aurora menghela nafas lega.

Wesley melihat Aurora dengan pandangan datar, dan mulai mencari tempat duduknya menurut nomor kursi di atas tiket.

"23,24....."

Aurora menarik sudut pakaian Wesley, menunjuk ke arah dua kursi di sebelah kiri, dia bisa merasakan Wesley bernafas lega.

Wesley menaruh ranselnya dan kemudian duduk di tempat dekat jendela.

Aurora duduk di samping Wesley, melihat jam tangannya, jarum jam hanya berjarak satu dari jam 12. Gerbong kereta juga perlahan-lahan hening.

Kereta api berbunyi gejes, gejes, Aurora mendengar suara angin yang lewat, merasa dirinya sangat, sangat lelah........

Ketika dia membuka mata lagi, dia sudah duduk di luar rumah keluarga Yun.

Dia melihat tungku obat yang familiar, melihat kipas tua di tangannya, api jingga itu kecil, tidak membakar, tidak hangat, namun terus menarik harapannya.

Dia tidak tahu waktu sekarang, Blacky, anjing peliharan keluarga Yun berbaring di samping kakinya, sama seperti dia, menghentikan seluruh perubahan di dunia ini. Di matanya hanya ada tungku obat ini, menunggu dirinya tenggelam oleh aroma obat ini.

Melewati hidupnya seperti ini, sepertinya juga tidak buruk.

Lama dan permanen, hanya sebuah tungku obat, sebuah kipas tipis, tidak ada keinginan, yang berarti tidak ada kesusahan dan kesakitan.

Di kenyataan yang begitu besar dan familiar, dia yakin dia sedang bermimpi. Tapi, apakah tungku obatnya, Blacky-nya, dianya yang adalah sebuah mimpi, atau Wesley yang duduk di sebelah jendela kereta api, atau Calvin yang bersedih di kamar pasien barulah sebuah mimpi?

Novel Terkait

CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
4 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
3 tahun yang lalu
Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
3 tahun yang lalu
Wanita Pengganti Idaman William

Wanita Pengganti Idaman William

Jeanne
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu