Ten Years - Bab 23 Susu dan Arak (2)

"Cih, sudah ku duga kamu tidak akan berbicara jujur. Kamu sudah hidup bertahun-tahun tidak pernah alergi serbuk sari. Mengapa tahun ini kamu bisa alergi serbuk sari? Gunakanlah alasan yang lebih bagus untuk membohongi aku. Kamu pikir aku sama bodohnya seperti kamu?"

Evan Xin terdiam.

"Evan, sebenarnya apa yang kamu pikirkan?" Aurora merasa dirinya tidak mampu mengetahui isi pikiran remaja ini.

"Tidak memikirkan apa-apa." Suara Evan Xin terdengar kering.

"Palingan juga ingin menambahkan tinggi badanmu agar cocok dengan gadis itu bukan?" Wesley Yan menjawabnya dengan tak acuh.

Pipi seseorang bersemu merah.

"Evan, kamu masih memikirkan masalahmu dengan Rosemary Chen?" Calvin kebingungan.

Dia mengira Evan Xin hanya tertarik sesaat karena bertemu dengan gadis cantik. Tidak menyangka Evan Xin serius.

Wesley Yan menggerakan mulutnya dan menatap Calvin dengan tidak berdaya berkata, "Calvin, bukannya kamu kenal dekat dengan Rosemary Chen? Bantulah anak ini. Jika tidak anak ini setiap hari mencari ide-ide gila yang membuat aku merasa terganggu."

Calvin tercengang selama beberapa saat dan dengan kaku berkata, "aku akan mencobanya."

Evan Xin seperti memakan obat mujarab, tidak sampai dua hari, dia sudah pulih.

Pertandingan basket sekolah menegah atas di Kota B sudah mau dimulai, Calvin dan Evan Xin merupakan anggota dari tim basket. Setiap hari mereka berlatih hingga sangat malam. Wesley Yan tidak memiliki kesabaran untuk menunggu mereka berdua, akhirnya dia pun pulang bersama Aurora setiap hari.

Suatu saat, ketika sudah mau sampai di rumah, ternyata cat minyak yang baru saja dibeli Wesley Yan tertinggal di ruang kelas. Dia pun menyuruh Aurora untuk pulang terlebih dahulu, dan dia kembali ke sekolah.

Aurora sudah makan malam di rumah, mandi, menemani ibu dan kakeknya menonton televisi dalam waktu yang cukup panjang, tetapi Calvin masih saja belum kembali.

Ibu Aurora Wen mengadahkan kepalanya dan melihat ke arah jam dan berkata, "sudah pukul setengah sembilan, Calvin masih bermain basket di sekolah?"

"Akhir-akhir ini mereka berlatih dengan cukup keras karena hari perlombaan sudah semakin dekat." Aurora menjelaskan kepada ibunya yang sebenarnya dia tidak merasa yakin atas ucapannya.

"Oh, selama bukan sembarangan pergi itu tidak masalah." Ibu Aurora Wen mengangguk-anggukkan kepalanya dan menatap mertuanya sambil tertawa berkata, "ayah, Anda jangan menunggu kembali, tidurlah terlebih dahulu. Kacamata sudah merosot hingga ke atas hidung."

Kakek Wen memang benar sudah mengantuk, dia pun mengangguk-anggukkan kepalanya.

Kaki Kakek Wen terluka ketika mengikuti perperangan di Vietnam, Aurora khawatir kaki kakeknya merasa kebas karena duduk terlalu lama, dia pun mengandeng lengan kakeknya untuk berdiri dan memapah kakeknya ke dalam kamar.

"Ibu, kamu juga beristirahatlah, aku menunggu Calvin." Setelah Aurora selesai merendam kaki kakeknya, dia kembali ke ruang tamu.

"Aku tidak mengantuk." Ibu Aurora Wen tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.

"Ibu, kamu pasti kelelahan karena bermain piano, aku akan memijati kamu." Aurora menatap ibunya dengan cemas.

Ibu Aurora Wen tertegun, lalu menganggukkan kepalanya.

Teknik memijat Aurora Wen sangatlah hebat. Dia bertahun-tahun berada di atas ranjang rumah sakit, selama itu Aurora yang memijat kakinya setiap hari. Aktivitas ini berlanjut hingga bertahun-tahun, sudah pasti tekniknya menjadi bagus.

Ibu Aurora Wen merasa pundaknya sangat nyaman. Tidak selang berapa lama, dia tertidur. Begitu dia tersadar, putrinya sedang tersenyum menatapnya.

"Semakin tua semakin mudah mengantuk." Ibu Aurora Wen tersenyum sambil menepuk-nepuk tangan putrinya.

Dulu Zoey juga pernah memijati dirinya tetapi tangan kecil itu tidak tahu harus menekan bagian yang mana. Tetapi dia selalu membujuknya berkata, "ibuku merupakan ibu tercantik di seluruh dunia. Ibu lihatlah aku yang begitu berbakti, kamu harus lebih menyayangi aku daripada kakak!"

Setiap kali dia selalu berhasil dibuat tertawa oleh Zoey.

Ibu Aurora Wen tersenyum begitu mengingat masalah yang sudah berlalu.

"Ibu, tunggu aku sudah bisa menghasilkan uang dengan kerja keras sendiri, aku akan membelikan kursi pijat untukmu." Aurora menggenggam tangan ibunya, berkata dengan suara pelan dan pipinya bersemu merah.

Dia tetap masih tersenyum dan menerima dengan lapang niat baik putrinya dan mengelus wajah anaknya dengan lembut dan berkata dengan serius, "baik, aku menunggunya."

Dia merasa begitu bahagia dan terharu.

Dia berpikir bahwa dirinya memang sudah berumur. Hanya orang yang sudah berumur barulah begitu mengharapkan perhatian dari anak-anaknya. Hanya orang yang sudah berumur yang memiliki keinginan agar anak-anaknya dapat hidup dengan bahagia.

Apakah benar-benar tidak ada solusi yang saling menguntungkan kedua belah pihak di dunia ini?

Dia berpikir cukup panjang. Tetapi dia langsung memasuki dunia mimpi, dan dia merasakan kenyamanan dan merupakan sebuah cara yang tidak akan menyakiti satu orang pun.

Anggota Keluarga Wen, selain Aurora, semuanya sudah tertidur, tetapi Calvin masih saja belum kembali.

Ketika dia ingin membenamkan kepalanya, tiba-tiba dia terdengar sebuah suara.

Aurora beranjak dan melihat ke arah Calvin yang sedang mengamati keadaan di ruang tamu.

"Ibu dan kakek sudah tidur, tidak apa-apa." Aurora tertawa.

Calvin menghela nafas dengan lega dan berjalan memasuki ruang tamu.

Aurora terkejut melihat pakaian remaja ini robek dan sudut bibirnya yang membiru.

"Aurora, kamu jangan memberitahu kepada siapa pun mengenai aku yang terluka hari ini, mengerti?" Ekspresi Calvin sangat serius.

Aurora menganggukan kepalanya dan bertanya, "siapa yang memukulnya?"

Calvin ragu-ragu sejenak, melihat tatapan Aurora dan akhirnya membuka mulutnya dengan canggung berkata, "........Wesley Yan."

Keesokkan harinya, Aurora bertemu dengan Wesley Yan, dia sudah ingin membuka suara dan bertanya selama beberapa kali, tetapi akhirnya dia memilih diam.

Ekspresi Wesley Yan muram hingga siang, dia pun melemparkan satu pertanyaan berkata, "Rosemary Chen, apakah kamu memiliki kekasih?"

Rosemary Chen terkejut dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

Wesley Yan menaikkan alisnya bertanya, "bagaimana dengan aku? Apakah aku cocok denganmu?"

Evan Xin dan Aurora membeku.

Rosemary Chen: "Wesley Yan, apakah kamu sedang bercanda?"

Wesley Yan menatapnya dengan datar dan berkata, "aku tidak pernah bercanda mengenai hal seperti ini."

Rosemary Chen meliriknya sekilas dan menjawab dengan dingin, "Wesley Yan, kamu sangat percaya diri bahwa aku akan menerima kamu ya?"

Setengah bibir Wesley Yan rileks, dengan ringan mengangkat bahunya berkata, "menurutmu?"

Rosemary Chen tersenyum tipis dan berkata, "baiklah, aku tidak mempedulikannya."

Evan Xin tertegun selama dua detik, pada detik ketiga, dia langsung keluar dari ruang kelas.

Aurora juga keluar dari kelas dan mengikuti Evan Xin.

"Kamu kembalilah, jangan ikuti aku!" Evan Xin berteriak kepadanya sambil berlari.

"Aku tidak mau!" Aurora juga berteriak kepada remaja itu.

"Aurora Wen aku tahu kamu sangat membenciku karena dulu aku suka menindasmu. Kamu sedang menunggu kesempatan untuk menertawakan aku. Sekarang kamu sudah melihatnya, kamu begitu senang!" Mata Evan Xin memerah.

"Aku memang senang!" Aurora menggertakkan giginya dan berlari ke arah remaja itu.

"Aku membencimu! Mengapa kamu masih berpura-pura menjadi orang baik setelah kamu mengusir Zoey dan membuat semua orang menyukaimu!" Evan Xin menggosok matanya tetapi air matanya meluncur jatuh.

"Aku juga tidak menyukaimu! Kamu jahat!" Mata Aurora juga memerah.

"Untuk apa kamu lari begitu cepat! Kamu ingin cepat-cepat bereinkarnasi!" Evan Xin melihat Aurora yang hampir menabraknya sambil memarahinya sambil menangis.

"Bukankah kamu itu pria, mengapa kamu menangis!"

"Jika orang yang kamu sukai direbut oleh saudara terdekatmu, apakah kamu tidak akan menangis?"

"Aku tidak ada saudara!"

"Pergilah! Kamu menganggap......kakak kamu, Wesley Yan dan aku.........sudah mati ya!"

"Kamu sendiri yang mengatakan kamu membenci aku............"

"Sebagaimana aku membenci kamu, kamu tetaplah saudaraku!"

Aurora menarik nafasnya dan berlari ke sisi Evan Xin.

"Apakah kamu........pernah........berlatih......lari maraton.........." Evan Xin kehabisan nafas. Pada akhirnya, kakinya melunak dan terjatuh di atas lapangan sepak bola dan terengah-engah.

Wajah Aurora memerah, dia tidak bersuara. Dia teringat kejadian dimana dia dikejar oleh Ayah Aurora Yun mengelilingi desa. Kekuatan berlarinya ini timbul dari kejadian itu.

"Mengapa kamu........tidak berbicara?" Keringat Evan Xin mengalir ke lehernya.

"Evan Xin, kamu jangan menangis lagi ya?"

"Siapa.....siapa yang menangis?" Remaja itu mengendus-endus hidungnya dan merasa dirinya sangat normal. Tetapi ada cairan yang terus saja muncul membuat pandangannya menjadi kabur.

"Untukmu...." Aurora memberiikan sapu tangan kepada remaja itu.

Evan Xin menghapuskan air matanya dengan sapu tangan dengan kasar dan terendus sebuah bau aneh. Dia mengendus-endus dan menyadari bau tersebut berasal dari sapu tangan tersebut.

"Bau apa ini?"

"Ah! Nasi tim. Kemarin mengelap di atasnya......."

"Nasi tim yang dimasak dengan kaos kaki bau, sepatu bau dan sampah ya!"

Hehe, sepertinya iya.

Aurora meganggukan kepalanya sambil menatap tatapan Evan Xin yang putus asa.

"Aurora Wen, aku ingin membunuhmu!"

Novel Terkait

Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
4 tahun yang lalu
The True Identity of My Hubby

The True Identity of My Hubby

Sweety Girl
Misteri
4 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Hidden Son-in-Law

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
5 tahun yang lalu
Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
4 tahun yang lalu
 Istri Pengkhianat

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu