Istri Pengkhianat - Bab 70 Ayo Kita Pulang (End)
Setelah berjalan beberapa saat, akhirnya Oktavia sampai di rumah. Dia memikirkan telepon dari Marena tadi yang menceritakan sikap Irwandi kepadanya, di saat yang sama dia juga harus membujuk Marena untuk menghiburnya. Mereka berdua berbicara di telepon untuk waktu yang lama.
Setelah mengakhiri teleponnya, Oktavia dengan matanya yang memerah membuatnya untuk duduk sebentar. Saat dia selesai mandi dan bersiap untuk tidur, bel pintu rumahnya berbunyi. Di layar yang terletak pada dinding itu, terlihat Marena berdiri sambil menangis di luar rumah, Oktavia menghela napas dalam-dalam, kemudian membukakan pintu.
Saat memasuki rumah dan melihat Oktavia, Marena langsung memeluknya dan mulai meledakkan tangisannya. Mata Oktavia juga menunjukkan kesedihan, setelah menutup pintu, dan sambil memeluk Marena, dia mengarahkannya untuk duduk di sofa ruang tamu, lalu mencoba menghiburnya.
“Apakah benar sudah tidak ada harapan?” Marena bertanya sambil terisak.
Oktavia ragu sejenak, “Menurutku, untuk saat ini sudah tidak ada harapan.” Dia berhenti sejenak, lalu melanjutkan perkataannya, “Marena, tidakkah kamu memahami Irwandi. Masalah yang sudah dia putuskan, sangat jarang untuk bisa diubah.”
“Tapi ini adalah pernikahan, ini masalah perasaan.” Kata Marena dengan isakan tangisnya. “Kenapa dia begitu kejam!”
“Kamu harus mengetahui kepribadiannya.” Oktavia mengatakannya dengan hati-hati, “Sejak kecil dia sudah hidup sendiri dan bekerja keras, kepribadiannya yang keras kepala membuat harga dirinya semakin kuat. Sebenarnya, dalam hati Irwandi sangat kurang dengan perasaan aman, dia hanya memiliki rasa kesepian, yang akhirnya membuatnya memiliki sedikit kepribadian introvert.
Karena itu, dia mudah untuk tidak menerima. Tapi saat dia menerima, berarti itu dia lakukan dengan sepenuh hati. Pernikahan kalian adalah contoh yang baik. Sekarang, apa yang sudah kamu lakukan, itu sangat menyakitinya. Bagaimana bisa membuatnya untuk mempercayaimu lagi, dan bagaimana juga dia bisa bersedia memulai hidup bersamamu lagi!”
Mendengar perkataan Oktavia, Marena berhenti menangis, dia tercengang, dan bergumam, “Bagaimana kamu tau kepribadian Irwandi?”
Sepasang mata Oktavia terlihat panik sejenak, namun dia menutupinya, “Kamu lupa? Aku adalah seorang guru, aku pernah belajar psikologi sebelumnya.”
“Lalu kenapa kamu tidak memberitahuku sejak awal?” Marena kembali menangis.
“Aku pikir kamu sudah memahaminya.” Kata Oktavia menenangkannya, “Kalian sudah bersama selama beberapa tahun.”
Mendengar kalimat ini, Marena kembali menangis dalam pelukan Oktavia.
Waktu cepat berlalu, dalam sekejap mata tak terasa waktu sudah satu bulan berlalu. Dalam waktu satu bulan lebih ini, meskipun Marena sudah mengirimkan sms ke Irwandi berkali-kali, dan juga meminta sahabatnya mencari Irwandi untuk mengajaknya bertemu, dan lain-lain.
Irwandi sama sekali tidak menggubrisnya. Hanya terkadang, Oktavia meminta Irwandi mengajak Kendo keluar untuk bermain dan berjanji bahwa hanya mereka berdua saja yang keluar, barulah dia menyetujuinya.
Di saat yang sama, dalam satu bulan lebih ini, Cikka juga sering mengajak Irwandi keluar, Irwandi hanya menyetujuinya dua kali pertama, tapi di dalam perkataannya, menujukkan bahwa dia memperlakukannya sebagai adik perempuannya.
Setelah beberapa waktu terlewati, hari ini, saat Irwandi sedang bekerja, di komputernya, dia menerima email dari Cikka.
Saudaraku, aku pergi dulu. Sesuai rencana orang tuaku, aku akan pergi sekolah ke luar negeri. Awalnya aku tidak ingin pergi, karena aku tidak rela meninggalkanmu. Tapi, suatu ketika, aku tidak sengaja melihatmu berjalan bersama seorang wanita di maam hari (kamu tidak menyangka kan, aku juga tinggal di komplek situ).
Kemudian, setelah mengamati dan mengetahui hubunganmu dengan anaknya juga sangat dekat. Aku sangat sedih, aku sudah berusaha mendekatimu, tapi kamu selalu menolak, menolak cintaku kepadamu! Aku tidak senang, akhirnya aku mencari wanita yang bernama Oktavia itu.
Setelah melakukan percakapan dengannya, aku baru mengetahui bahwa dia benar-benar mengerti kamu, terlebih lagi dia juga memahamimu, dan juga mencintaimu lebih dari aku mencintaimu. Jadi, aku memutuskan untuk pergi! Meskipun masih ada perasaan tidak rela! Aku akan sekolah di luar negeri selama tiga tahun, jika setelah tiga tahun aku kembali, dan kamu masih belum menikah, aku tidak akan menyerah untuk mendapatkanmu!
Aku percaya dengan diriku sendiri, beri aku waktu. Aku akan memahamimu lebih dari Oktavia memahamimu, dan juga mencintaimu!
Dan lagi, dalam beberapa waktu ini, Marena juga pernah mencariku, pernah berbicara denganku. Aku juga dengan jelas memberitahu Marena bahwa aku mencintaimu, sangat sangat mencintaimu!
Selesai melihat isi email itu, Irwandi tiba-tiba menyadari bahwa dia sudah lebih dari dua bulan tidak bertemu dengan Cikka!
Setelah menyalakan rokoknya, dia bersandar pada kursi dan kemudian menarik napas dalam-dalam. Irwandi mengambil ponselnya, kemudian menelpon Cikka. Tapi, ponselnya sedang dalam keadaan dinonaktifkan.
Ponsel yang baru saja diletakkannya tiba-tiba berdering, Irwandi melihat panggilan itu dari bibinya, lalu dengan cepat dia menerimanya, “Bibi”.
“Irwandi, kamu sudah bercerai?” pertanyaan yang langsung ditanyakan oleh bibinya, “Masalah yang begitu besar seperti ini, kenapa tidak bilang kepadaku, apakah kamu ingin membuatku marah?”
“Bibi, bagaimana kamu tahu?” Irwandi terkejut.
“Bagaimana aku tahu? Kalau Marena tidak menelponku, kamu akan menyembunyikannya sampai kapan!” Bibi Sinta sangat marah.
“Bibi, aku minta maaf, jangan marah.” Irwandi cepat-cepat menjelaskan, “aku ingin menjelaskan kepadamu dan paman saat kita bertemu langsung.”
Setelah bibi marah-marah di telepon, lalu bibi bertanya, “Sebenarnya apa yang membuat kalian bercerai? Marena menangis sedih saat menelponku, lalu dia bilang ingin mempunyai anak, tapi kamu tidak menyetujuinya.”
“Bibi.” Irwandi memanggilnya, “dia sudah keterlaluan.”
“Apa?” Bibi berteriak kaget, dan berkata dengan marah, “sungguh tidak tahu malu.” Kemudian dia berkata bahwa dia akan segera datang.
Setelah Irwandi membujuk bibinya akhirnya bibi itu tanpa ragu berkata, “kamu tidak perlu berbicara lagi, aku akan memindahkanmu untuk bekerja di kota Bruenos sesegera mungkin.”
Setelah mengobro beberapa kalimat lagi dengan bibinya, Irwandi menutup teleponnya dengan senyum masam.
Setelah beberapa saat, ponsel Irwandi berdering lagi, dan dia melihat panggilan dari Oktavia, sempat ragu sejenak, lalu dia mengangkat telepon itu.
“Irwandi, besok adalah hari sabtu, apakah kamu ada waktu?” Oktavia bertanya dengan lembut.
“Aku tidak ada acara saat ini, ada apa?” Irwandi bertanya sambil tersenyum.
“Aku ingin memintamu mengajak bermain Kendo.” Kata Oktavia dengan bahagia.
“Oke. Aku juga sudah beberapa lama tidak bertemu Kendo.” Irwandi menyetujuinya dengan tersenyum.
Hari berlalu begitu jelas, Irwandi juga berubah, dia menjadi lebih baik dari sebelumnya. Setiap waktu dia menelpon bibinya, walaupun di telepon bibinya sering mendesaknya untuk segera mencari wanita lain. Tapi yang dipikirkan Irwandi saat ini adalah masalah kebahagiaan.
Kadang juga keluar untuk makan bersama dengan rekan kerja, bernyanyi bersama rekan kerja. Saat liburan juga menyempatkan untuk menemani Kendo bermain. Selama ini, Cikka terus menerus mengirim email, semua emailnya menceritakan kehidupannya sekolah di luar negeri dan beberapa fotonya di asrama ataupun di luar ruangan. Semua ini ditanggapi Irwandi satu per satu, menyemangatinya untuk belajar dengan baik di luar sana, dan mengatakan kepadanya untuk memperhatikan keselamatannya di sana. Tapi, saat Cikka meminta fotonya, Irwandi tidak menyetujuinya.
Sebelum perayaan Festival Musim Semi, Irwandi pulang ke rumah bibinya, menjelaskan kepada bibinya masalah perceraiannya, dan juga sesekali berdiskusi dengan pamannya. Pada hari Tahun Baru, pada sepupu dan keluarga mereka juga pulang ke rumah, Irwandi dengan senang hati mengabaikan keberatan bibinya dan memasak sendiri makanan, dan menyiapkannya di atas meja, lalu menghabiskan Festival Musim Semi yang bahagia dan sempurna bersama mereka.
Setelah melewati Festival Musim Semi, dan setelah sekitar satu bulan lebih kembali bekerja, Irwandi tiba-tiba menerima perintah dari atasan untuk memindahkannya ke PLN di Kota Bruenos. Meskipun terasa mendadak, tapi Irwandi sama sekali tidak keberatan. Dia membuat laporan khusus kepada Ketua Direktur Miguel dan di saat yang sama juga mengadakan perjamuan perpisahan untuk Ketua Direktur Miguel dan Direktur Brusto dari Departemen Administrasi.
Setelah selesai menyerahkan pekerjaannya, di acara jamuan perpisahan di ruang jamuan. Lebih dari seminggu kemudian, di saat sehari sebelum rumahnya dijual, Irwandi memasak beberapa makanan di rumahnya, dan meminta Oktavia dan Kendo untuk datang makan bersama, lalu keesokan harinya dia meninggalkan Kota Brigil.
Dua bulan lebih berlalu, musim semi telah tiba. Suatu hari, Irwandi yang sedang bekerja di Kota Bruenos, saat pulang kerja dia berbicara dan tertawa bersama dengan rekan-rekan kerjanya saat keluar dari pintu perusahaan. Saat melihat seorang wanita yang cantik dan menawan berdiri di depannya, dengan menggandeng seorang anak di tangannya, wanita itu melihatnya tersenyum, dan anak itu melihatnya dengan gembira.
Irwandi dengan cepat berjongkok untuk memeluk anak itu, dan mencium pipinya, kemudian dia memandang wanita itu dengan penuh semangat, “Kamu sudah datang!”
“Iya.” Wanita itu memandangi Irwandi dengan malu-malu, “Aku sudah datang, dan tidak akan pergi lagi!”
“Baiklah!” Irwandi meraih tangan wanita itu, “Ayo kita pulang!”
(End)
Novel Terkait
Beautiful Lady
ElsaLove at First Sight
Laura VanessaSang Pendosa
DoniCantik Terlihat Jelek
SherinThe Gravity between Us
Vella PinkyBaby, You are so cute
Callie WangAir Mata Cinta
Bella CiaoIstri Pengkhianat×
- Bab 1 Siapa Laki Laki ini
- Bab 2 Memudarnya Cinta
- Bab 3 Kebohongan Istri
- Bab 4 Salah Kaprah
- Bab 5 Rumah Yang Rapi Dan Bersih
- Bab 6 Menghubungi Sahabat Istri
- Bab 7 Istri Tidak Mengangkat Telepon
- Bab 8 Marena Berada di Hainan
- Bab 9 Menguak Kebohongan Istri
- Bab 10 Makan Dan Memergoki Perselingkuhan
- Bab 11 Pernikahan Yang Terlihat Bahagia
- Bab 12 Cerita Oktavia
- Bab 13 Marena Pulang
- Bab 14 Melihat Durex Lagi
- Bab 15 Pertama Kalinya Suami Istri Bertengkar
- Bab 16 Kesalahan Dalam Berdalih
- Bab 17 Tidak Beruntung Menjadi Suaminya
- Bab 18 Memeriksa CCTV Komplek Perumahan
- Bab 19 Kebingungan Marena
- Bab 20 Teringat Padanya
- Bab 21 Dari Bangga Berubah Menjadi Kecewa
- Bab 22 Meminta Bantuan Sahabat
- Bab 23 Sahabat pun Memandang Rendah Dirinya
- Bab 24 Tidak Bisa Kembali Lagi Ke Masa Lalu
- Bab 25 Sojun yang Datang Mencari
- Bab 26 Ayah Mertua dan Ibu Mertua
- Bab 27 Yang terpenting adalah Kamu.
- Bab 28 Kembali ke dulunya.
- Bab 29 Ujian Pernikahan
- Bab 30 Mengintimidasi Sang Istri
- Bab 31 Memutuskan Mencari Detektif
- Bab 32 Bersedia Membantu
- Bab 33 Menutupi
- Bab 34 Mencari Perusahaan Detektif
- Bab 35 Negosiasi
- Bab 36 Balas Dendam Atau Cinta Yang Tidak Jelas
- Bab 37 Kesadisan Istri
- Bab 38 Sombong Yang Palsu
- Bab 39 Permintaan Dari Panggilan Tidak Dikenal
- Bab 40 Menceritakan Keseluruhan Cerita
- Bab 41 Donita yang Tidak Bisa Tahan Lagi
- Bab 42 Apakah Masih Mencintainya?
- Bab 43 Dendam Welly Dan Sojun Lu
- Bab 44 Masuk ke Dalam Jebakan
- Bab 45 Solusi Sojun Lu
- Bab 46 Istri yang Meninggalkan Rumah pada Tengah Malam
- Bab 47 Marena Berada Di Kamar Hotel
- Bab 48 Kembali Memberi Kesempatan
- Bab 49 Welly Ingin Memakan Masakan Yoyo
- Bab 50 Welly Memenangkan Yoyo
- Bab 51 Menghadapi Selingkuhan Istri
- Bab 52 Bersiap-Siap Pulang untuk menjelaskan
- Bab 53 Irwandi Memutuskan Balas Dendam
- Bab 54 Welly Melaporkan Ke Polisi Lagi
- Bab 55 Sojun Lu Ditangkap
- Bab 56 Cerai
- Bab 57 Rumah Kosong Dan Sunyi
- Bab 58 Oktavia Bercerai
- Bab 59 Penderitaan Marena
- Bab 60 Sendiri Orang Terakhir Yang Mengetahui Kebenaran
- Bab 61 Diinterogasi oleh Ayah dan Ibu Mertua
- Bab 62 Balas Dendam Yoyo
- Bsb 63 Irwandi Naik Jabatan
- Bab 64 Marena ingin rujuk kembali
- Bab 65 Marena Datang Ke Perusahaan Untuk Mencari Irwandi
- Bab 66 Penolakan Irwandi
- Bab 67 Menyadarkannya
- Bab 68 Percakapan Antara Irwandi dan Marena
- Bab 69 Undangan Makan dari Oktavia
- Bab 70 Ayo Kita Pulang (End)