Istri Pengkhianat - Bab 30 Mengintimidasi Sang Istri

Sore harinya, Irwandi menyimpan rasa mengganjal itu dalam hati, berusaha mengembalikan focus untuk bekerja, segera mengambil beberapa dokumen dan dengan hati lapang menuju ruangan Direktur Clive melaporkan beberapa pekerjaan.

Mendengar laporan kerja tersebut, Direktur Clive meyodorkan seputung rokok padanya : “Kamu ya, lain kali tidak perlu bicarakan padaku mengenai semua hal tentang itu. Tapi aku cukup percaya dan mengakui kemampuanmu.”

“Hehehe.” Irwandi tertawa : “Tidak boleh begitu. Kalau tidak ada dukungan dari Direktur Clive, aku tidak akan bisa merasa tenang.”

Direktur Clive hanya tertawa terbahak-bahak mendengar pujian itu : “Irwandii, Irwandi, aku harus berbicara seperti apa enaknya ya. Kamu selalu merasa rendah diri.”

Setelah saling memuji satu sama lain, Irwandi mohon pamit kembali ke ruang kerjanya, kemudian melihat berita online, dan melihat forum yang menyadarkan bahwa tak lama lagi adalah jam pulang kerja, sedikit ragu dan perlahan meninggalkan kantor.

Ia mampir sebentar ke supermarket dan membelikan sayur kesukaan istrinya, kemudian setelah membeli beberepa helai selada, ia menyempatkan mengirimkan foto selada melalui wechat untuk sang istri, setelah itu kembali mengikatkan syal pada pinggangnya dan melanjutkan kesibukannya.

Hari ini, Marena dan Oktavia saling berbalas pesan singkat, membelas pesan singkat Sojun Lu lalu segera kembali bekerja. Dalam karir dan pekerjaannya, Marena sangat berprestasi, dia pun sangat giat dan bartanggung jawab, itulah sebabnya hingga saat ini bisa menjawab di posisi Manajer Disain dan Program.

Siang harinya, Marena tersenyum menolak ajakan Sojun Lu. Seorang pria tidak boleh terlalu bergantung pada dirinya, harus seperti sedang membujuk anak kecil dengan memberinya permen lollipop yang kapanpun bisa menarik perhatiannya, begitu dia tidak lagi bisa dikendalikan, barulah kemudian bisa langsung memberikannya. Hanya dengan cara begitulah bisa tetap mempertahankan rasa ketertarikannya dan pada akhirnya tidak bisa meninggalkanmu.

Setelah makan bersama dengan rekan kerja di sekitar perusahaan, atas saran dari rekan-rekan kerjanya, akhirnya mereka pergi berbelanja bersama. Belum lama berbelanja, dia menerima sebuah telepon dari perusahaan, ada urusan mandadak yang membutuhkannya untuk datang ke kantor sore hari.

Setelah kembali ke perusahaan, dia segera kembali sibuk. Marena yang sibuk dengan pekerjaannya, dia sedikit menggerakkan lehernya. Ini membuatnya berpikir, bahwa dia telah berdamai dengan suaminya dan malam ini dia bisa menyuruh suaminya memasak untuknya.

Marena tersenyum, memikirkan suaminya yang akan memasak untuknya nanti malam. Dia mengeluarkan ponselnya dari dalam laci dan memasukkan kata sandi. Setelah membuka WeChat, dia melihat gambar yang dikirimkan oleh suaminya, dan dia tersenyum lebih manis lagi. Saat itulah, dia baru memperhatikan waktu, bahwa hari sudah malam.

Sesampainya di rumah, Marena melihat masakan yang ada di atas meja makan, bibirnya melengkung dan matanya menyipit. Dia meletakkan tasnya dengan senang, lalu menghampiri suaminya yang sedang sibuk di dapur, dia tersenyum dan berkata, “Terima kasih, Suamiku.”

Irwandi yang sibuk sudah mengetahui bahwa istrinya sudah pulang, awalnya dia ingin keluar untuk menyapanya, tapi dia menahan diri dan meneruskan kesibukannya. Sekarang, mendengar kata-kata yang diucapkan istrinya, dia pun tersenyum dan berkata, “Sudah pulang istriku. Cuci tangan dulu, lalu siap-siap untuk makan.”

“Iya.” Jawab Marena, “Kalau begitu aku pergi cuci muka dulu.” Setelah mengatakannya dia pergi meninggalkan dapur.

Irwandi diam-diam memperhatikan, dia melihat punggung istrinya, lalu mendesah dalam hati. Dia berpikir bahwa istrinya akan datang sama seperti dua tahun yang lalu, yaitu datang dan memeluknya dari belakang dan menicumnya. Tapi sekarang, kesombongan istrinya sudah kembali.

Setelah membersihkan diri di kamar mandi, diapergi ke kamar untuk berganti pakaian. Sesampainya di ruang makan, dia tidak melihat suaminya menyiapkan air mendidih, Marena sedikit mengernyit, dan duduk di sofa, lalu dia bergegas ke dapur dan bicara dengan sombong, “Suamiku, tuangkan air untukku.”

Mendengar panggilan dari istrinya, Irwandi menjawab, “Iya.” Setelah dia menuangkan air, diapun keluar dari dapur sambil tersenyum, dan meletakkan di atas meja, “Istriku, kamu lihatlah TV dulu, masih ada satu masakan lagi, aku akan segera menyelesaikannya.” Selesai mengatakannya, dia berbalik dan kembali ke dapur.

Setelah semua masakan matang, Irwandi mengeluarkannya satu per satu, dia juga mengeluarkan anggur merah impor dari lemari anggur dan meletakkannya di atas meja. Melihat suaminya mengeluarkan anggur merah, Marena merasa aneh dan berkata, “Kenapa malam ini terpikir untuk minum anggur merah?”

“Bukankan ini sudah lama tidak makan bersama dengan istriku?” Irwandi berkata sambil tertawa, dan sambil berbalik mengambil gelas anggur.

“Tapi, tidak perlu juga minum sebotol anggur merah ini.” Kata Marena sambil tertawa dan saat bersamaan mengambil anggur merah itu, “Anggur merah ini, tunggu saat ada tamu datang baru diminum, atau saat ulang tahun pernikahan kita baru diminum.” Selesai mengatakannya, dia memasukkan anggur merah itu ke dalam lemari anggur, dan mengeluarkan anggur merah yang lain.

Mendengar perkataan itu, Irwandi yang tangannya memegang cangkir itu terdiam sejenak, dan kemudian dia tersenyum bahagia, “Baik, aku akan mendengarkan istriku.” Masuk akal juga apa yang dikatakan istrinya. Tapi, tidak tahu yang dimaksud tamu itu siapa, kalau benar itu adalah Donita, tidak perlu ada yang dikatakan, tapi jika yang datang adalah seorang kekasih.

Setelah membuka anggur merah itu, Irwandi menuangkannya ke dalam gelasnya sendiri dan juga gelas istrinya, lalu dia memandangi istrinya, “Istriku, makanlah dulu untuk mengisi perutmu.”

Melihat istrinya menjawab “Iya”, dia melanjurkan memakan makanannya. Irwandi yang baru makan beberapa, kemudian tertawa dan bertanya, “Istriku, bagaimana rasanya?”

Marena yang mulutnya sedang mengunyah makanan, hanya menganggukkan kepalanya, lalu menjawab dengan samar-samar, “Enak.”

Irwandi tersenyum puas, melihat makanan yang ada di dalam mulut istrinya habis, lalu dia mengangkat gelas dan memberi isyarat kepada istrinya, “Istriku, mari kita minum seteguk.”

Marena mengambil gelas itu, menemani suaminya minum, lalu tertawa, “Aku pikir kamu akan bersikap romantis dan akan mengucapkan beberapa harapan!”

“Hehe” Irwandi tersenyum, “Kamu tahu aku tidak bisa romantis dan juga bodoh.” Melihat istrinya memutar matanya, dia tersenyum dan berkata, “Kehidupan suami istri itu sangat sederhana, asalkan dalam hati suami istri ada perasaan satu sama lain, itu tidak bisa dibandingkan dengan apapun.”

Mendengar kalimat ini, Marena melirik suaminya, “Apakah di hatimu ada aku?”

“Tentu saja ada,” jawab Irwandi. Lalu dia lagi-lagi tertawa dan bertanya, “Istriku, di dalam hatimu, ada aku tidak?”

Mendengar kalimat pertama, Marena tersenyum puas, tapi, setelah mendengar kalimat kedua suaminya, membuatnya menyipitkan matanya dan berkata dengan nada mencemooh, “Di dalam hatiku, ada atau tidak kamu, apakah kamu tidak tahu? Bodoh!”

Haha. Irwandi tertawa terbahak-bahak. Setelag meminum sampai habis segelas anggur merah, kedua anggur itu terisi lagi, dan tiba-tiba Irwandi berkata, “Istriku, apakah kali ini kamu bermain dengan Donita di Kota Hainan menyenangkan?”

“Ya, lumayan.”

“Istriku, ingat ya, kedepannya kalau bepergian harus lebih sering berkomunikasi denganku, karena kalau tidak aku pasti akan sangat khawatir.” Irwandi menyampaikannya dengan penuh perasaan, “Kamu tidak tahu kan beberapa hari itu aku sangat mengkhawatirkanmu.” Sambil meneguk anggur merah.

Mendengar pernyataan suaminya, Marena sangat bahagia, menjawab “em” dengan halus dan perlahan memberinya ketenangan “Aku bersama dengan Donita pun bagaimana bisa kamu sangat khawatir.”

“Sayang, memang Cuma kalian berdua, kamu dan Donita saja ya?” Irwandi tersenyum misterius, “Aku piker kalian rombongan.”

“Tentu saja cuman aku dan Donita.” Marena menjawab hati-hati, tiba-tiba dia teringat sesuatu, pandangannya tampak sedikit gerogi, dia teringat kejadian saat menerima telepon dari sang suami ketika di Kota Hainan, Sojun memanggil namanya dan di dengar oleh suaminya, bahkan suaminya sempat menanyakan suara lelaki itu berasal darimana.

Marena mengedipkan matanya perlahan saat suaminya sedang lahap menyantap makanan, menghembuskan nafasnya dan berusaha menjelaskan : “Oh iya ada satu orang pria lagi yang menemani Donita pergi, kamu juga tidak mengenalnya, aku saja baru mengenal beberapa hari. Jadi aku tidak terlalu ingat.” Marena ikut melahap santapan makan malamnya setelah menjelaskan sedikit.

Mendengar penjelasan dari istrinya, Irwandi segera menelan lauk yang sedang dikunyahnya, mendangakkan pandangan dan tersenyum : "hehe, lain kali kenalkan padaku ya. Aku pingin tahu, Donita mencari sosok laki-laki seperti apa."

Jawaban suaminya membuat Marena hilang akal harus bagaimana, agar tidak dicurigai, Marena tersenyum meski dengan terpaksa, "Ok, tidak masalah. Lain kali jika ada kesempatan, aku akan memperkenalkan kalian. Tapi persoalan ini tetap harus minta persetujuan Donita terlebih dulu."

"Kalau kamu tidak bisa membujuknya, aku saja yang bicara dengannya." Irwandi bersikekeh, dan terus melanjutkan rencananya untuk mengintimidasi istrinya : "Sebagai teman lamanya, aku juga harus memperdulikan bagaimana karakter pasangannya itu. Jangan sampai dia mendapatkan lelaki yang tidak bertanggung jawab."

Marena yang juga sedang menyantap makan malam, sama sekali tidak menyangka bahwa semua percakapan suaminya adalah semata-mata untuk mengintimidasi dirinya. Dirinya sibuk memikirkan pada permasalahan ini yang tidak terlebih dahulu berdiskusi dengan Donita tentang ini semua. Bagaimana kalau misalnya saja suamiku benar-benar menanyakan pada Donita, maka akan terbongkar semua rahasia ini. Akhirnya dia sengaja mengulur suasana dan waktu.

Sedikit cemberut meletakkan sumpitnya begitu saja dan menghadapkan pandangannya pada suaminya : "Bukankah aku pernah bilang padamu kalau ini semua rahasia, aku pun tidak bisa memberitahumu semuanya. Kalau kamu benar-benar bertanya kepada Donita, bukankah dengan begitu kamu merusak hubungan baik persahabatanku dengannya!"

"Hehe, iya sudah-sudah. Tidak tanya, tidak tanya." Irwandi tersenyum merayu, "Tapi, Donita benar-benar membuatku iri. Aku sudah kurang lebih dua tahun tidak kamu masakkan lauk bumbu merah, sementara Donita bisa memakannya."

Melihat suaminya mengalah dan terus membujuk dirinya, Marena memberikan pandangan cemberut, "Kalau mau makan lauk buatanku, ya tergantung dengan semua tindakanmu." tapi dalam hatinya dia terus tak tenang ingin segera memberitahukan pada Donita. Tapi percakapan ini masih berlanjut dan tak terhentikan.

"Tindakanku selalu baik kok." Irwandi menatap istrinya, sengaja membuatnya tak memiliki pilihan, "Semua orang bilang aku patuh pada istri, lho." Hati Irwandi berusaha berdamai dan tidak melanjutkan semua kecurigaannya. Karena jika terus menanyakannya akan membuat istrinya semakin gugup. Lebih baik tidak tanya lagi dan nantinya biar saja dirinya yang mencari tahu sendiri.

Mendengar perkataan suaminya, Marena tersenyum, "Memangnya kamu tidak bersedia!"

Kita ini Irwandi dan Marena, tentu saja akan selalu romantis seperti di awal, mereka bercakap dan bercanda sembari menikmati anggur merah dan santapan makan malam. Sungguh terlihat sangat romantis.

Sementara keluarga Oktavia, sedang berasa di masa genting. Ronald memelototi kakak tertuanya, tercengang memandang Oktavia. Memohon : "Istriku, bisakah kita tidak bercerai ?"

Novel Terkait

Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
My Secret Love

My Secret Love

Fang Fang
Romantis
5 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
3 tahun yang lalu
Satan's CEO  Gentle Mask

Satan's CEO Gentle Mask

Rise
CEO
4 tahun yang lalu