Istri Pengkhianat - Bab 40 Menceritakan Keseluruhan Cerita

Dalam pernikahan, dia terlalu banyak berbohong kepada suaminya, sehingga cuek terhadap rasa bersalahnya, atau dia tak ada rasa bersalah. Kebohongan berubah menjadi sangat sederhana, dan tampaknya telah menjadi kebiasaan.

Seperti inilah Marena, dia kembali ke perusahaan setelah mengabari suaminya melalui wechat bahwa dirinya akan pergi berbelanja dan makan malam bersama dengan rekan kerjanya. Saat jam pulang kerja tiba, dia menghubungi wechat Sojun terlebih dahulu kemudian mengendarai mobil menuju tempat di mana Sojun bekerja, dia menghentikan mobilnya di depan pintu perusahaan Asia Top.

Rekan kerja Sojun melihat mobil merah wanita cantik yang sedang menunggu Sojun untuk pulang kerja, dikombinasikan dengan rumor di dalam perusahaan pada sore hari, mereka semua diam-diam memandang ke arah Marena, beberapa bahkan sengaja berjalan melewatinya.

Welly yang merencanakan ini semua memperhatikan semua reaksi dan tatapan rekan-rekannya, sudut bibirnya pun tersenyum lebar.

Sojun memaksa diri untuk tersenyum, dia memasuki mobil Marena dan meninggalkan perusahaan dengan buru-buru. Sebelumnya mereka telah memutuskan untuk makan di restoran Laguna di wechat tadi, mereka mencari tempat duduk di pojokan dan duduk. Selesai memesan makanan, dan menunggu kepergian pelayan.

Marena lantas bertanya dengan lirih: “Apakah Welly mencarimu hari ini?”

“Tidak ada. Aku sudah berjanji dengannya, untuk apa mencariku!” sahut Sojun tertekan: “Lagi pula perusahaan akan memulai perekrutan pekerjaan besok.”

“Tidak mungkin.” Ucap Marena bingung, “Lalu kenapa hari ini orang yang bermarga Wan memintaku untuk menjemputmu saat pulang kerja. Pasti ada yang tidak beres di dalam tempat ini.”

Sojun memiliki dugaan di benaknya, kemungkinan ini tentang tindakannya di pagi hari, tetapi dia tidak ingin memberitahukan soal ini kepada Marena. dia hanya bergumam kesal: “Mana ‘ku tahu apa alasannya.”

Keduanya tidak menemukan solusi saat berdiskusi dari sebelum hingga setelah makan. Hal ini membuat Marena merasa semakin kesal. Dia terus berpikir saat dulu ketika dirinya mengalami kesulitan, dia cukup dengan memberitahu kepada suaminya, dan suaminya bisa langsung memikirkan solusi untuknya. Namun melihat Sojun yang tertunduk tak semangat di hadapannya.

Marena meraih tasnya lalu berkata dengan kesal, "Aku pergi dulu. Kurasa lebih baik kita tidak usah bertemu lagi." dia mengabaikan permintaan Sojun dan pergi meninggalkan restoran.

Setelah meninggalkan restoran dengan tergesa-gesa, Marena yang tengah duduk di dalam mobil, dengan gegabah yang terasa mengganjal di hatinya, dia ingin cepat-cepat pulang dan menceritakan semua kepada suaminya sekaligus meminta suaminya untuk membantu memikirkan solusi. Tetapi, Gegabah hanyalah gegabah, itu tidak mampu mewakili dirinya untuk berterus terang atas segalanya kepada suaminya.

Marena malah memikirkan banyaknya kebohongan yang telah dikatakan ke suaminya, apakah suaminya akan percaya kepadanya jika dia mengatakannya sekarang? Dia meraih ponselnya lagi dan ingin mencari sahabat atau teman untuk sekedar curhat, mungkin saja mereka dapat membantunya, tapi, ketika dia membolak-balik nomor di ponsel, dia melempar ponselnya ke samping kursi penumpang dengan kecewa. Karena dia menebak bahwa setelah menunjukkan foto itu kepada Oktavia, sahabat karibnya, dia pun tidak akan mempercayainya, apalagi orang lain.

Marena yang menangis tanpa air mata, sekarang hanya ingin pulang dan ingin berbaring dalam pelukan suaminya yang baik hati. Hanya dengan cara ini, dia baru merasa aman.

Dia berkendara menuju jalan pulang. Ponsel yang diletakkan Marena di samping mobilnya akhirnya berdering tanda panggilan masuk, dia melempar pandangan dan mendapat panggilan dari Donita. Mungkin dia sudah pulang dari liburannya, lalu perlahan-lahan menarik mobilnya ke pinggir jalan, “Donita, kamu sudah pulang?”

“Hm, aku sudah pulang.” Sahut Donita, “Tiba tadi sore, lalu mengemasi barang-barangku dan istirahat sebentar.”

“Lalu, apa sekarang kamu berada di rumah?” tanya Marena, “Jika tidak ada urusan di rumah, aku ingin datang untuk mengobrol.”

“Ada urusan apa aku di rumah.” Donita terkekeh, “Kamu datang saja.”

“Ok, kalau begitu aku segera ke sana. kita bicarakan nanti.” Marena yang berjanji kemudian menutup telepon, dia mengendarai mobilnya hingga ke perempatan jalan dan putar balik arah menuju rumah Donita. Perlahan-lahan dia mengurangi kecepatan mobilnya lagi.

Selama mobilnya melaju cepat barusan, Marena memikirkan cara untuk berbicara dengan Donita, membicarakan soal kota Hainan. Masalah ini sungguh sulit untuk diceritakan. Berita ini cukup serius, mana ada wanita pergi berlibur bersama kekasih ditemani sahabat sendiri. Untuk orang yang tidak tahu situasi pasti akan mencurigai ada beberapa maksud di dalamnya!

Marena yang tidak dapat memikirkan alasan lebih baik akhirnya menghela napas panjang, lebih baik dia membicarakannya sambil melihat situasi nanti.

Setelah masuk ke dalam rumah Donita, Marena melihat penampilan dia dengan rambut panjang terkulai basah di pakaian kasual katun putih tebal, serta wajah putihnya yang memerah merona terlihat lebih baik dari sebelumnya, dia tidak dapat menahan diri untuk tersenyum dan berkata: “Donita, wajahmu terlihat lebih baik dari sebelumnya.”

“Apa yang baik.” Donita meletakkan secangkir teh di depan meja Marena dan berkata, “Mungkin karena tadi baru habis mandi.”

“Habis mandi juga tidak akan menghasilkan efek yang begitu bagus.” Sanjung Marena kemudian kembali bertanya: “Kali ini, ke mana kamu berlibur?”

“Aku pergi ke Bogenia di kota Lembang.” Sahut Donita tersenyum, “Tapi kali ini aku pergi terlalu awal, seharusnya pergi di bulan November, itu adalah waktu yang tepat untuk menikmati pemandangan terindah.”

“Hm, aku pernah mendengar tempat itu tapi belum pernah ke sana.” Kata Marena sedikit iri, lalu seketika dia mengalihkan pembicaraan dan bertanya sambil tersenyum: “Kamu pergi sendiri?”

“Kamu tidak mau menemaniku ya aku pergi sendiri.” Goda Donita sambil menatap Marena kemudian berkata, “Bagaimana kalau lain kali kamu ikut aku pergi liburan, mau tak? Dengan begitu, liburan berikutnya jadi dua orang.”

Wajah Marena seketika memerah, dia berkata dengan pelan: “Baiklah, lain kali kalau ada waktu aku akan menemani kamu.”

“Haha, aku cuma bercanda! Kalau ada waktu pasti akan kamu gunakan untuk menemani Irwandi.” Ucap Donita.

Marena tertawa kering dengannya.

Keduanya membahas topik lain, mereka bercerita panjang lebar, Marena yang selalu ingin buka mulut tapi tidak tahu bagaimana memulainya, sangat kalut. Donita yang mengamati situasi, dia berpikir sejenak sebelum bertanya: “Apakah kamu sudah menjelaskan masalah terakhir kali kepada Irwandi?”

“Hm, sudah ku jelaskan.” Balas Marena malu-malu.

“Lalu, apakah Irwandi percaya?” tanya Donita dengan rasa curiga tersirat di matanya, “Apa dia tidak curiga lagi?”

Kepala Marena tertunduk dengan sepasang tangan memegang gelas dan terdiam. Dalam hatinya ia ragu-ragu, ini adalah kesempatan bagus, momen yang pas untuk berbicara. Setelah ragu-ragu sejenak, Marena berkata tidak pasti serta pelan: “Mungkin percaya, mungkin tidak.”

“Kenapa?” Keraguan di mata Donita terlihat semakin jelas. Sebenarnya, setelah berjanji dengan Marena, Donita yang pulang ke rumah untuk menenangkan diri memiliki dugaan di benaknya, dari kecerdasan Irwandi, kemungkinan dia tidak akan percaya. Bagaimanapun, Irwandi sudah mengenalnya selama bertahun-tahun dan mengetahui karakternya. Meskipun ia telah berbohong, itu tidak berarti bahwa dirinya tidak memiliki karakter, yang akan membuat lelucon seperti itu.

Marena yang telah berjuang untuk waktu yang lama memutuskan untuk melampiaskannya. Dia telah berpikir dengan matang, karena dia ingin meminta bantuan dari Donita, maka sudah seharusnya dia menceritakan keseluruhan cerita kepadanya. Apalagi si Donita juga pernah menceritakan kisah kebohongan dan perceraian kepadanya.

Marena memegang segelas teh dan menyeruput dengan lembut, kemudian menatap Donita dan berkata, "Aku akan menceritakan sebuah kisah padamu."

Donita memiliki firasat bahwa Marena mungkin ingin menceritakan masalahnya, dia diam tak menjawab, dia juga memegang segelas teh dan meminumnya, kemudian memandang Marena dengan tenang dan damai, lalu mendengarkan dengan saksama.

Tangan Marena gemetar sampai-sampai air di dalam gelas teh yang di pegangnya tumpah-tumpah, akhirnya dia meletakkan gelas di atas meja dan memejamkan mata serta menarik napas panjang dan berkata dengan pelan:

“Saat aku di sekolah menengah, aku berpacaran dengan seorang laki-laki yang catatan akademiknya baik, dia adalah cinta pertamaku. Pada saat itu kami saling mencintai, tapi belum setahun laki-laki itu minta putus denganku dengan alasan mempengaruhi belajarnya, dia tidak mempedulikan permohonanku. Dan kemudian, aku baru tahu, dia bersama dengan wanita lain.

Maka dari itu, aku mulai belajar dengan giat, dan diterima di universitas. Sampai dua tahun yang lalu, aku reuni dengan teman-teman sekolah menengah, dan aku bertemu dengannya lagi. pada saat itu aku memperhatikan ada yang aneh dari tatapan matanya, di tengah-tengah reuni dia meminta kontakku dan menambah wechatku.

Sejak reuni itu, kami sering mengontak satu sama lain. Dan kemudian, muncul sebuah ide dalam benakku: Aku ingin membuatnya kembali jatuh cinta padaku, setelah itu aku akan putusin dia lagi, aku ingin dia merasakan bagaimana perasaanku dulu saat di putusin sama dia.”

Mendengar hal ini, Donita tidak bisa menahan diri untuk bertanya: “Masalah ini, apakah Irwandi tahu soal hubungan kalian?

“Tidak tahu.” Kata Marena malu-malu.

Donita menjawab, "Oh." Sekilas kemudian dia berkata, "Kamu lanjutkan, selanjutnya apa yang terjadi?"

“Selanjutnya, kami jadi sering mengontak dan bertemu.” Ucap Marena pahit, “Kali ini, saat dia tahu Irwandi ikut pelatihan di luar kota, dia ingin memakan masakanku, dia membujukku untuk pulang dan memasak untuknya.”

Supaya aku bisa membuatnya tergila-gila padaku secepatnya, aku pun menyetujuinya. Saat makan-makan di rumahku, dia mengusulkan sebuah ide untuk menemaniku pergi jalan-jalan di kota Hainan, saat itu, aku ragu-ragu sebelum akhirnya aku menyetujuinya. Karena aku sudah lama berpikir ingin pergi ke kota Hainan tapi selalu tidak ada kesempatan.”

Tidak melihat adanya tatapan merendahkan maupun penghinaan sedikitpun di mata Donita saat dirinya menatapnya dengan tatapan kosong sambil bercerita. Dia masih terus melanjutkan: “Tak disangka karena permintaan unit akhirnya pelatihan Irwandi berakhir lebih awal. Dia ingin memberiku sebuah kejutan dengan tiba-tiba pulang ke rumah, lalu dia menemukan mangkok kotor yang tidak dibersihkan.

Terutama laki-laki itu, dia sangat tidak tahu malu dengan memasukkan bungkusan durex ke tong sampah di rumahku, sampai-sampai Irwandi juga melihatnya di saat bersamaan. Irwandi jadi curiga, terus dia menghubungi teleponku dan menyuruhku untuk pulang besok.

Jadi, aku cepat-cepat pulang ke rumah untuk bersih-bersih, dan ketika aku bersih-bersih, aku baru sadar di tong sampah rumahku ada bungkusan durex, kalau tidak, bagaimana mungkin aku memintanya untuk tinggal.

Aku yang dalam kondisi tidak tahu bahwa Irwandi sudah menemukannya, dan pergi ke kota hainan dengannya, setelah pulang, Irwandi yang curiga lagi-lagi menemukan bungkusan durex di dalam tasku. Oleh karena itu, aku yang dalam kondisi tidak tahu bagaimana menjelaskan semuanya kepada Irwandi, baru aku meminta kamu untuk membantu menutupi.”

Selesai mendengarkan, Donita menelan ludah dan merenung sesaat, kemudian dia bertanya dengan tenang: “Saat aku keluar, ada apa kamu mencariku?”

“Aku masih ingin meminta bantuanmu.” Marena menatap Dorina dengan tatapan pahit: “Suatu pagi hari di kota Hainan, aku sedang bertelepon dengan Irwandi, dan saat itu juga laki-laki itu menghampiriku untuk menyuruhku lebih cepat. Sebenarnya dia ingin memintaku untuk turun buat sarapan pagi.

Tapi suaranya terdengar oleh Irwandi, saat itu dia bertanya siapa orang itu dan aku menjawab kalau dia adalah rekan kerjaku. Dan sekarang aku menjelaskan padanya bahwa aku menemanimu jalan-jalan, oleh karena itu, sekarang irwandi bertanya lagi, aku tidak ada cara lain untuk menjelaskannya.”

Selesai bicara, Marena berhenti sejenak lalu menatap Donita dan berkata: “Tapi, aku harap kamu percaya padaku, aku benar-benar tidak berbohong.”

Melihat tatapan Marena yang penuh berharap, Donita tersenyum ringan dan berkata: “Apakah kamu berbohong atau tidak, bukan meminta orang lain untuk percaya, melainkan apakah kamu sendiri mempercayainya. Kita jangan bicarakan hal itu dulu, kali ini, alasan kamu mau mengatakannya, kamu ingin memintaku untuk membantumu merahasiakannya, apakah benar?”

Donita melanjutkan ucapannya ketika melihat Marena menganggukkan kepala, “Kalau begitu, apa aku boleh bertanya beberapa hal padamu?”

“Boleh, tanya saja.” Marena segera menyahut.

“Apakah Irwandi ada menanyakan soal bungkusan durex yang ada di tong sampah rumahmu? Donita bertanya sambil menatap lurus ke mata Marena.

“Sudah tanya.” Marena ragu sejenak kemudian berkata, “Maafkan aku.”

Donita tersenyum pahit dan agak sedih, “Aku tahu kamu pasti akan menjadikanku sebagai alasanmu untuk memberi Irwandi penjelasan, selain itu, jika aku tidak salah menebak, saat Irwandi menanyakan padamu siapa lelaki itu di telepon saat berada di Hainan, kamu juga menjawab bahwa akulah yang membawanya, bukan. Oleh karena itu, kamu buru-buru mencariku dan menceritakan semua ini sekaligus memintaku untuk membantu merahasiakannya.

Marena terdiam seribu bahasa dengan kepala tertunduk malu.

“Sekarang, aku menjadi wanita yang tak tahu malu dan rusak di mata Irwandi.” Donita berkata dengan sedih dan bernadakan sindiran, “Bersikap ceroboh dengan kekasih di rumah sahabat sendiri, membawa kekasih serta sahabatku pergi liburan. Marena, coba kamu katakan, hal memalukan apa lagi yang tidak bisa kulakukan?”

Novel Terkait

Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
3 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Baby, You are so cute

Baby, You are so cute

Callie Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu