Istri Pengkhianat - Bab 24 Tidak Bisa Kembali Lagi Ke Masa Lalu
Dari balkon lantai atas ada seseorang yang melihat kearah mobil dengan tatapan yang dingin. Orang itu bukanlah orang lain, melainkan Yoyo, istri Sojun.
Yoyo telah bersama dengan Sojun, saat ia berusia dua puluh tahun, lalu menikah dan melahirkan anak putri. Hingga sekarang mereka sudah bersama selama delapan tahun. Bisa dikatakan Yoyo jatuh cinta disaat masa mudanya dan bersama Sojun hingga sekarang.
Namun beberapa tahun lalu, meskipun Sojun memperlakukannya sama seperti sebelumnya dan terus mencintainya. Tetapi Yoyo mulai curiga bahwa Sojun berselingkuh dengan wanita lain. Itulah mengapa insting seorang wanita sangatlah mengerikan.
Sekali dalam beberapa tahun yang lalu, Yoyo dengan linglung mendengar suara notifikasi dari ponsel suaminya saat tengah malam. Keesokan paginya, ia bertanya tanpa ada niat apapun. Tak sangka suaminya terlihat gugup dan segera membantahnya, lalu langsung menyerahkan ponsel kepadanga.
Sebelumnya Sojun sangatlah tidak suka jika Yoyo melihat ponselnya, tak sangka kali ini ia begitu gugup saat membantahnya. Tentu saja saat itu Yoyo sama sekali tidak ada niat untuk melihatnya. Karena ia tahu, jika ada sesuatu suaminya pasti telah menghapusnya.
Sejak itu, Yoyo pun semakin memperhatikan gerak gerik suaminya, lalu pelan-pelan menemukan banyak kejanggalan pada Sojun. Seperti, Sojun selalu ada alasan untuk sering pulang malam. Hubungan suami istri mereka di malam hari juga makin berkurang. Terkadang Sojun pun juga tidak bisa berfungsi dengan baik.
Awalnya, Yoyo kira Sojun sedang berada di bawah tekanan yang besar atau kondisi kesehatannya kurang baik, lalu ia pun membelikannya banyak suplemen. Beberapa hari pertama memperoleh hasil yang lumayan. Tetapi tidak lama kemudian, Sojun tidak berfungsi dengan baik lagi. Sejak suatu hari dimana Sojun pulang malam dan Yoyo mencium wangi sabun dari tubuhnya. Ia pun yakin bahwa suaminya mungkin berselingkuh.
Tetapi selama ini Yoyo tidak mendapatkan bukti yang pasti. Terlebih lagi dalam beberapa tahun ini, Sojun telah berkali-kali tidak pulang malam seperti sebelumnya. Karena mereka memiliki seorang anak perempuan dan ia sendiri juga benar-benar sangat cinta pada Sojun, sehingga ia pun membiarkannya dan terus menjalani kehidupan bersama beberapa tahun.
Namun beberapa hari yang lalu, Yoyo secara tidak sengaja menemukan bahwa suaminya keluar kota ke Kota Hainan, bukanlah Kota Shandong yang ia katakan. Setelah difikir kembali semuanya, selama satu tahun lebih, Sojun sering pulang malam, Yoyo pun tidak bisa menahannya lagi. Ia harus menemukan bukti bahwa suaminya telah selingkuh, lalu mengeluarkannya dari rumah. Jadi dimana saat Yoyo ada waktu, ia akan selalu memperhatikan gerak-gerik suaminya Sojun.
Menghadapi semua hal ini, Sojun yang tidak mengetahui apapun telah merencanakan semua gerakan selanjutnya, lalu turun dari mobil dan pulang ke rumahnya. Istri dan putrinya telah tertidur di kamar tidur. Sojun pun pergi mandi dan tidur di kamar lain.
Marena melihat Donita yang berjanji membantunya untuk menutupi kenyataan, setelah mendiskusikan beberapa detail, mereka pun berakhir putus. Ia mengendarai mobil dan tiba di rumah dengan aman. Ia pun membuka pintu rumah dan mengganti sandal rumah. Saat membuka pintu, ia melihat sekilas sandal suaminya yang tertaruh rapi di dalam rak sepatu. Suasana hati yang awalnya santai pun berubah menjadi murung.
Namun tak lama kemudian, ia pun kembali dalam suasana hati yang santai lagi. Ia berfikir bahwa sebentar lagi suaminya akan pulang. Tetapi setelah ia selesai mandi yang sengaja dilama-lamakan dan terbaring di ranjang, ia tetap tidak menemukan suaminya pulang dan hatinya terasa sangat kosong.
Berbaring di atas ranjang, ia juga tidak bisa tertidur. Saat sedang berfikir-fikir, ia kepikiran bagaimana caranya untuk menjelaskan masalah Durex setelah suaminya pulang. Kemudian, tatapan mata Marena yang berhenti. Jika ia tiba-tiba menjelaskan kepada suaminya, apakah suaminya bisa merasa dirinya mengakomodasi dia, atau perasaan takut?
Iya, tatapan matanya kembali bergerak lagi. Hari ini aku tidak akan menjelaskannya. Lebih baik, aku mencari kesempatan untuk menjelaskannya dengan alami. Misal, jika suamiku bertanya lagi, maka aku sendiri akan menjelaskannya.
Saat itu, Irwandi pasti akan memasang wajah canggung dan meminta maaf kepadaku, lalu aku bisa memarahinya dengan manja untuk membalas keluhanku selama ini. Membayangi adegan ini saja, Marena sudah cukup bahagia dan tersenyum bagai bunga.
Marena yang tersenyum bagai bunga, sangat berharap adegan ini bisa segera muncul. Tetapi mengapa suaminya belum pulang atau ia sudah pulang tetapi aku tidak mendengarnya? Jadi, aku pun turun dari ranjang, lalu pergi melihat sekilas ruang tamu dan kamar lain.
Irwandi memang belum pulang. Lantas apa yang sedang dilakukan Irwandi di luar sana? Sebelumnya jika Irwandi sedang ada perjanjian bisnis di luar, ia akan menyuruhku untuk pergi bersamanya atau menghubungiku untuk memberi tahu. Jika diriku tidak ikut pergi, ia juga akan pulang cepat. Apa yang sedang suamiku lakukan malam ini?
Marena yang telah balik ke ranjang pun mulai merasa panik. Ia pun kepikiran dengan masalah perselingkuhan. Tiba-tiba di pikirannya muncul dimana Irwandi jangan-jangan memiliki wanita diluar sana. Kalau tidak, perilaku Irwandi yang sebelumnya sangat sayang pada dirinya, bagaimana mungkin kali ini ia bisa menjadi begitu kejam!
Irwandi yang tidak membujuk diriku lagi, tidak membuat sarapan dan makan malam untuk diriku lagi, tidak membangunkan diriku lagi dengan mesra di pagi hari. Bahkan yang lebih luar biasa lagi adalah ia tidak menghubungi dan membalas pesan diriku. Terutama kemampuan suamiku dalam bidang itu sangatlah kuat dan kebutuhan seksualnya juga cukup banyak. Biasanya tiap satu atau dua hari pasti akan membutuhkannya. Tetapi sekarang sudah berlalu hampir setengah bulan.
Setelah difikir-fikir lagi semuanya, Marena semakin merasa bahwa suaminya mungkin benar-benar selingkuh! Ini membuat hatinya terasa sedih. Kepikiran bahwa suaminya mungkin akan meninggalkannya, dirinya yang terbiasa dimanja oleh suami, terbiasa dengan makanan yang dibuat suami, terbiasa bermanja dipelukan suami yang nyaman, terbiasa juga dengan tatapan matanya yang lembut dan sifat keangkuhan dirinya. Jika Irwandi tidak bersama lagi dengannya di masa depan, bagaimana dengan dirinya?
Hatinya yang terasa kosong muncul rasa kesedihan. Mata Marena pun mengeluarkan air mata dan mengalir di wajah putihnya yang cantik. Lalu Marena sama sekali tidak menyadari bahwa ia sendiri sering melakukannya. Seperti, tidak membalas pesan dan panggilan telepon suaminya saat berada di Kota Hainan, hal yang akan membuat suaminya terasa khawatir. Tiba di rumah, kondom yang terdapat didalam tasnya, ia pun tidak langsung menjelaskannya. Bagaimana mungkin ada pria yang bisa menahannya.
Tidak bisa, saat Irwandi pulang, dirinya harus memeriksanya dengan teliti. Lalu melihat apakah ada helaian rambut wanita, wangi parfum wanita ditubuhnya dan lain-lain. Marena pun segera turun dari ranjang. Ia takut jika suaminya telah pulang dan dirinya tidak menyadarinya. Ia pun membuka pintu kamar dan kembali ke ranjang lagi dengan memasang mata besar yang bertatapan kosong.
Saat ini, Irwandi sedang menyanyikan lagu "Love Song From The West Sea" dari Dao Lang di ruang karaoke. Rekan kerja di ruang karaokenya pun berhenti bermain dadu minum dan permainan lainnya untuk sementara waktu, lalu diam-diam mendengar suara Irwandi. Karena rekan kerjanya mengetahui bahwa suara Irwandi saat bernyanyi sangatlah bagus.
Irwandi yang sedang berdiri disana dan memegang mikrofon, sambil bernyanyi sambil memasang tatapannya yang sedikit sedih.
Masih ingat janjimu kepadaku bahwa kamu tak akan membiarkanku tidak bisa menemukanmu. Tetapi kamu bagaikan burung yang terbang jauh ke bagian selatan. Cinta kita bagaikan tali layang-layang yang telah putus dan tidak bisa menarik kembali janji yang telah kamu buat. Aku terus menunggu kedatangan musim semi di puncak pegunungan salju. Menunggu kepulangan angsa setelah dataran tinggi yang bersalju mencair. Cinta yang telah ditakdirkan tidak dapat dilanjutkan lagi, tidak bisa kembali lagi ke masa lalu.
Setelah selesai bernyanyi, rekan kerjannya pun bertepuk tangan dengan semangat dan meminta Irwandi untuk menyanyikan satu lagu lagi. Hanya Cikka yang duduk di pojok dan tidak semangat seperti biasanya. Tatapan matanya menujuukan ia seperti sedang merenungi sesuatu.
Irwandi yang sedang merasa sedih pun menolak permintaan rekan kerjanya dengan tersenyum, lalu memasang wajah bahagia sambil bermain permainan dadu dengan semua orang. Hingga waktu berakhir, saat Irwandi berjalan keluar dari ruang karaoke, langkah kakinya sudah sedikit tidak seimbang.
Setelah menyapa rekan kerjanya dengan semangat, Irwandi pun menyalakan sebatang rokok dan berdiri disana sambil melihat rekan kerjanya pergi. Setelah itu ia baru perlahan-lahan berjalan menuju rumah. Lampu jalan menyinari sosok bayangannya yang kesepian. Angin tengah malam di akhir musim gugur memicu daun sycamore di tanah terhuyung ke depan bersama dengan langkah kakinya.
Jalan tak jauh kemudian, sebuah mobil berhenti di belakangnya, lalu Cikka terburu-buru turun dari mobil dan berjalan cepat kearah Irwandi sambil memegang tangannya dengan erat.
Irwandi yang meminum cukup banyak alkohol pun tercengang dan berhenti berjalan, lalu berusaha berdiri dengan tegak. Ia menoleh melihat Cikka dan bertanya dengan tidak jelas sambil tersenyum kaget, "Kamu. Mengapa kamu datang?"
“Kamu telah minum terlalu banyak alkohol.” Mata Cikka bersinar saat melihat Irwandi. “Ayo, aku antar kamu pulang.”
"Hehe. Mana ada wanita yang mengantar pria pulang. Hanya ada pria yang mengantar wanita pulang." Irwandi berkata sambil tertawa, "Sekarang, aku antar kamu pulang."
"Hihi." Cikka pun tertawa dengan ceria, "Tak sangka Kak Irwandi begitu jantan. Kamu yang begini sekarang, apakah bisa antarku pulang! Aku saja yang antar kamu." Ia berkata sambil menarik tangan Irwandi berjalan ke depan.
"Haha. Apakah kamu kira aku benar-benar minum terlalu banyak!" Irwandi yang berjalan ke depan dengan pasif, tersenyum dan menarik tangannya. Tangannya tak berhasil tertarik dan ia menambahkan sedikit kekuatan, "Lepaskan tanganku, apakah aku terlihat seperti seseorang yang minum banyak."
Dadanya yang berisi terlihat berbeda setelah gesekan beberapa kali tangan Irwandi. Wajah Cikka yang ceria pun memerah. Ia pun segera melepaskan tangannya dan membesarkan matanya, lalu melirik sekilas dengan tatapan yang genit.
Irwandi yang menggerakkan tangannya sama sekali tidak merasakannya. Ia pun berhenti dan mengeluarkan sebatang rokok dari sakunya, lalu menyalakannya sambil tertawa berkata, "Lihat, apakah aku minum terlalu banyak. Tidak banyak kan?"
Melihat Irwandi yang berdiri dengan tidak seimbang, Cikka yang sedang malu pun merasa sangat marah dan merasa lucu. Lalu ia pun membujuknya, "Baiklah, anggap saja kamu tidak minum terlalu banyak. Tetapi, pulanglah sekarang." Sambil berkata, ia pun mengambil rokok Irwandi dan membuangnya ke tempat sampah di pinggir jalan.
“Ah, aku belum selesai merokok,” Irwandi berteriak sambil melihat rokok yang dibuang ke tempat sampah, lalu dengan bercanda berkata, “Jadi wanita harus lembut, jangan barbar seperti ini.”
"Aku barbar, tetapi aku juga tidak bisa dibanding dengan Marena." Cikka berkata dengan kesal.
Mendengar nama istrinya, Irwandi yang telah minum banyak tidak dapat menahan kembali rasa sakit hati dan sedih. Kesedihan dalam tatapan matanya juga tidak dapat disembunyikan lagi. Ia pun berbalik badan dan perlahan-lahan berjalan terhuyung ke depan.
Memang benar, Irwandi pasti ada masalah dengan Marena. Mata Cikka yang berhasil merasakannya pun memerah dan merasa sedih, saat melihat sosok Irwandi yang menderita dari punggung belakangnya. Ia pun buru-buru mengikutnya dan memeluk tangan Irwandi lagi dengan erat.
Ia pun bercanda dengan ceria, "Kak Irwandi, langkah kakimu kurang seimbang, tidak seperti kamu yang bersinar saat di sekolah."
"Oh, aku saja tidak tahu seperti apa diriku sebelumnya."
"Tapi aku tahu. Aku masih ingat saat pertama kali masuk ke universitas, aku melihat Kak Irwandi yang keren berdiri disana dengan ekspresi wajah yang percaya diri. Benar-benar!" Cikka ingin membuat Irwandi kembali ceria dan bahagia.
"Benar-benar apa?" Irwandi berkata sambil tertawa.
“Ya benar-benar.” Cikka melihat sekilas ke Irwandi dengan tatapan genit lalu mengikutnya tertawa bahagia. Suara tawa yang riang dan ceria itu menyebar luas di malam akhir musim gugur yang tenang ini.
Cara paling baik untuk menghibur pria yang patah hati adalah kelembutan dan pengertian dari wanita.
Dari suara Cikka yang genit, santai, ceria atau cemberut membuat wajah Irwandi yang awalnya sedih menjadi bersinar kembali. Senyumannya juga kembali ceria.
Setelah jalan sebentar, Irwandi sudah sedikit sadar. Ia bersikeras untuk mengantar Cikka ke dengan taksi dan berdiri di pinggir jalan melihat taksi pergi, lalu ia sendiri balik dan berjalan kearah rumah.
Cikka yang duduk di dalam mobil, meskipun tahu bahwa Irwandi sudah tak terlihat lagi, tapi ia masih tidak tahan untuk tidak melihat ke belakang dari jendela mobil. Melihat Irwandi yang kembali tersenyum ceria malam ini, ia pun dengan bahagia tertawa.
Irwandi yang berdiri di depan pintu rumahnya, ia sudah kembali sadar secara menyeluruh. Saat mengeluarkan kunci, ia pun melihat jam tangannya dan waktunya menunjukkan pukul satu pagi lebih. Ia pun membuka pintu dengan cepat dan mengganti sepatunya tanpa suara.
Kemudian ia berjalan kearah ruang tamu dengan diam dan melepaskan mantelnya, lalu meletakkannya di sofa. Saat ini ia melihat cahaya berwarna jingga di kamar tidur, itu adalah lampu yang dinyalakan di depan tempat tidur. Setelah ragu sesaat, ia pun berjalan jinjit ke depan pintu kamar dan melihat istrinya yang sedang tertidur di atas ranjang.
Irwandi yang bersandar di pintu sebentar, menyadari bahwa selimut istrinya kebuka setengah. Ia pun perlahan-lahan masuk ke kamar tidur dan berjalan ke samping ranjang, lalu membungkuk untuk menutupi rapi selimut istrinya. Kemudian menjulurkan tangannya secara alami untuk menyentuh wajah istrinya.
Tangan yang diulur setengah seketika berhenti, lalu tangannya ditarik kembali. Irwandi pun kembali berdiri tegak dan menunduk kepala menatap istrinya di ranjang. Cinta dan kebencian saling terkait di tatapannya, raut wajah kesakitan dan kepahitan muncul di wajahnya, entah berapa lama ia memandangi istrinya dalam diam.
Novel Terkait
See You Next Time
Cherry BlossomWahai Hati
JavAliusMy Tough Bodyguard
Crystal SongKing Of Red Sea
Hideo TakashiBretta’s Diary
DanielleKamu Baik Banget
Jeselin VelaniBehind The Lie
Fiona LeeIstri Pengkhianat×
- Bab 1 Siapa Laki Laki ini
- Bab 2 Memudarnya Cinta
- Bab 3 Kebohongan Istri
- Bab 4 Salah Kaprah
- Bab 5 Rumah Yang Rapi Dan Bersih
- Bab 6 Menghubungi Sahabat Istri
- Bab 7 Istri Tidak Mengangkat Telepon
- Bab 8 Marena Berada di Hainan
- Bab 9 Menguak Kebohongan Istri
- Bab 10 Makan Dan Memergoki Perselingkuhan
- Bab 11 Pernikahan Yang Terlihat Bahagia
- Bab 12 Cerita Oktavia
- Bab 13 Marena Pulang
- Bab 14 Melihat Durex Lagi
- Bab 15 Pertama Kalinya Suami Istri Bertengkar
- Bab 16 Kesalahan Dalam Berdalih
- Bab 17 Tidak Beruntung Menjadi Suaminya
- Bab 18 Memeriksa CCTV Komplek Perumahan
- Bab 19 Kebingungan Marena
- Bab 20 Teringat Padanya
- Bab 21 Dari Bangga Berubah Menjadi Kecewa
- Bab 22 Meminta Bantuan Sahabat
- Bab 23 Sahabat pun Memandang Rendah Dirinya
- Bab 24 Tidak Bisa Kembali Lagi Ke Masa Lalu
- Bab 25 Sojun yang Datang Mencari
- Bab 26 Ayah Mertua dan Ibu Mertua
- Bab 27 Yang terpenting adalah Kamu.
- Bab 28 Kembali ke dulunya.
- Bab 29 Ujian Pernikahan
- Bab 30 Mengintimidasi Sang Istri
- Bab 31 Memutuskan Mencari Detektif
- Bab 32 Bersedia Membantu
- Bab 33 Menutupi
- Bab 34 Mencari Perusahaan Detektif
- Bab 35 Negosiasi
- Bab 36 Balas Dendam Atau Cinta Yang Tidak Jelas
- Bab 37 Kesadisan Istri
- Bab 38 Sombong Yang Palsu
- Bab 39 Permintaan Dari Panggilan Tidak Dikenal
- Bab 40 Menceritakan Keseluruhan Cerita
- Bab 41 Donita yang Tidak Bisa Tahan Lagi
- Bab 42 Apakah Masih Mencintainya?
- Bab 43 Dendam Welly Dan Sojun Lu
- Bab 44 Masuk ke Dalam Jebakan
- Bab 45 Solusi Sojun Lu
- Bab 46 Istri yang Meninggalkan Rumah pada Tengah Malam
- Bab 47 Marena Berada Di Kamar Hotel
- Bab 48 Kembali Memberi Kesempatan
- Bab 49 Welly Ingin Memakan Masakan Yoyo
- Bab 50 Welly Memenangkan Yoyo
- Bab 51 Menghadapi Selingkuhan Istri
- Bab 52 Bersiap-Siap Pulang untuk menjelaskan
- Bab 53 Irwandi Memutuskan Balas Dendam
- Bab 54 Welly Melaporkan Ke Polisi Lagi
- Bab 55 Sojun Lu Ditangkap
- Bab 56 Cerai
- Bab 57 Rumah Kosong Dan Sunyi
- Bab 58 Oktavia Bercerai
- Bab 59 Penderitaan Marena
- Bab 60 Sendiri Orang Terakhir Yang Mengetahui Kebenaran
- Bab 61 Diinterogasi oleh Ayah dan Ibu Mertua
- Bab 62 Balas Dendam Yoyo
- Bsb 63 Irwandi Naik Jabatan
- Bab 64 Marena ingin rujuk kembali
- Bab 65 Marena Datang Ke Perusahaan Untuk Mencari Irwandi
- Bab 66 Penolakan Irwandi
- Bab 67 Menyadarkannya
- Bab 68 Percakapan Antara Irwandi dan Marena
- Bab 69 Undangan Makan dari Oktavia
- Bab 70 Ayo Kita Pulang (End)