Istri Pengkhianat - Bab 56 Cerai

Irwandi yang pergi dari Perusahaan Asia Top, sudah relatif tenang. Kemudian mengembalikan mobilnya kepada perusahaan rental mobil, dan mengakhiri pekerjaan mata-matanya, dari mata-mata Leonardo, dia mengambil informasi dan foto yang telah mereka kumpulkan.

Setelah kembali ke rumah, dia masuk ke ruang kerja dan melihat data informasi dan foto-foto itu, melihat foto istrinya berpelukan dan berciuman dengan Sojun Lu, kemudian dia menghancurkan semua foto yang ada di tangannya, dan menyapu semua data informasi yang ada di meja ke lantai.

Dia menghela napas dengan kasar, dan suasana hatinya menjadi tenang, kemudian Irwandi mengambil surat nikah dan buku tabungan dari laci di meja samping tempat tidur.

Dan memeriksa sesuatu diinternet di ruang kerjanya, masih ada empat ratusan juta di dalam tabungan. Dan melihat secara detail, di dalam buku tabungan berisi semua setoran bulanan, tetapi diantaranya ada tarikan 100juta yang ditarik pada tahun lalu, dan selanjutnya tidak ada setoran masuk yang terperinci lagi.

Ini berarti pada tahun lalu istrinya menarik uang sejumlah 100juta, tapi tidak pernah menabung kembali lagi. Gaji istrinya selalu menjadi biaya pengeluarannya sendiri, dan biaya pengeluaran di rumah serta pinjaman rumah semuanya ditanggung oleh dirinya sendiri.

Gaji istrinya juga tidak kecil, kenapa harus mengambil uang dari rumahnya, dan bahkan dia tidak pernah mendengarkan masalah ini dari istrinya. Irwandi juga malas untuk mempertimbangkannya, lagi pula dia ingin bercerai dengan istrinya. Pada saat itu, uang ini akan menjadi milik istrinya.

Ini tidak bisa mengatakan bahwa Irwandi pelit atau perhitungan. Irwandi telah hidup mandiri sejak kecil, dan pada saat kuliah, dia bekerja untuk menghasilkan uang, dia tahu uang itu suit didapatkan, dan bahkan tahu betapa sulitnya untuk menghasilkan uang. Jadi biasanya dia sangat hemat, misalnya, biasanya dia pergi ke perusahaan menggunakan bus, dan dia tidak akan menyia-nyiakan uang yang tidak seharusnya tidak dikeluarkan.

Dia meletakan surat nikah dan buku tabungan di atas meja, Irwandi merokok dan sedang mempertimbangkan, uang muka rumah ini dibayar olehnya sendiri, meskipun sudah menikah, tapi selanjutnya dia juga membayar sendiri, dan biaya pengeluaran di rumah juga ditanggung oleh dirinya sendiri. Bisa dikatakan bahwa sejak menikah sampai sekarang, istrinya tidak banyak berkontribusi pada bidang ekomoni.

Rumahnya sekarang bernilai 2miliyaran, ketika bercerai, rumahnya akan menjadi miliknya sendiri, dan bisa memberikan kompensasi sebesar beberapa ratus juta kepada istrinya. Ketika saat membeli mobil itu, harganya empat ratusan juta, itu juga selalu dikendarai oleh istrinya, dan itu akan diberikan kepada istrinya dan tabungan juga akan diberikan kepada istrinya. Untungnya tidak ada anak.

Dia memadamkan rokoknya ke dalam asbak rokok, memeriksa format perjanjian perceraian di internet, dan hal-hal yang berkaitan dengan itu. Irwandi menulis surat perjanjian perceraian dengan gemetaran, mungkin karena tangannya bergemetaran dengan sangat hebat, dia menulis beberapa salinan berturut-turut, entah itu kertasnya sobek atau kata-katanya yang tidak benar.

Setelah merokok beberapa batang rokok, suasana hatinya menjadi lebih tenang, dan dia menulis dua surat perjanjian perceraian dan menandatanganinya. Dia mengambil surat nikah di atas meja, keluar dari ruang kerjanya dan meletakkan di atas meja teh di ruang tamu.

Bercerai, dia benar-benar ingin bercerai. Irwandi duduk di sofa, tiba-tiba matanya memerah, tanpa sadar dia melihat ke sekeliling, dan melihat ada beberapa hidangan di atas meja makan, setelah berjalan mendekat, di meja makan terdapat makanan kesukaannya.

Istriku yang memasakannya! Diam-diam Irwandi melihat beberapa makanan ini, dan air matanya mengalir mengikuti wajahnya yang lemah dan pucat, dan menetes ke bawah. Setelah mengusap air matanya, dia berbalik badan dan pergi.

Sudah terlambat, beberapa masakan ini sudah terlambat.

Setelah membasuh wajahnya di kamar mandi, dia memasak air dan menyeduh secangkir teh, setelah selesai merokok, Irwandi menelepon istrinya.

Marena yang kembali ke kantornya dari atas gedung, menutup pintunya dan duduk termenung di sana, wajahnya rileks sejenak dan sedih seketika, setelah sekian lama, dia baru sadar, mengambil cermin rias dari tasnya dan bercermin. Mengambil folder file di atas meja dan keluar dari kantornya, kemudian mengobrol dengan rekan kerjanya.

Dalam beberapa menit kemudian, ponsel yang berada di sakunya berdering, dia mengambil ponselnya dan melihat ternyata panggilan dari suaminya, dia ragu-ragu sejenak, dan menjelaskan beberapa kata ke rekan kerjanya, kemudian dia kembali ke kantornya, setelah panggilannya terhubung , dia bertanya : “Ada masalah apa?”

“Kamu pulanglah sebentar. Aku mencarimu karena ada sesuatu.”

Hatinya Marena berdebar sejenak dan berkata : “Aku sangat sibuk, tunggu aku pulang dan kita bicarakan nanti malam.”

“Masalah ini sangat penting.” Irwandi berkata dengan tenang, “Aku berharap kamu bisa segera pulang.”

“Oke.” Marena menutup teleponnya, dan dia merasa sedikit aneh.

Kenapa suaminya begitu terburu-buru menyuruhnya pulang, apa yang akan dia lakukan, dia telah menganalis dengan hati-hati di atas gedung, meskipun Sojun Lu telah ditangkap, Welly berkata bahwa polisi tidak mendapatkan foto itu. Ini mungkin benar. Jika tidak, polisi mungkin akan mencarinya untuk memahami situasi. Sampai sekarang polisi tidak mencarinya, dan lebih tidak mungkin untuk mencari suaminya.

Setelah Marena menyapa rekan kerjanya, dia mengendarai mobilnya pulang ke rumah, ketika dia masuk, dia tersedak dengan ruangan yang penuh dengan asap rokok, dan terbatuk dua kali, dan dia bertanya dengan tidak senang : “Irwandi, kamu semalaman tidak pulang, tidak mengangkat telepon dan tidak membalas wechatku. Dan hari ini kamu merokok di dalam rumah, apa yang ingin kamu lakukan?”

Melihat istrinya yang cantik dan dingin di depannya ini, Irwandi dengan pikirannya yang kacau, serta perasaannya yang campur aduk, dia juga tidak memberi penjelasan, berbalik badan dan membuka jendela, kembali ke sofa dan melihat istrinya yang berdiri di sana, dia menunjuk ke meja teh dan berkata : “Marena, kamu lihatlah ini, jika kamu tidak memiliki pendapat yang berbeda, ayo kita lengkapi formalitasnya sore ini.”

Marena merasa tidak seperti biasanya, dan menatap suaminya dengan ragu, duduk di sofa mengambil dua lembar kertas yang berada di atas meja teh, dan melihat surat perjanjian perceraian. Tangannya gemetaran, dan dia mendongakkan kepalanya dengan terkejut, dan menatap suaminya dengan tak percaya : “Irwandi, apa yang kamu lakukan.”

“Mari kita bercerai.” Irwandi berkata dengan sedih tak berdaya.

“Beritahu aku, sebenarnya kenapa?” Marena berdiri dari sofa dengan sangat emosional, dan menatap suaminya : “Kenapa ingin bercerai denganku.”

“Haha.” Irwandi tertawa pahit, “Kenapa ingin bercerai, apakah kamu tidak tahu?”

Marena menatap suaminya, dan berteriak dengan keras : “Aku tidak tahu, aku hanya tahu kamu semalaman tidak pulang.”

Melihat istrinya yang berada di hadapannya, ternyata dia sangat munafik dan sangat hebat memutarbalikkan kata-kata, dan tidak mengakui kesalahannya. Seperti menusuk hati Irwandi dengan keras, membuatnya terluka dan kecewa, dan tidak ada lagi alasan untuk memaafkan dan mempertahankannya.

Sebenarnya dia tidak ingin menunjukkan foto-foto itu, dan memberi istrinya harga diri. Tapi, sekarang Irwandi tidak ingin seperti itu lagi. Dia menghela napas panjang, dan menatap istrinya dalam-dalam, masuk ke dalam ruang kerjanya dan mengambil foto istrinya yang berpelukan dan berciuman dengan Sojun Lu, dia mengeluarkan ponselnya dan membuka foto itu, pada saat bersamaan dia meletakkan di atas meja teh, dan berkata : “Kamu lihatlah sendiri.”

Marena yang gelisah dan mempunyai firasat, dia membungkuk dan mengambil ponsel serta foto itu, dan melihat dengan menundukkan kepalanya, foto di ponsel itu, sepertinya dia pernah melihatnya di Welly. Tapi, foto yang dipotret ada dirinya dan Sojun Lu dalam keadaan kembali ke Kota Brigil, terutama ketika dia melihat foto dirinya berpelukan dan berciuman dengan Sojun Lu, wajahnya memucat, tubuhnya terhuyung-huyung, dan tangannya gemetaran sambil memegang foto itu.

Setelah beberapa saat, Marena dengan genangan air di matanya, mendongakkan kepalanya dan menatap suaminya, dan bertanya dengan suara yang serak : “Dari mana kamu mendapatkan foto ini?”

Melihat istrinya penuh dengan genangan air mati, Irwandi yang sedih tidak berkomentar apa-apa dan menyalakan sebatang rokok, berkata : “Mari kita bercerai saja.”

“Beritahu aku, dari mana foto-foto ini.” Marena hampir berteriak, dan menatap suaminya dengan tak percaya, berkata : “Kamu menyuruh orang untuk mengikutiku?” setelah selesai berbicara, dia terjatuh di sofa, dan air matanya juga ikut mengalir.

Ketika Irwandi melihat istrinya duduk di sofa dan menangis dalam diam, tiba-tiba dia merasa ada sedikit dorongan, dan berpikir ingin memeluk istrinya, ketika matanya melihat foto yang ada di atas meja teh, tatapannya menjadi dingin, setelah beberapa saat, bagaimanapun dia tidak bisa menahan diri, diam-diam dia mengambil tisu di atas meja teh dan memberikan kepadanya.

Marena melambaikan tangan dan membuka tangan suaminya, dan menatap suaminya : “Apakah kamu begitu ingin bercerai? Dan bahkan meminta seseorang untuk mengikutiku secara diam-diam!”

Hati Marena sangat kesal dan merasa dirugikan, dia sendiri telah bekerja sangat keras, karena tidak ingin bercerai dengan suaminya, tak diduga suaminya tidak mempercayainya, dan meminta seseorang untuk mengikutiku di belakang. Suamiku telah berubah !

Irwandi yang tangannya telah dibuka, diam-diam berjalan ke sofa seberang dan duduk di sana, dan menyesap tehnya dengan perlahan, dia tidak berbicara sementara waktu, menyalakan sebatang rokok, berpikir sejenak dan berkata : “Kamu belum membaca perjanjiannya, sekarang aku akan menjelaskan kepadamu. Setelah bercerai, rumah ini menjadi milikku, aku akan memberimu kompensasi beberapa ratus juta, namun, harus menunggu beberapa hari. Aku telah melihat tabungan yang ada di rumah, masih ada empat ratusan juta, tabungan dan mobil semuanya menjadi milikmu. Apakah kamu keberatan?” setelah berhenti sejenak, dia berkata : “Beberapa hari ini aku akan tinggal di luar, aku akan kembali setelah kamu mengemasi barang-barangmu.”

Ternyata suaminya sudah berencana untuk bercerai sejak awal, dan dia sudah memikirkan semuanya. Marena yang sedih dan bergelinang air mata menatap suaminya, dan berkata dengan penuh kebencian : “Kamu jangan menyesal suatu hari nanti.” Sambil berkata dia mengambil pena dan menandatangani surat perjanjian perceraian. Berkata : “Aku tidak berselingkuh, dan juga tidak melakukan perbuatan yang tak terpuji kepadamu.”

Mendengar perkataan ini, Irwandi termenung sejenak, mengemas surat perjanjian perceraian di atas meja teh, berkata : “Kalau begitu kita akan melengkapi formalitasnya nanti sore.”

Tiba-tiba Marena berdiri dari sofa dan berlari ke kamar mandi, dan menangis terisak sambil menutup mulutnya, setelah membasuh wajahnya dan menyisir rambutnya , dia keluar dari kamar mandi, dia mengambil tas dari sofa, dan menyipitkan mata kepada suaminya, “Ayo pergi.”

Melihat istrinya mengangkat wajahnya dengan angkuh, dia mengatup bibirnya dengan erat. Irwandi menyimpan surat perjanjian ke dalam tas, berdiri dari sofa dan berjalan keluar mengikuti istrinya dari belakang.

Setelah turun ke lantai bawah, Marena berkata : “Aku menunggumu di Kantor Catatan Sipil.” Dan dia bergegas pergi. Ketika Irwandi berjalan keluar dari area perumahan dan pergi ke Kantor Catatan Sipil, dia sudah melihat istrinya telah berdiri di sana.

Irwandi tersenyum getir : “Ayo masuk.”

Ketika mengurus perceraiannya, anggota stafnya hanya bertanya dengan sederhana, dan memberikan kata-kata menghibur, di bawah ketekunan mereka, sertifikat perceraian diselesaikan dengan sangat cepat, kemudian mereka pergi ke ruang layanan administrasi untuk menyelesaikan prosedur transfer properti.

Setelah menunggu beberapa saat, semuanya telah selesai, setelah keluar dari pintu ruang layanan administrasi, Irwandi melihat Marena dan tersenyum dengan enggan : “Marena, semoga kamu bahagia suatu hari nanti.”

“Kamu juga.” Setelah Marena selesai berbicara, dia berbalik badan dan berjalan dengan cepat ke tempat parkir. Setelah duduk di dalam mobil, wajah angkuhnya telah sirna, ada kesedihan di dalam matanya, dan dia menundukkan kepalanya ke setir mobil, kemudian menangis terisak dalam kesedihan.

Novel Terkait

Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
3 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Back To You

Back To You

CC Lenny
CEO
4 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu