Istri Pengkhianat - Bab 31 Memutuskan Mencari Detektif
Oktavia yang duduk di seberang Ronald sangat sedih, dengan mata kuyuh dan sedikit merah menatap Ronald, “Tidak bisa, aku sudah memberimu banyak kesempatan.”
“Aku tidak setuju bercerai.”ucap Ronald dengan tegas, tidak sabar mengambil rokok dari sakunya dan bersiap untuk menyalakannya. Melihat Oktavia di depan, dia meletakkan rokok di atas meja. Lalu berkata, “Istriku, apakah kamu rela menghancurkan keluarga ini. Istriku, apakah kamu tega pada Kendo! Aku tidak rela. Dan, aku lebih tidak rela melepaskan dirimu!”
“Ronald, jangan munafik.”Oktavia menyindir dengan marah: “Ketika kamu memiliki selingkuhan, kamu sudah melupakan keluarga ini. Sekarang mengatakan tidak rela, membuat wajahku memerah.”setelah berhenti sesaat, berkata: “Setelah bercerai, Kendo akan ikut denganku.”
“Istriku, selingkuhan apa. Kamu dengar dari siapa.”ucap Ronald dengan sedih, “Terkadang aku menjamu tamu di luar, mungkin bisa membuat orang salah paham, tapi aku sama sekali tidak melakukan hal bersalah padamu. Istriku kamu harus percaya padaku.”
Wajah Oktavia yang sarkasme, menatap Ronald dengan penghinaan, “Ronald, sebelum ini, aku pikir kamu tidak berani melakukannya, sekarang baru tahu, kamu berani melakukan tidak berani bertanggung jaawb. Ok, bukankah kamu menginginkan bukti, setelah kamu menandatangani surat cerai, kamu bisa melihat bukti ini di pengadilan.”dia mendorong surat cerai di atas meja ke Ronald.
Kata-kata Okatavia, membuat Ronald tercengang, hatinya hampa. Dia tahu istrinya Oktavia tidak pernah membual, kalau begitu, dia pasti sudah memiliki bukti. Ronald menatap surat cerai, lalu melihat istrinya kembali, dia sangat menyesal dan tidak berani berbicara.
“Tidak bisa berkata apa-apa.”Oktavia meletakkan pena di atas surat cerai, “Setelah kamu menandatanganinya, kamu bisa melihat buktinya.”
“Aku tidak akan menandatanganinya.”Ronald yang marah bangkit dari sofa, “Bahkan jika di pengadilan, aku juga tidak setuju bercerai.”setelah mengatakannya, dia masuk ke dalam kamar.
Melihat suaminya masuk ke dalam kamar, Oktavia menatap pintu kamar, duduk sebentar, bangun dan masuk kamar lainnya, menutup pintu dengan erat, berbaring di tempat tidur, dan air mata terus mengalir.
Bagaimana mungkin dia ingin bercerai. Pengkhianatan kepada suami di masa lalu, pertengkaran dengan suaminya. Karena anaknya Kendo, dan kurangnya bukti, dia menjalani kehidupan penuh penipuan.
Sampai suatu hari Kendo sakit, dia tidak bisa menghubungi telepon suaminya di malam hari, dan ketika suaminya datang ke rumah sakit dia memakai parfum wanita dan ada rambut panjang di tubuhnya, ketika sampai di rumah sakit, Oktavia baru mengerti, dirinya yang pura-pura seperti burung unta, menguburkan kepala ke bawah pasir, melarikan diri dari kenyataan, melarikan diri dari ejekan, tapi malah membukakan pantatnya keluar, membuat orang lain semakin mencibirnya.
Sejak saat itu, Oktavia memiliki niat bercerai. Karena Kendo putranya, dia hidup dengan bahagia dan tersenyum lebar, melihat suaminya Ronald, akhir-akhir ini sangat normal, dan sangat perhatian pada dirinya. Membuatnya sedikit ragu.
Bagaimanapun, Oktavia lebih tidak rela pada keluarga ini!
Tapi, ucapan rekannya kerja hari ini, seperti tamparan di wajah, memukulnya hingga pusing. Dia seharian memikirkan pernikahannya dengan suaminya Ronald.
Kalau mau, dihadapi atau menghindar!
Pada akhirnya dia memutuskan untuk menghadapinya! Menghadapi kenyataan. Setelah pulang kerja, dia mencari alasan mengirim anaknya ke tempat orang tua. Meminta orang tua menjaga putranya, malam hari setelah selesai menulis surat cerai, duduk di sofa menunggu suaminya yang pulang malam, baru terjadi kejadian ini.
Berbaring di tempat tidur menangis untuk waktu yang lama, pikiran Oktavia perlahan-lahan bingung, dan tertidur, seolah pingsan. Dia yang seharian seperti ini, pikirannya terus meronta, di malam hari dia tidak makan sama sekali.
Ronald yang masuk kamar, mengambil rokok dari sakunya dengan tidak sabar, dan ternyata tidak ada rokok, dia baru ingat rokoknya sudah di letakkan di atas meja, dia pergi ke depan kaca, menarik tirai dengan keras, mendorong pintu kaca terbuka, dan berjalan ke balkon.
Melihat lampu keluarga orang lain di tengah malam yang gelap, memancarkan sebuah kehangatan. Hatinya semakin menyesal. Menyesal dirinya memiliki istri yang begitu baik, malah ikut belajar dari keluarga lain memiliki selingkuhan, masalah sudah sampai seperti ini, harus memikirkan cara untuk menyelesaikannya.
Karena istrinya sekarang sudah membuat keputusan, dan sudah menulis surat cerai. Tampaknya dirinya benar-benar menyakiti hati istrinya. Dirinya tidak bisa membujuk istrinya untuk mengubah keputusan. Hanya bisa mencari orang untuk membujuknya. Kalau begitu cari siapa? Cari ayah mertua, ibu mertua atau kerabat dan teman, pemikiran ini langsung ditolak Ronald. Selain itu, bagaimana dia memberitahu ayah dan ibu mertuanya, Oktavia sangat keras kepala, meminta bantuan orang-orang yang tidak tahu masalah ini, hanya akan membuat masalah semakin parah.
Kalau begitu minta bantuan teman istrinya, Ronald kembali menggelengkan kepala. Istrinya seharusnya tidak mengatakan apa-apa pada sahabatnya. Kalau tidak dengan karakter Marena dan Donita, pasti sudah datang sejak awal. Mengingat Marena, Ronald tiba-tiba memikirkan Irwandi.
Matanya menyala, mencari Irwandi datang membujuknya. Karena, malam itu di rumah sakit, dia melihat istrinya mengambil rambut panjang dari tubuhnya, dan menyeringai sinis di depan matanya.
Irwandi termasuk orang dalam, dia dan istrinya sudah saling kenal sejak kuliah, bujukannya seharusnya lebih diterima oleh Oktavia daripada orang lain. Ronald yang sudah memiliki cara, merasa sedikit lega.
Saat ini, Ronald menyadari istrinya tidak masuk ke kamar, hatinya sedikit khawatir, dia dengan cepat dari balkon masuk ke kamar, membuka pintu melihat ke ruang tamu, dan tidak menemukan istrinya, dirinya panik, mencari ke sekeliling, ketika melihat pintu kamar kedua, dia mengulurkan tangan, ingin membukanya, tapi tidak bisa terbuka.
Perlahan-lahan mengetuk pintu beberapa kali, dan tidak ada jawaban dari dalam. Ronald berkata dengan cemas: “Istriku, ini aku, kamu ada di dalam tidak.”
Melihat tidak ada respon dari kamar kedua. Ronald yang khawatir, tanpa ragu memukul pintu, “Istriku, buka pintu. Istriku cepat buka pintu.”
Suara gedoran pintu, membangunkan Oktavia, mendengar Ronald berteriak, dia menggigit bibirnya menghampiri, dan tidak mengatakan apa-apa. Lalu mendengar Ronald di luar pintu berteriak, “Istriku, kamu tidak apa-apa kan, jangan menakutiku, kalau kamu masih tidak membuka pintu, aku akan mendobraknya.”
Oktavia merasa semakin kesal dan berteriak: “Aku baik-baik saja, jangan munafik. Lebih baik kamu cepat tanda tangan.”
Mendengar suara serak istrinya, Ronald merasa lega, tapi dia merasa sedih kembali, istriku pasti sedang menangis. Dia yang sedih bersiap-siap pergi, berpikir sebentar, lalu berbalik duduk di pintu kamar kedua.
Tidak ada suara di luar pintu kamar kedua. Oktavia membuka matanya dengan tercengang, pikirannya yang kacau berpikir cukup lama, baru perlahan-lahan tersadar. Tampaknya suamiku tidak ingin bercerai, dan menginginkan dirinya mengeluarkan bukti.
Meskipun tadi menipunya, tapi sebenarnya dirinya tidak memiliki bukti. Tampaknya jika ingin bercerai dengan mulus, harus mencari bukti baru bisa. Tapi cari bukti kemana, dan bagaimana mencarinya, baru bisa menemukan bukti.
Saat ini Irwandi, baru saja berbaring di tempat tidur, memandangi istrinya yang sedang tidur dalam pelukannya, memikirkan masalah yang sama, harus bagaimana baru bisa menemukan selingkuhan istrinya, dan menjadikan ini sebagai bukti.
Sekarang Irwandi, mengapa mati-matian ingin mencari bukti perselingkuhan istrinya.
Malam hari ini, setelah makan malam, Irwandi mencuci mangkuk dan sumpit. Dia yang membawa kantong sampah, memandangi istrinya yang sedang duduk di sofa ruang tamu sambil tersenyum, “Istriku ayo kita buang sampah, sekalian jalan santai.”
Mendengar ucapan suaminya, Marena sedikit ragu, “Kamu pergi saja, aku tidak pergi, sore hari ini ada proyek yang mendesak, kebetulan aku menganalisa proyek ini dengan hati-hati di rumah dan memodifikasinya.”
Sebenarnya, hati Marena juga ingin berjalan-jalan dengan suaminya, tapi, sekarang dia lebih takut menghadapi senyum jujur suaminya dan tatapan matanya yang memancarkan cinta. Selain itu, dia ingin menghubungi Donita sesegera mungkin. Kebetulan suaminya keluar, dia bisa mengambil kesempatan ini berbicara dengan Donita.
“Kalau begitu kamu kerjakan saja. Aku pergi buang sampah.”Irwandi tersenyum dan berbalik pergi. Namun, sebenarnya hatinya kecewa.
Melihat suaminya meninggalkan rumah dan menutup pintu. Marena mengambil hp masuk ke dalam kamar, lalu menguncinya, duduk di kursi mempertimbangkannya cukup lama. Dia berulang kali menelepon nomor Donita, Donita tidak menjawabnya. Apakah, Donita pergi ke club, Marena yang curiga, segera mengirimkan pesan wechat kepada Donita, dia meletakkan hp duduk di sana dan berpikir, sambil menunggu telepon Donita.
Setelah beberapa saat, tidak mendapat telepon Donita, Marena mengambil hp-nya dengan cemas dan melihatnya, di Wechat juga tidak ada pesan Donita. Hatinya bertambah cemas. Tepat saat ini, hp berdering.
Marena dengan cepat mengambil hp-nya, hp ini terjatuh dari tangannya dan berkata, “Donita, kamu di mana.”
“Marena, ini aku.”terdengar suara Sojun dari telepon, “Aku sangat merindukanmu, aku mengirim pesan Wechat padamu, tapi tidak mendapat balasanmu, aku duduk termenung di sini, pikiranku penuh dengan bayangan dirimu.”
Mendengar suara Sojun dari telepon, Marena tertegun, tampaknya nomor yang menelepon, memang Sojun. Setelah mendengar suara Sojun, Marena berkata dengan dingin: “Bukankah aku sudah mengatakannya, malam hari jangan telepon aku.”
“Aku tidak bisa menahannya, aku tidak bisa menahan diri, aku sangat merindukanmu.”Sojun berkata dengan serius: “Jadi meneleponmu, meskipun hanya mendengar suaramu juga baik.”
“Sudahlah, kamu sudah mendengar suaraku.”ucap Marena dengan tegas: “Lain kali, jangan telepon aku di malam hari.”
Irwandi yang pulang ke rumah, kebetulan datang ke ruang belajar dan mendengar istrinya berkata, jangan meneleponnya di malam hari. Wajahnya tiba-tiba berubah, dia menjulurkan tangan ingin membuka pintu ruang kerja, tapi, untuk sesaat, dia menahan dirinya, dengan otot-otot biru yang menjulur dari punggung tangannya, dia mengepalkan tangannya dengan erat, dan berbalik.
Setelah mandi, ketika istrinya tertidur, Irwandi membuka mata, memikirkan bagaimana cara cepat dan lancar menemukan kekasih istrinya, dan bukti perselingkuhan istrinya. Setelah memikirkan berbagai cara, hingga akhirnya, Irwandi memutuskan mencari detektif swasta.
Irwandi yang sudah mengambil keputusan ini, menatap istrinya dengan sedih. Dia tahu, ketika dia memutuskan pergi mencari detektif, kepercayaan di antara suami dan istri akan hilang selamanya. Cinta di antara suami dan istri secara bertahap akan hilang.
Namun, toleransi dalam pernikahan juga memiliki batas. Toleransi tanpa batas adalah sebuah kesenangan, dan bahkan lebih tidak bertanggung jawab atas pernikahan sendiri. Hasil akhirnya akan tetap menghancurkan keluarga.
Irwandi yang sekarang, demi keluarga dan demi istri tercinta, tidak bisa mentoleransi tanpa batas. Namun, dia juga tidak ada cara lain, setelah beberapa kali berkomunikasi dengan istrinya, apa yang dia dapatkan hanyalah kebohongan, agar pernikahannya tidak ada kejutan, dia harus melakukannya sekarang!
Meminta detektif swasta menyelidiki masalah ini, adalah hasil yang tidak dapat dihindari, dan juga hal yang tidak pernah terpikirkan olehnya.
Kalau, memang dirinya salah paham pada istrinya, dia akan jujur kepada istrinya, dan menerima hukuman istrinya.
Irwandi yang sudah membuat keputusan, memeluk istrinya dengan erat.
Novel Terkait
Mr. Ceo's Woman
Rebecca WangAkibat Pernikahan Dini
CintiaMbak, Kamu Sungguh Cantik
Tere LiyeGue Jadi Kaya
Faya SaitamaThat Night
Star AngelLove And War
JaneAwesome Guy
RobinLelah Terhadap Cinta Ini
Bella CindyIstri Pengkhianat×
- Bab 1 Siapa Laki Laki ini
- Bab 2 Memudarnya Cinta
- Bab 3 Kebohongan Istri
- Bab 4 Salah Kaprah
- Bab 5 Rumah Yang Rapi Dan Bersih
- Bab 6 Menghubungi Sahabat Istri
- Bab 7 Istri Tidak Mengangkat Telepon
- Bab 8 Marena Berada di Hainan
- Bab 9 Menguak Kebohongan Istri
- Bab 10 Makan Dan Memergoki Perselingkuhan
- Bab 11 Pernikahan Yang Terlihat Bahagia
- Bab 12 Cerita Oktavia
- Bab 13 Marena Pulang
- Bab 14 Melihat Durex Lagi
- Bab 15 Pertama Kalinya Suami Istri Bertengkar
- Bab 16 Kesalahan Dalam Berdalih
- Bab 17 Tidak Beruntung Menjadi Suaminya
- Bab 18 Memeriksa CCTV Komplek Perumahan
- Bab 19 Kebingungan Marena
- Bab 20 Teringat Padanya
- Bab 21 Dari Bangga Berubah Menjadi Kecewa
- Bab 22 Meminta Bantuan Sahabat
- Bab 23 Sahabat pun Memandang Rendah Dirinya
- Bab 24 Tidak Bisa Kembali Lagi Ke Masa Lalu
- Bab 25 Sojun yang Datang Mencari
- Bab 26 Ayah Mertua dan Ibu Mertua
- Bab 27 Yang terpenting adalah Kamu.
- Bab 28 Kembali ke dulunya.
- Bab 29 Ujian Pernikahan
- Bab 30 Mengintimidasi Sang Istri
- Bab 31 Memutuskan Mencari Detektif
- Bab 32 Bersedia Membantu
- Bab 33 Menutupi
- Bab 34 Mencari Perusahaan Detektif
- Bab 35 Negosiasi
- Bab 36 Balas Dendam Atau Cinta Yang Tidak Jelas
- Bab 37 Kesadisan Istri
- Bab 38 Sombong Yang Palsu
- Bab 39 Permintaan Dari Panggilan Tidak Dikenal
- Bab 40 Menceritakan Keseluruhan Cerita
- Bab 41 Donita yang Tidak Bisa Tahan Lagi
- Bab 42 Apakah Masih Mencintainya?
- Bab 43 Dendam Welly Dan Sojun Lu
- Bab 44 Masuk ke Dalam Jebakan
- Bab 45 Solusi Sojun Lu
- Bab 46 Istri yang Meninggalkan Rumah pada Tengah Malam
- Bab 47 Marena Berada Di Kamar Hotel
- Bab 48 Kembali Memberi Kesempatan
- Bab 49 Welly Ingin Memakan Masakan Yoyo
- Bab 50 Welly Memenangkan Yoyo
- Bab 51 Menghadapi Selingkuhan Istri
- Bab 52 Bersiap-Siap Pulang untuk menjelaskan
- Bab 53 Irwandi Memutuskan Balas Dendam
- Bab 54 Welly Melaporkan Ke Polisi Lagi
- Bab 55 Sojun Lu Ditangkap
- Bab 56 Cerai
- Bab 57 Rumah Kosong Dan Sunyi
- Bab 58 Oktavia Bercerai
- Bab 59 Penderitaan Marena
- Bab 60 Sendiri Orang Terakhir Yang Mengetahui Kebenaran
- Bab 61 Diinterogasi oleh Ayah dan Ibu Mertua
- Bab 62 Balas Dendam Yoyo
- Bsb 63 Irwandi Naik Jabatan
- Bab 64 Marena ingin rujuk kembali
- Bab 65 Marena Datang Ke Perusahaan Untuk Mencari Irwandi
- Bab 66 Penolakan Irwandi
- Bab 67 Menyadarkannya
- Bab 68 Percakapan Antara Irwandi dan Marena
- Bab 69 Undangan Makan dari Oktavia
- Bab 70 Ayo Kita Pulang (End)