Istri Pengkhianat - Bab 5 Rumah Yang Rapi Dan Bersih

Waktu masih kurang sekitar 20 menit dari waktu pulang kerja. Irwandi duduk di atas kursi ruangannya, berfikir, membuka komputernya mengetik di mesin pencari mengenai masalah pernikahan. Mengenai berita atau yang berhubungan dengan pernikahan, sebelumnya dia tidak pernah melihatnya.

Apakah pernikahannya bahagia atau tidak, dia pasti tahu dengan jelas. Tidak perlu untuk menghadiri pernikahan orang lain. Ini adalah pemikiran Irwandi sebelumnya, tetapi sekarang dia mendapati jika istrinya sepertinya selingkuh, tapi dia bahkan tidak bisa menjelaskan alasan dibalik dia melakukan itu, jadi dia mencoba mencari tahu di mesin pencarian.

Jika dia tidak mencarinya maka dia tidak akan tahu akan apapun, begitu menemukan apa yang dia cari dia langsung terkejut. Dia melihat ke seluruh layar, semua menunjukkan hasil pencarian mengenai istri yang selingkuh, apa yang harus dilakukan, ataupun suami selingkuh, ada lagi penderitaan menjadi selingkuhan, dan berita lain mengenai perselingkuhan muncul di layar komputernya.

Irwandi yang masih mematung akhirnya menemukan satu penjelasan mengenai istri yang selingkuh. Dia menekannya, dan membacanya dengan seksama, layar komputer menunjukkan tanda tanda jika istri selingkuh.

Dulu istrinya memperlakukannya dengan sangat lembut, sekarang malah begitu dingin, dulu istrinya memperlakukannya dengan sangat perhatian sekarang malah bersikap arogan, dulu istrinya sering ngomelinya tapi sekarang sering berbohong, dulu istrinya suka menggandeng lengannya saat pergi keluar tapi sekarang jangankan pergi keluar bersama, untuk jalan bersama saja sudah jarang menggandeng lengannya.

Terutama saat melakukan perjalanan dinas, istrinya diam diam memasak untuk orang lain tanpa sepengetahuannya, meminum anggur merah yang bahkan tidak rela untuk menghabiskannya, bahkan dia menggunakan Durex saat dirumah. Mengenai semua penjelasan itu, Irwandi terpaksa mengakui, bagaimana dia membandingkan semuanya sangatlah mirip, istrinya sudah selingkuh!

Setelah selesai membandingkan, tatapan kedua mata Irwandi masih menatap tepat ke dalam komputer di depannya, tanpa dia sadari mouse di tangannya tertekan, tapi dia tidak melihat apa yang sudah dia buka di layar komputer, pikirannya sudah melayang entah kemana, sibuk memikirkan semua hal.

Dia memikirkan tentang gambaran saat dirinya dan istrinya masih berpacaran saat di kampus, memikirkan akan kehidupan dan istrinya tiga tahun sebelum pernikahan, memikirkan pernikahan yang sudah hampir dia bina selama dua tahun, tanpa disadari kedua pelupuk matanya sudah berair.

Irwandi yang tersadar langsung mengusap air mata yang menetes, dia melihat kembali waktu dan sudah menunjukkan saatnya pulang kerja, dia beranjak dan memasukkan puntung rokoknya ke dalam asbak, kemudian memasukkan asbak itu ke dalam laci meja kerjanya.

Peraturan perusahaan mengatakan jika di dalam ruangan dan ruangan umum tidak diperbolehkan untuk merokok, jika ingin merokok maka harus pergi ke tempat yang sudah di khususkan untuk merokok. Tetapi jajaran atas perusahaan rata rata diam diam merokok di dalam ruangan, mereka semua melihat pemandangan ini dengan kedua mata mereka, tetapi menutup mulut mereka rapat rapat.

Irwandi membuka jendela membiarkan asap rokok di dalam ruangannya menghilang, menghirup nafas panjang, kemudian berjalan keluar dari ruangannya, pintu pintu kantor di sepanjang koridor hampir semua sudah tertutup, hanya pintu pintu kantor staf individu yang masih terbuka, dan terdengar ada tawa dari dalam ruangan.

Masa muda memang sangat menyenangkan! Irwandi berfikir dalam hatinya, kemudian kembali teringat akan keluarganya, perasaannya terlihat semakin suram saja, dia tidak ingin makan di kantin perusahaan, mungkin dia khawatir akan bertemu dengan pegawai yang memiliki hubungan akrab dengannya, dia khawatir mendengar perkataan kepedulian mereka. Jadi dia melangkahkan kakinya dengan cepat berjalan keluar dari perusahaan.

Tidak jauh dari pintu keluar perusahaan dia menaiki kendaraan umum. Setelah turun, dia hanya perlu berjalan sekitar 10 menit untuk sampai ke rumah, waktu itu saat membeli rumah dia juga memikirkan kenyamanan ini, mobil dia berikan kepada istri untuk dibawa istrinya, dia sendiri bisa menaiki kendaraan umum. Setelah pergi ke hotel untuk mengambil kopernya, dia mengurus check out, menarik kopernya, sengaja berjalan memutar dan masuk ke pintu yang lain ke dalam perumahan.

Saat mengeluarkan kunci untuk membuka pintu, dia sedikit ragu ragu, entah bagaimana keadaan di dalam, bagaimanapun juga ini adalah rumahnya, dia adalah pemilik dari rumah ini. Setelah masuk ke dalam dia melihat ke sekeliling, rumah terlihat sangat bersih dan rapi, sama seperti saat dia akan pergi melakukan pelatihan.

Tapi rumah yang terlihat bersih dan rapi seperti ini malah membuat rasa sakit yang Irwandi rasakan semakin dalam, rasa sakit dan kesedihan menguasai hatinya. Rumah ini! Benar benar sangat bersih! Seperti salju, menutupi kerusakan tanah di dalamnya.

Tidak perlu melihatnya lagi, kebobrokan dan kebohongan dari rumah ini sudah dibersihkan sampai bersih, tidak meninggalkan jejak sedikit pun.

Dia menarik kopernya masuk ke dalam kamar, terlihat jika selimut sudah dilipat dengan sangat rapi, begitu pula dengan bantal dan apa yang ada di atas ranjang, istrinya sudah memeriksanya dengan sangat teliti. Itu berarti jika dalam hatinya dia memiliki sedikit rasa bersalah.

Irwandi yang perasaannya masih begitu risau membuka pintu lemari pakaian, saat dia akan meletakkan pakaian miliknya ke dalam, dia melihat sekilas tas baru yang kemarin sempat dia pegang, tas itu sudah tidak terlihat lagi. Dia tertawa pahit beberapa kali, meletakkan bajunya ke dalam lemari, dia melihat baju yang dia berikan untuk istrinya, ragu beberapa saat, tapi masih memasukannya ke dalam lemari pakaian.

Saat dia akan melangkahkan kakinya keluar dari dalam kamar, dia berdiri di samping ranjang, melihat surat pernikahan yang ada di atas ranjang. Terlihat di dalamnya foto akan dirinya yang tersenyum dengan begitu bahagia, istrinya juga tersenyum dengan sangat manis.

Jika itu dirinya yang sekarang, apa dia bisa tersenyum sebahagia itu, tersenyum dengan begitu tulus?

Kedua matanya mulai memerah, rasanya air mata sudah akan keluar dari pelupuk matanya, Irwandi yang hatinya begitu terluka langsung berjalan keluar dari dalam kamar. Dia membereskan barang barang yang dia bawa setelah kembali dari pelatihan, masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Dia menjatuhkan dirinya di atas ranjang setelah selesai mandi, menarik selimut sampai menutup kepalanya.

Meskipun dia sudah hidup di kota ini selama lima tahun, tapi dia masih saja seperti orang asing, tidak ada yang bisa di sebut sebagai teman baiknya. Sekarang bahkan dia sudah hampir kehilangan istrinya. Semua ini harus dia terima, harus diterima tanpa bisa bahkan untuk memberontak.

Dia yang sudah kehilangan kedua orang tuanya sejak dia masih kecil, membuat karakternya terkendali dan memiliki ke uletan dan keberanian. Jika tidak maka dia tidak akan bisa masuk ke kampus terkemuka dengan nilai yang bagus, dia bahkan mendapatkan ijazah S2.

Alarm di teleponnya berdering, dia menyibakkan selimut yang menutupi kepalanya, Irwandi yang kedua matanya memerah pergi ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya, mengenakan kemeja dan mantelnya, menyunggingkan senyum di wajahnya, kembali ke perusahaan dengan menaiki kendaraan umum. Setelah kembali ke perusahaan, rekan kerja yang akrab dengannya mulai bertegur sapa dengannya, memperlakukannya lebih ramah dari biasanya, bahkan mereka yang sebelumnya tidak begitu akrab dengannya juga menyapanya dengan tatapan penuh penasaran.

Mengenai semua ini, Irwandi menduga semua terjadi karena kemarin dia sempat dipanggil oleh direktur Miguel. Tapi siapa yang tahu jika direktur hanya ingin berbincang saja dengannya.

Irwandi dengan sikap yang rendah hati bertegur sapa dengan mereka semua. Dia bersikap layaknya kemarin tidak dipanggil oleh direktur Miguel saja. Tidak lama setelah masuk ke dalam ruangan, terlihat Cikka dengan senyum puas di wajahnya masuk ke dalam ruangan, “aku sudah mengatakan kan jika kamu akan naik jabatan, lihatlah, perkataanku benar.” Setelah mengatakan itu dia mendudukan dirinya di kursi depan meja Irwandi, meletakkan kedua tangannya di atas meja menatap Irwandi.

Wajah bersih dan cantiknya, kedua matanya dengan senyum puas menatap Irwandi, rambut panjang berwarna coklat dia biarkan terjatuh di pundaknya, dadanya yang penuh dia sandarkan diatas meja, membuat Cikka terlihat cantik dengan kesan seksi.

Tatapan kedua mata irwandi menatap kedua mata Cikka hingga ke bagian dadanya, kemudian dia berdehem untuk menyadarkan dirinya, dalam waktu bersamaan mengedarkan pandangannya ke arah lain dengan sangat canggung, “kamu, perhatikan tindakanmu.”

Melihat Irwandi yang memalingkan tatapan kedua matanya, dia tersenyum lebar, sampai kedua matanya menyipit, penuh dengan kelicikan dan sekaligus kepuasan dan rona malu. Tapi dia tidak beranjak dari kursi yang diduduki, malah memajukan tubuhnya sedikit ke depan, “senior, ini adalah hal menggembirakan, kamu harus mentraktir aku.”

Irwandi langsung saja mendorong tubuhnya sendiri ke belakang untuk bersandar di kursi belakang, “bisa saja aku mentraktirmu, tapi aku tidak naik jabatan, jika aku mengatakannya kamu juga tidak akan percaya, direktur hanya berbincang santai saja denganku. Jangan berfikir berlebihan, dan jangan mencari tahu.”

“Kenapa?” Kali ini dia menatap Irwandi dengan sedikit kebingungan, mencoba memikirkan sesuatu dengan kepalanya, menggerutu dengan dirinya sendiri, “tidak mungkin, jika dia hanya ingin berbincang denganmu kenapa harus memanggilmu kembali lebih awal dari pelatihan. Bisa dibilang kamu sebelumnya tidak pernah berbincang dengan direktur Miguel, benarkan.”

“Apa yang kamu pikirkan, bekerjalah dengan baik.” Irwandi tersenyum dan mengatakan beberapa kata, kemudian menunjuknya, “jika ada yang tidak kamu ketahui masalah pekerjaan, maka kamu harus lebih banyak belajar lagi, pasti suatu saat nanti kamu akan mengerti.”

“Oh.” Cikka memutar kedua bola matanya berpikir, menatap Irwandi dengan tatapan aneh, “lihatlah kamu yang tidak tahu malu itu, kamu juga begitu kolot.” Bibir merahnya kembali terbuka, “aku tidak mau tahu, kamu harus mentraktir aku makan.”

“Baiklah.” Irwandi menjawab seenaknya, “setelah beberapa hari ke depan aku akan mentraktirmu makan.”

“Tidak usah sampai menunggu beberapa hari ke depan, jika tidak kamu akan melupakannya.” Sepertinya Cikka sudah mengerti akan rencana Irwandi, dia menggelengkan kepalanya puas, “malam ini traktir aku makan.” Kemudian dia seperti menyadari akan sesuatu, “malam ini sepertinya suami budak istri di depanku ini tidak memiliki waktu, dia baru kembali jadi harus menemani kakak ipar, lebih baik besok saja.”

Setelah mendengar perkataannya, ada kesedihan di kedua mata Irwandi, tapi dia mengalihkan pandangannya ke arah lain, kemudian menjawab, “iya, setelah beberapa hari aku akan mentraktirmu makan.”

Cikka yang selalu saja memperhatikan Irwandi menyadari kesedihan yang terpancar di kedua matanya, kemudian dia kembali menatapnya cukup lama, benar saja kedua matanya sudah tidak terlihat segar seperti biasanya. Apa hanya dia yang salah lihat saja, atau mungkin karena dia mengatakan jika Irwandi adalah suami budak istri jadi dia marah, tapi dulu dia selalu saja membuat bercandaan seperti ini. Mungkin dia saja yang salah lihat.

Untuk memastikan apakah dia salah lihat atau tidak, Cikka kembali mengatakan beberapa candaan dengan Irwandi, ternyata Irwandi tidak marah, dan setelah itu dia baru memutuskan jika dia sudah salah lihat. Pada saat ini ada rekan kerja yang lain yang masuk, dia mencari beberapa topik pembicaraan dengan Irwandi, melihat keadaan seperti ini, Cikka menyapa rekan kerja yang baru masuk ke dalam, kemudian keluar dengan terburu buru.

Karena Irwandi kembali lebih awal dari pelatihannya, rekan kerja yang lain menjadi sangat ramah dan juga heran, mereka datang ke ruangannya, semua mengatakan jika ingin mentraktir makan, atau bercanda mengatakan jika Irwandi harus mentraktirnya makan. Tapi dia mencoba menolak dengan halus setiap ajakan yang mereka katakan, atau menolak keinginan rekan kerjanya agar dirinya mentraktir mereka. Waktu dengan cepat sudah menunjukkan saatnya pulang kerja, Irwandi sengaja meninggalkan ruangan lebih cepat belasan menit.

Di dekat kompleks rumahnya, dia membeli beberapa makanan dan juga rokok, dia tidak naik lift, menaiki tangga untuk sampai ke rumahnya. Dulu saat pulang kerja dia selalu ingin segera sampai di rumah, tapi sekarang dia tidak ingin kembali ke rumah, tetapi tetap harus kembali ke rumah.

Entah setinggi apapun gedung pasti akan bisa dinaiki, entah sejauh apa itu jalanan pasti akan bisa ditelusuri. Manusia memiliki dua kaki, tujuannya adalah agar mereka bisa berjuang dan berjalan jauh.

Akhirnya dia sampai di rumah, meletakkan makanan yang dia beli di atas meja, melepaskan jas yang dia pakai, dia masuk ke dalam dapur untuk mengambil mangkok dan juga sumpit, mengambil anggur putih dari lemari minuman, kemudian menatap sekilas lemari minuman, anggur yang sempat temannya berikan kepadanya terlihat masih berada di sana. Jika bukan karena kemarin dia sempat melihat anggur itu sudah diminum habis, jika orang lain yang memberitahunya, dia pasti akan berfikir jika orang lain itu hanyalah menghayal, atau memiliki niat lain terhadap dirinya.

Sebelumnya belum pernah terjadi masalah seperti ini, Irwandi yang duduk di sofa meminum minumannya sendirian dengan pemikiran yang menyedihkan, menikmati minumannya sendirian semakin membuatnya terlihat menyedihkan. Meratapi kepedihannya, meratapi kemalangannya. Dia merasa jengah dengan kehidupan yang sepi dan dingin, menyalakan televisi, dan kembali menertawakan kelemahannya dalam hatinya, menyulut kembali sebatang rokok ditangannya.

Tapi meskipun televisi menyala, tapi dia tidak memperdulikan acara apa yang sedang berlangsung, rokok meskipun masih dia hisap, tapi kepahitan dalam mulutnya semakin terasa pekat. Kedua matanya sedikit menyipit, menatap rumahnya melalui sela sela asap yang menyembul di depan matanya, tapi semakin dilihat rasanya semakin kabur saja.

Irwandi meminum minumannya kembali, mencoba untuk membuat dirinya mabuk.

Novel Terkait

Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu
Someday Unexpected Love

Someday Unexpected Love

Alexander
Pernikahan
4 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
4 tahun yang lalu