Istri Pengkhianat - Bab 3 Kebohongan Istri
Telepon tersambung, tapi tidak ada yang mengangkatnya. Setelah panggilan pertama tidak diangkat, Irwandi kembali melakukan panggilan kedua, setelah itu dia baru mendengar suara istrinya dari dalam telepon, “kenapa kamu menelepon di saat seperti ini, aku sedang mandi, saat mendengar nada dering telepon darimu, aku bahkan belum menyelesaikan mandi ku.”
Dari balik telepon terdengar suara istrinya yang sedang kesal, Irwandi terkejut, bertanya tanpa dia sadari, “sedang mandi di rumah?”
“Kenapa kamu mengatakan omong kosong! Jika tidak mandi di rumah, aku mandi di mana.” Istrinya masih berkata tidak senang, “kenapa kamu menelepon di jam seperti ini.”
Irwandi tidak menjawab pertanyaan istrinya, dia malah kembali bertanya, “bukankah biasanya kamu mandi saat pukul 10 malam, kenapa secepat ini kamu sudah mandi.” Suara istrinya yang terdengar tidak senang, ditambah suara sangat tenang dari dalam telepon, membuat Irwandi semakin curiga, mungkin istrinya sedang mandi di hotel atau rumah laki laki lain, kemudian tengah bersiap untuk melakukan hubungan di atas ranjang.
Pertanyaan Irwandi membuat istrinya terkejut, tapi suaranya terdengar tidak sekesal tadi, dia hanya menjawab iya, kemudian kembali mengatakan, “besok aku akan pergi dinas, masih belum tahu untuk beberapa harinya, mungkin saat kamu kembali dari pelatihan dan kembali ke rumah aku juga sudah kembali dari dinas.”
“Kamu akan pergi dinas?” Irwandi bertanya kaget, “ke mana?” Dalam hatinya dia mulai menebak, mungkin istrinya akan berlibur bersama selingkuhanya, dia sedikit tidak percaya jika waktu dinas istrinya itu sekebetulan ini dengan dirinya yang pergi pelatihan.
“Kota Hainan.” Istrinya menjawab seenaknya, “perusahaan di sana menerima proyek baru, mereka meminta kita ke sana untuk merencanakan proyek itu.”
“Oh, kalau begitu perhatikan keselamatanmu dan istirahatmu. Setelah sampai kabari aku.” Irwandi menghentikan perkataannya kemudian kembali melanjutkan, “aku besok akan kembali, tidak tahu apakah bisa bertemu denganmu atau tidak.” Irwandi mencoba menelisik. Dia ingin mendengar reaksi apa yang akan diberikan oleh istrinya, dia ingin tahu jawaban apa yang akan dia katakan.
“Hah!” Istrinya terkejut, “bukankah kamu latihan selama setengah bulan, ini baru beberapa hari saja, kamu sudah akan kembali?” Dia menghentikan perkataannya kemudian bertanya, “apa terjadi sesuatu denganmu?”
“Apa yang bisa terjadi kepadaku, atasan yang memintaku untuk kembali.” Irwandi sengaja tersenyum tipis.
“Oh, kapan besok kamu akan kembali?” Istrinya akhirnya menghembuskan napas lega. Seperti tidak disengaja dia mencoba untuk mencari tahu, “paling cepat kamu juga mungkin siang hari baru sampai rumah kan.”
“Mungkin iya, aku besok akan pergi ke terminal dan menaiki mobil paling pagi.” Irwandi menjawab seenaknya.
“Kamu ini bagaimana.” Istrinya kembali kesal, “bukankah kamu bisa membeli tiket dari hp mu, jika besok kamu pergi ke terminal, jika kamu tidak bisa mendapatkan tiketnya gimana, aku belum mengeringkan rambutku. Jika kamu sampai di rumah besok hubungi aku.” Setelah mengatakan itu dia langsung memutuskan panggilan telepon.
Setelah mengakhiri panggilan telepon dengan istrinya, Irwandi kembali menatap jalanan di depan perumahannya, ternyata istrinya bisa seyakin itu mengatakan jika dia sedang mandi di rumah, tetapi jelas jelas dia tidak melihat istrinya masuk ke dalam kompleks perumahan. Apakah dia pulang ke rumah dengan melalui jalan lain, Irwandi mematikan rokoknya di dalam asbak, dia memutuskan untuk pergi ke kompleks rumahnya untuk memastikan hal ini, dia ingin melihat apakah lampu di rumahnya menyala atau tidak.
Dia memutar di jalan, masuk ke kompleks rumahnya melalui jalan lain. Lampu di sepanjang jalan ini sudah menyala, bayangan tubuhnya yang muncul karena sorot lampu mengikuti langkah kakinya, dia melangkahkan kakinya dengan cepat menuju bagian bawah rumahnya, mendongakkan kepalanya melihat ke atas, melihat ke lantai tujuh di mana rumahnya berada, rumahnya terlihat semakin gelap karena sinar lampu terang rumah disampingnya. Gelap seperti perasaannya saat ini.
Istrinya sudah berbohong kepadanya!
Saat Irwandi memastikan jika apa yang dikatakan oleh istrinya adalah suatu kebohongan, kali ini rasa sakit dalam hatinya kembali muncul, sakit hingga membuatnya kesulitan untuk hanya sekedar bernafas.
Apa mungkin istrinya sudah selesai mandi dan sudah tertidur, pemikiran ini membawa sedikit harapan bagi Irwandi, dia langsung melangkahkan kakinya masuk ke dalam, kemudian berjalan masuk ke dalam lift. Saat sampai di pintu depan rumahnya, dia menempelkan telinganya di pintu rumahnya, tetapi dia tidak mendengar suara apapun, setelah sedikit ragu dia mengeluarkan kunci dari kantong bajunya kemudian membuka pintu rumah.
Dia melangkahkan kakinya dengan sangat perlahan masuk ke dalam rumah, tangannya tidak lupa untuk menutup pintu juga dengan sangat pelan, khawatir jika pintu akan berbunyi saat tidak tertutup dengan benar, tangannya meraih tombol saklar lampu, Irwandi menghentikan tindakannya saat tangannya sudah terangkat, mengeluarkan telepon miliknya dari kantongnya, menyalakan aplikasi senter yang ada di dalam teleponnya, kemudian menyinari jalannya.
Kali ini hatinya terasa semakin sakit, berada di rumah sendiri saja dia masih bersikap layaknya pencuri. Benar, di dalam rumahnya memang sudah dimasuki oleh pencuri, tetapi dia bukanlah pencuri yang mencuri apa yang berhubungan dengan kekayaan, yang dia curi adalah kebahagiaan dan juga cintanya.
Melihat keadaan rumah yang masih sama persis saat dia meninggalkan rumah sore tadi, dia melangkahkan kakinya ke depan pintu kamarnya, mendorong pintu terbuka dan melihat sebentar, mengangkat teleponnya untuk menyinari ruangan, tapi masih tidak terlihat ada seseorang, dia kembali membuka pintu kamar mandi, masih saja dia tidak melihat siapa pun. Irwandi yang saat ini terlihat begitu menyedihkan perlahan lahan berjalan keluar dari rumahnya, menutup pintu rumahnya kemudian masuk ke samping lift.
Dia sekarang berfikir jika istrinya tahu akan kepulangannya esok hari, dan kapan itu tepatnya dia akan pulang. Jika istrinya tidak ingin dirinya mengetahui semuanya, bukankah seharusnya dia kembali ke rumah dan membersihkan rumah agar tidak meninggalkan bukti tentang perselingkuhannya.
Dia bersandar pada tembok disamping tangga, mengerutkan keningnya, dan menutup kedua matanya sedikit, kedua tangannya dia lipat di depan dadanya, rasanya seperti dulu saat dia mengejar istrinya, menunggunya di bawah rumahnya. Dia menggelengkan kepalanya keras mencoba menepis apa yang ada dalam benaknya, kebahagiaan waktu itu sudah menjadi masa lalu, dia yang sekarang rasanya ingin sekali menepis semua kebahagiaan masa lalu.
Saat mendengar suara pintu lift terbuka, Irwandi langsung memunggunginya, menyalakan rokok di tangannya, bersikap layaknya seseorang yang diam diam keluar untuk merokok. Tapi dulu dia adalah perokok berat, saat sudah tidak tahan lagi dia memang sering datang kemari untuk merokok.
Lift berhenti saat sudah sampai di lantai enam, setelah itu tidak ada pergerakan lagi. Irwandi yang merasa sedikit aneh mengeluarkan kepalanya melihat, dan di depan lantai enam terlihat berdiri seorang laki laki yang juga sedang merokok, merokok dengan terburu buru. Dia terdiam, kemudian mulai menyadari sesuatu, mungkin laki laki itu juga tidak boleh merokok di dalam rumah.
Setelah menunggu sekitar 40 menit, Irwandi mendengar suara pintu lift yang terbuka, setelah itu dibarengi dengan suara heels yang berbenturan dengan lantai, mengeluarkan suara tak tak tak, suara langkah kaki yang sangat akrab itu tanpa perlu Irwandi melihatnya, dia langsung tahu jika itu adalah suara langkah kaki istrinya.
Saat suara langkah kaki itu terhenti, Irwandi perlahan mengulurkan kepalanya melihat ke depan pintu rumahnya, melihat sosok tinggi yang sangat akrab baginya itu sedang memunggunginya, dia terlihat sedang mengeluarkan kunci dari mantel yang dia pakai, bersiap untuk membuka pintu rumah.
Rambut milik istrinya itu masih terlihat sangat panjang, dia mengikatnya tinggi di atas, ikatan ekor kuda, hal itu membuat istrinya yang sudah berumur 28 tahun terlihat jauh lebih muda dan bersemangat. Dia mengenakan pakaian kerja, sebuah dress yang membungkus tubuhnya yang berisi, hal itu membuat dirinya terlihat lebih seksi, hak dari heels yang dia kenakan membuat kakinya terlihat lebih jenjang.
Istrinya yang sudah membuka pintu rumah langsung mematikan lampu di depan rumahnya, saat dia bersiap masuk ke dalam, dia memiliki firasat dan melihat ke arah tangga, hal itu membuat Irwandi terkejut dan menarik kembali kepalanya, saat mendengar suara pintu tertutup, tidak lama kemudian dia baru perlahan kembali mengeluarkan kepalanya untuk melihat keadaan di depan rumahnya, sudah tidak terlihat siapa pun lagi, hanya menyisakan kegelapan.
Tidak lama kemudian, dia melangkahkan kakinya menuju ke depan pintu rumahnya, menempelkan telinganya di pintu, terdengar di dalam sepertinya istrinya sedang membereskan mangkuk di atas meja, dia mendesah pelan, kemudian berjalan dengan sangat menyedihkan ke dekat tangga.
Irwandi yang sudah berada di samping tangga menutup kedua matanya, air matanya perlahan terjatuh dari ujung matanya. Selamat tinggal kebahagiaan, selamat tinggal kehangatannya, selamat tinggal keluarganya yang hangat, selamat tinggal cintaku. Dia bersumpah dalam hatinya, dan perlahan perasaan itu mulai menghilang.
Entah sudah berlalu berapa lama, Irwandi mencoba menggerakkan kedua kakinya yang sudah kesemutan, bersiap untuk pergi, tiba tiba dia mendengar di lorong ada suara pintu terbuka, aneh sekali, dia mengeluarkan kepalanya untuk melihat apa yang terjadi, dan kebetulan terlihat istrinya sedang berjalan keluar dari dalam rumah, salah satu tangannya sedang menutup pintu, Dan satu tangan lainnya memegang kantong kresek yang sangat besar.
Novel Terkait
Mbak, Kamu Sungguh Cantik
Tere LiyeMy Charming Wife
Diana AndrikaAdieu
Shi QiDewa Perang Greget
Budi MaStep by Step
LeksAsisten Wanita Ndeso
Audy MarshandaIstri Pengkhianat×
- Bab 1 Siapa Laki Laki ini
- Bab 2 Memudarnya Cinta
- Bab 3 Kebohongan Istri
- Bab 4 Salah Kaprah
- Bab 5 Rumah Yang Rapi Dan Bersih
- Bab 6 Menghubungi Sahabat Istri
- Bab 7 Istri Tidak Mengangkat Telepon
- Bab 8 Marena Berada di Hainan
- Bab 9 Menguak Kebohongan Istri
- Bab 10 Makan Dan Memergoki Perselingkuhan
- Bab 11 Pernikahan Yang Terlihat Bahagia
- Bab 12 Cerita Oktavia
- Bab 13 Marena Pulang
- Bab 14 Melihat Durex Lagi
- Bab 15 Pertama Kalinya Suami Istri Bertengkar
- Bab 16 Kesalahan Dalam Berdalih
- Bab 17 Tidak Beruntung Menjadi Suaminya
- Bab 18 Memeriksa CCTV Komplek Perumahan
- Bab 19 Kebingungan Marena
- Bab 20 Teringat Padanya
- Bab 21 Dari Bangga Berubah Menjadi Kecewa
- Bab 22 Meminta Bantuan Sahabat
- Bab 23 Sahabat pun Memandang Rendah Dirinya
- Bab 24 Tidak Bisa Kembali Lagi Ke Masa Lalu
- Bab 25 Sojun yang Datang Mencari
- Bab 26 Ayah Mertua dan Ibu Mertua
- Bab 27 Yang terpenting adalah Kamu.
- Bab 28 Kembali ke dulunya.
- Bab 29 Ujian Pernikahan
- Bab 30 Mengintimidasi Sang Istri
- Bab 31 Memutuskan Mencari Detektif
- Bab 32 Bersedia Membantu
- Bab 33 Menutupi
- Bab 34 Mencari Perusahaan Detektif
- Bab 35 Negosiasi
- Bab 36 Balas Dendam Atau Cinta Yang Tidak Jelas
- Bab 37 Kesadisan Istri
- Bab 38 Sombong Yang Palsu
- Bab 39 Permintaan Dari Panggilan Tidak Dikenal
- Bab 40 Menceritakan Keseluruhan Cerita
- Bab 41 Donita yang Tidak Bisa Tahan Lagi
- Bab 42 Apakah Masih Mencintainya?
- Bab 43 Dendam Welly Dan Sojun Lu
- Bab 44 Masuk ke Dalam Jebakan
- Bab 45 Solusi Sojun Lu
- Bab 46 Istri yang Meninggalkan Rumah pada Tengah Malam
- Bab 47 Marena Berada Di Kamar Hotel
- Bab 48 Kembali Memberi Kesempatan
- Bab 49 Welly Ingin Memakan Masakan Yoyo
- Bab 50 Welly Memenangkan Yoyo
- Bab 51 Menghadapi Selingkuhan Istri
- Bab 52 Bersiap-Siap Pulang untuk menjelaskan
- Bab 53 Irwandi Memutuskan Balas Dendam
- Bab 54 Welly Melaporkan Ke Polisi Lagi
- Bab 55 Sojun Lu Ditangkap
- Bab 56 Cerai
- Bab 57 Rumah Kosong Dan Sunyi
- Bab 58 Oktavia Bercerai
- Bab 59 Penderitaan Marena
- Bab 60 Sendiri Orang Terakhir Yang Mengetahui Kebenaran
- Bab 61 Diinterogasi oleh Ayah dan Ibu Mertua
- Bab 62 Balas Dendam Yoyo
- Bsb 63 Irwandi Naik Jabatan
- Bab 64 Marena ingin rujuk kembali
- Bab 65 Marena Datang Ke Perusahaan Untuk Mencari Irwandi
- Bab 66 Penolakan Irwandi
- Bab 67 Menyadarkannya
- Bab 68 Percakapan Antara Irwandi dan Marena
- Bab 69 Undangan Makan dari Oktavia
- Bab 70 Ayo Kita Pulang (End)