Istri Pengkhianat - Bab 11 Pernikahan Yang Terlihat Bahagia

Setelah Irwandi pulang ke rumah, dia melihat Cikka mengiriminya Wechat wajah tersenyum dan menulis pesan bahwa sudah sampai di rumah dengan selamat. Dia tersenyum tipis sambil membalas sebuah wajah tersenyum kepadanya. Setelah dipikir-pikir, dia lebih baik mengirimi istrinya sebuah Wechat. Setelah beberapa saat dan belum melihat istrinya pulang, dia meletakkan ponsel dan pergi mandi.

Setelah di tempat tidur, dia membuka Wechat yang ada di ponsel tetapi masih belum ada Wechat dari istrinya. Irwandi yang merasa gelisah, melemparkan ponselnya, dia menyalakan sebatang rokok dan bersandar di tempat tidur dan matanya melayang di depan. Tiba-tiba, dia memadamkan rokok yang telah tinggal setengah di asbak, dia mengambil ponselnya dan menelepon istrinya dan terdengar, telepon yang Anda tuju sedang dimatikan.

Irwandi yang sedang marah tertawa sampai air matanya keluar. Ini adalah istri kesayangannya, dia pada waktu itu menyerah untuk sekolah di luar negeri daripada kehilangan istrinya.

Haha. Suara tertawa berubah menjadi tawa terbahak-bahak. Dia tertawa sampai air matanya mengalir keluar. Setelah Irwandi tertawa, dia berbaring di atas selimut sambil menutupi wajahnya.

Pada saat ini, Oktavia juga sangat cemas dan sibuk, putranya Kendo hanya sedikit batuk ketika makan malam, tidak disangka, dia tiba-tiba demam tinggi sekarang, dia menelepon suaminya beberapa kali tapi tidak ada yang mengangkatnya, dia sendiri yang akan membawa Kendo ke rumah sakit, tapi Kendo terlalu gendut, dia tidak mampu menggendongnya.

Oktavia yang sedang panik memikirkan Irwandi, dia meneleponnya tanpa ragu-ragu. Irwandi sudah tenang sekarang, dia membasuh wajahnya lagi, dia barusan bersandar di tempat tidur dan menerima telepon dari Oktavia.

Teleponnya baru terhubung dan terdengar suara paniknya:”Irwandi, cepat datang. Cepat datang ke rumahku.”

Irwandi tertegun sejenak, apakah dia sudah tahu bahwa Ronald selingkuh, mereka bertengkar di rumah sambil memikirkan bagaimana menghadapinya dan menghiburnya:”Ada apa, jangan khawatir, bicara pelan-pelan.”

Setelah mendengar suara Irwandi yang tenang, emosi Oktavia juga menjadi lebih stabil,”Kendo sakit dan demam, aku tidak bisa menggendongnya seorang diri, Ronald tidak bisa dihubungi, aku ingin meminta bantuanmu untuk mengantarkan Kendo ke rumah sakit.”

“Baik. Kamu jangan khawatir.” Irwandi berbicara sambil turun dari tempat tidurnya,”Aku segera ke sana.” Dia menutup teleponnya setelah bicara, dia segera memakai baju dan keluar, dia memanggil taksi di luar komplek perumahan dan sampai di luar komplek perumahan Oktavia.

Komplek perumahan ini tidak mengizinkan orang luar masuk, tapi ketika Irwandi mengatakan alasannya kepada penjaganya maka penjaga juga tidak berani menghentikannya. Peraturan ya peraturan, tapi jika terjadi sesuatu terhadap anak kecil maka masalahnya tidak dapat diselesaikan dengan peraturan.

Setelah tiba di bawah rumahnya, Irwandi memberikan uang sebesar 200 ribu kepada supirnya untuk memintanya menunggu sebentar, dia buru-buru naik ke atas, mengetuk pintu dan melihat Oktavia berdiri di dekat pintu sambil memegang Kendo yang gendut di dekat pintu,”Ayo pergi.” Dia berbicara sambil menggendong Kendo ke luar.

Setelah turun ke bawah dan meletakkan Kendo di bangku belakang, dia duduk di samping Kendo dan tangannya memeluk bahunya dengan lembut, tangan lainnya menyentuh dahinya untuk mencoba suhunya, dia merasa agak panas, dia melihat Oktavia yang duduk di sisi lainnya,”Kamu mau ke rumah sakait yang mana.”

“Pergi ke rumah sakit Brigil saja.” Oktavia tidak ragu-ragu berkata,”Ketika Kendo sakit dulu, dia pergi ke rumah sakit itu.”

Setelah tiba di rumah sakit, ketika Oktavia bersiap membayar ongkos mobilnya, supirnya sudah menyerahkan kembaliannya. Irwandi mengendong Kendo turun dari mobil, dia segera berkata:”Kamu ambil saja, Kendo harus segera di periksa dokter.”

Setelah tertegun sebentar, Oktavia mengambil kembaliannya dan juga tidak banyak bicara, dia segera mengikuti Irwandi dan masuk ke dalam Rumah sakit dan segera mendaftar di ruang darurat. Ketika dia mendaftar, kebetulan dia memakai uang kembalian yang ada di tangannya.

Setelah diperiksa dokter, itu adalah demam yang disebabkan oleh radang tenggorokan, untungnya dibawah ke rumah sakit tepat waktu sehingga tidak menyebabkan gejala lain. Kendo berbaring di ruang gawat darurat dan diinfus. Mungkin karena efek obat, tidak lama kemudian Kendo tertidur.

Oktavia yang duduk di samping tempat tidur, menghela napas panjang dan dia akhirnya bisa bernapas lega. Ketika dia melihat Irwandi masuk sambil membawa obat dari luar, dia berdiri dan berkata dengan lembut:”Irwandi, aku telah merepotkanmu malam ini. Terima kasih!”

Haha. Irwandi tertawa dan berjalan ke samping tempat tidur, ketika dia melihat Kendo sudah tidur, dia berkata dengan pelan:”Jika kamu berkata seperti itu berarti kita orang asing, tidak perlu berkata seperti itu.”

Oktavia yang sudah tenang tertawa pelan,”Benar juga.” Dia berhenti sejenak dan melanjutkan berkata:”Irwandi, Kendo sekarang sudah diinfus, kamu pulang dulu saja, kamu masih harus kerja besok.”

“Jangan khawatir, tunggu sebentar lagi.” Irwandi berkata sambil tersenyum:”Jika menyuruhmu pulang maka kamu pasti tidak mau pulang, bagaimana kalau kamu bersandar di tempat tidur, jika tidak kamu akan capek untuk kelas besok.”

“Aku baik-baik saja, jika benar-benar tidak bisa, maka aku akan meminta bantuan guru lain untuk menggantikanku.” Oktavia melihat putranya yang tertidur di depannya, dia berkata dengan marah:”Aku akan melakukan perhitungan ketika Ronald datang nanti.”

“Mungkin dia sedang sibuk.” Irwandi menghiburnya.

Sibuk!” Oktavia tersenyum dingin, dia mengganti topiknya dan bertanya:”Apakah kamu sudah menelepon Marena”

Haha. Dia tertawa, mata Irwandi melihat ke arah lain,”Aku sudah mengiriminya pesan Wechat, tidak dibalas, telepon juga sudah dimatikan, mungkin baterai teleponnya habis.”

Setiap kali membicarakan Marena, Irwandi akan terlihat bahagia, tapi sekarang Irwandi terlihat seperti ini dan membuat Oktavia tertegun dan hatinya terkejut,”Apakah Marena hari ini sudah meneleponmu.”

“Mungkin dia sibuk.” Irwandi berkata sambil tersenyum dan bertanya:”Apakah kamu sudah bisa menghubungi Marena”

Dia terdiam sejenak, Oktavia berkata:”Dia juga tidak membalas telepon dan Wechatku.” Kemudian dia berkata:”Kalian juga sudah tidak muda lagi, sudah saatnya punya anak. Kamu tidak boleh selalu menuruti Marena. Apakah kamu mau aku bantu mengerjakan pekerjaannya.”

“Haha. Terima kasih.” Irwandi tersenyum,”Masalah punya anak tidak bisa buru-buru, jika sudah stabil maka baru bahas masalah ini lagi.”

Setelah mendengar ini, Oktavia merasa ada yang tidak beres, dulu ketika membicarakan masalah anak, Irwandi akan terlihat bahagia, tapi hari ini dia sedikit dingin. Dia buru-buru berkata:”Stabil, kamu sudah sangat stabil, mungkin dulu keadaan ekonominya kurang baik. Tapi sekarang kamu sudah ada segalanya, mengapa kamu masih tidak mau punya anak!”

Setelah mendengar nada Oktavia yang terdengar sedikit menyalahkan, hati Irwandi merasa hangat dan bersyukur, jika bukan teman baik maka tidak akan peduli dengan mereka. Sayangnya, dia tidak mengerti apa yang dimaksud stabil olehnya.

Stabil yang dimaksud adalah stabil dalam masalah pernikahan, hubungan suami istri yang stabil. Dan bukan stabil dalam arti ekonomi. Jika sebuah pernikahan yang tidak stabil dan memiliki anak, ini bukan hanya tidak bertanggungjawab pada diri sendiri tapi tidak bertanggungjawab pada anak-anak juga.

Setelah melihat Irwandi tidak berbicara, Oktavia berpikir bahwa hatinya tersentuh, dia melanjutkan berkata:”Aku akan membicarakannya ketika Marena pulang nanti.”

Irwandi bersiap untuk menjelaskannya dan ponsel yang ada di dalam tas Oktavia berbunyi. Dia takut akan membangunkan anaknya, Oktavia berkata denagn pelan:”Aku keluar angkat telepon dulu, seharusnya ini telepon dari Ronald.” Dia berbicara sambil berjalan keluar dari kamar rumah sakit.

Segera Irwandi mendengar suara Oktavia yang ditekan di koridor,”Apakah aku tidak boleh menelepon, kamu menanyakan kenapa aku meneleponmu. Kendo sakit.”

Setelah beberapa saat, Oktavia berjalan masuk dengan wajah memerah, dia berkata dengan nada sedikit marah:”Ronald segera ke sini.”

“Baguslah kalau begitu, aku akan pergi ketika dia datang.” Irwandi tidak sungkan. Dia hanya merasa sayang karena dia tidak bisa mendapatkan berita tentang Marena dari Oktavia. Sedangkan Oktavia yang sedang marah tidak menjawabnya, kamar rumah sakit menjadi sunyi, mereka berdua terdiam sambil memikirkan permasalahan hati masing-masing.

Setelah sepuluh menit, Ronald yang gendut masuk ke dalam, dia bertanya dengan cemas:”Kendo sakit apa, apakah sudah lebih baik sekarang” Setelah itu, dia langsung bergegas ke arah tempat tidur, ketika dia melihat anaknya tertidur nyenyak, dia menghela napas lega yang panjang.

Ketika Ronald buru-buru melewatinya, Irwandi mencium aroma minyak wangi, dia mengerutkan keningnya sambil melihat bagian belakang Ronald. Dan pada saat ini, Oktavia juga mencium aroma minyak wanginya, dia berdiri di samping tempat tidur dam melihat rambut berwarna kuning ada di bahu Ronald, dia mencibir sambil meremas bahu Ronald dan melotot di depan Ronald.

Wajah Ronald terlihat canggung, dia berjalan ke arah Irwandi,”Terima kasih ya teman. Mari kita keluar merokok.”

Irwandi yang bersiap menolaknya, mendengar suara Oktavia:”Irwandi, malam ini sudah merepotkanmu, ini sudah malam, kamu pulang istirahat dulu.”

“Benar, benar. Benar apa yang dikatakan istri.” Ronald berkata dengan ramah:”Irwandi, kamu pulang istirahat dulu, Oktavia juga sudah sangat lelah karena besok masih harus mengajar, tolong sekalian antar Oktavia pulang.” Dia berkata sambil melihat ke arah Oktavia,”Istriku, aku akan tinggal di rumah sakit malam ini, kamu pulang dulu unttuk istirahat. Kamu jangan khawatir, aku pasti menjaga Kendo dengan baik.”

“Kamu.” Oktavia marah sambil memelototi Ronald. Ketika melihat situasi seperti ini, Irwandi merasa serba salah.

Wajah Ronald yang tersenyum, mengambil tas Oktavia dari meja yang ada di samping tempat tidur dan memberikan kepadanya, dia mendorongnya sambil berkata dengan tersenyum,”Irwandi, tolong ya.”

Irwandi tidak berdaya, dia hanya bisa ikut membujuknya:”Oktavia, kamu lebih baik pulang dan istirahat di rumah karena besok kamu masih harus mengajar sedangkan Ronald adalah bos, dia tidak masalah jika tidak kerja.”

“Benar. Benar, apa yang dikatakan oleh Irwandi.” Ronald mendorong Oktavia ke koridor, dia membujuknya sambil melihatnya,”Istriku, aku di sini, kamu jangan khawatir dengan Kendo.”

Menghadapi situasi seperti ini, Oktavia hanya bisa mengikuti Irwandi dan berjalan keluar dari rumah sakit.

Setelah keluar dari rumah sakit, Irwandi yang bersiap melambai taksi melihat Oktavia berjalan ke depan dengan sedih, dia mengikutinya di belakang, untuk sementara waktu dia tidak menemukan kata untuk menghiburnya, maka dia hanya bisa menemaninya jalan dengan diam.

Pada saat ini, Irwandi berpikir dalam hati, pernikahan Oktavia mungkin hanya terlihat bahagia saja. Dan pernikahannya sendiri juga terlihat bahagia. Hanya saja Oktavia sedang berpura-pura bahagia dan dia tahu bahwa pernikahannya penuh kebohongan.

Irwandi yang berpikir sampai di sini merasa Oktavia sedang mempercepat langkah kakinya saat ini, dia memiringkan kepalanya untuk melihat ke arahnya, kemudian dia membeku.

Oktavia yang sedang menunduk, dia mengatupkan bibirnya yang merah dengan erat, mukanya yang putih penuh air mata.

Novel Terkait

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
3 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu