Istri Pengkhianat - Bab 21 Dari Bangga Berubah Menjadi Kecewa
Keserakahan adalah penyebab banyak bencana. Namun pria dan wanita yang sudah menikah, malah serakah akan cinta di luar pernikahan, itu hanya bisa menjadi tragedi.
Dan Donita adalah orang seperti itu. Ketika dia mendengar pertanyaan Marena, wajahnya terlihat menjadi malu, setelah beberapa saat dia mengangkat kepalanya dan merapikan rambutnya ke belakang telinganya. Dia berkata dengan malu dan sedih: "Itu karena aku serakah."
"Serakah!" Marena sedikit tercengang, "Serakah apa?"
Melihat ekspresi Marena yang tidak memahaminya, Donita memutar tubuhnya secara tidak wajar, pandangannya melihat ke tempat lain, dan wajahnya memerah karena malu, "Karena aku serakah dan menginginkan lebih banyak cinta. Aku berselingkuh."
"Ah?" Marena terkejut, dia sedikit tidak bisa mempercayainya. Malam ini Donita mengejutkan Marena beberapa kali. Dalam persepsi Marena, Donita selalu menjadi istri yang baik dan ibu yang baik. Bagaimana dia bisa berselingkuh, dia menatap Donita dengan sedikit terbengong, dan dia bertanya dengan linglung: "Kenapa?"
"Pada waktu itu, aku juga tidak tahu kenapa! Aku tidak begitu sadar." Donita tertawa mengejek dirinya sendiri, "Jika aku tahu, apakah aku akan berselingkuh!"
"Oh." Marena menghela napas, dia diam-diam meliriknya, dan bertanya dengan hati-hati: "Kalau begitu kamu sekarang sudah menyadarinya, apa rencanamu untuk kedepannya?"
"Apa yang bisa aku lakukan." Donita terlihat sangat sedih, "Awalnya aku berencana untuk menikah lagi dengan Whesky, tetapi malam ini kamu juga melihat sikap Whesky, tampaknya tidak mungkin untuk menikah lagi. Aku akan hidup seperti ini dulu."
"Bagaimana dengan pria itu?" Marena langsung bertanya. Setelah dia menanyakannya dia menyesalinya dan bergegas menjelaskannya: "Maksudku, bagaimana sikap pria itu terhadapmu?"
"Sikap apa yang bisa dia miliki." Donita menarik-narik bibirnya dengan mencibir, "Dia punya istri dan dia tidak mungkin bercerai. Semuanya salahku karena saat itu terlalu bodoh."
Mendengar penjelasan Donita, Marena tidak tahu harus berkata apa, dia mengambil teh dan menyesapnya, ruangan hening untuk sementara waktu. Mereka berdua hanya terdiam dan tidak berbicara, mereka memikirkan masalah mereka sendiri.
Setelah beberapa saat, Marena sesekali diam-diam melirik Donita, dia ingin berpamitan dengannya, tetapi dia masih sangat penasaran, dia penasaran tentang bagaimana Donita yang seorang istri dan ibu yang baik bisa berselingkuh. Itu membuatnya terkejut dan tiba-tiba.
Dia ingin bertanya, tetapi ketika dia melihat Donita sedih, dia tidak enak untuk mengatakannya. Pada akhirnya, Marena tetap masih tidak bisa menahan diri, rasa penasarannya lebih besar, dan dia bertanya: "Sebenarnya bagaimana situasinya saat itu?"
Ketika Donita yang diam mendengar perkataannya itu, dia meragu sejenak, dia mendongak dan menatap Marena dengan malu, lalu berkata, "Kamu ingin tahu alasan di dalamnya bukan?" Setelah terdiam sejenak, dia lanjut berkata: "Hal ini sudah terjadi, dan aku sekarang juga merasa sangat tertekan, masalah ini, selain Whesky, aku tidak pernah mengatakannya kepada orang lain. Meskipun Whesky sudah bercerai denganku, dia juga tidak pernah memberi tahu siapa pun. "
Setelah mengatakannya, air mata Donita menetes. Dia mengambil tisu yang diberikan Marena dan menghapus air matanya. Lalu Donita menceritakan masalahnya.
Sebenarnya, masalahnya sangat sederhana. Donita yang bekerja di perusahaan swasta, memiliki seorang atasan yang tampan yang selalu baik padanya. Pada awalnya, Donita lebih berwaspada dengan atasan ini, tetapi atasannya ini selalu baik dan menjaga jarak. Seiring waktu berlalu, pertahanan Donita melemah, dan kadang-kadang mereka akan mengobrol sebentar.
Melalui kontak, Donita merasa atasannya ini, memahami kesenangan, dia juga humoris. Perlahan-lahan dia terbiasa mengobrol dengan atasannya ini, mereka akan mengobrol sejenak setiap hari. Dia yang awalnya menolak keramahtamahan dan hadiah dari atasannya ini, akhirnya dia menerima barang-barang itu.
Pada saat itu, suaminya, Whesky kebetulan sedang membawa kelas kelulusan, dia jarang di rumah dan kurang menunjukkan perhatian padanya. Itu membuat Donita secara tidak sadar menjadi sering berkomunikasi dengan atasannya, topiknya juga luas, mereka sering berinteraksi satu sama lain, jika idak ada orang, mereka juga sering membuat beberapa lelucon tentang seks dan sejenisnya.
Suatu kali, perusahaan membutuhkan atasannya untuk melakukan perjalanan bisnis, Donita awalnya bisa pergi dan bisa tidak pergi. Setelah atasannya memintanya, Donita pun pergi. Selama perjalanan bisnis, suatu kali Donita minum terlalu banyak dan otomatis tidur dengan atasannya di malam hari.
Setelah kembali, dia dan atasannya menjadi kekasih rahasia. Pada saat itu, Donita sangat takut dan merasa bersalah, dia merasa bersalah kepada suaminya. Namun, dia enggan putus dengan atasannya. Jadi dia tidak hanya memperlakukan suaminya dengan lebih baik, dia juga pergi berkencan dengan atasannya.
Akhirnya, setelah kelas kelulusan berakhir, ketika suaminya sedang cuti liburan musim panas, dia memperhatikan Donita tampak agak tidak normal, dan dia berkomunikasi dengan Donita. Donita yang ketakutan menyangkal faktanya dan bertekad untuk putus dengan atasannya. Namun, dia tidak bisa tahan dengan bujukan atasannya, dan tidak putus dengannya sepenuhnya, suatu hari ketika berkencan, Whesky menangkap mereka di tempat.
Hasilnya bisa diketahui. Tidak peduli bagaimana Donita berjanji dan memohon, temperamen Whesky yang biasanya lembut, mengambil keputusan dengan tegas ingin bercerai dan menginginkan hak asuh atas putrinya. Setelah bercerai, Donita juga keluar dari perusahaan swasta itu dan menemukan pekerjaan baru.
Setelah bercerai, Donita baru tahu bahwa dia paling mencintai suaminya, dia berulang kali mencari kesempatan untuk membuat suaminya, Whesky memaafkannya dan menikah lagi dengannya. Namun, Whesky sangat tidak setuju, kemudian dia semakin tidak ingin bertemu dengannya.
Hal ini, Marena mendengarnya dengan sedikit melamun. Dia tidak tahu harus berkata apa.
Melihat Marena yang melamun, Donita yang sedih menyeka air mata di punggung tangannya, dan berkata dengan mengejek dirinya sendiri: "Bahkan rumah ini juga di minta oleh Whesky dari atasan selingkuhanku. Ini bisa dianggap sebagai uang aku menjual diriku!"
"Ah?" Marena terkejut lagi, matanya melihat sekeliling dengan tidak wajar, "Kalau begitu, kamu."
"Lalu kenapa aku masih punya wajah untuk tinggal di sini, bukan?" Donita yang menangis memotong perkataan Marena dan berkata: "Jika aku tidak tinggal di sini, aku tinggal di mana lagi. Gajiku saat ini, jika aku menyewa rumah, maka itu hanya akan cukup untuk uang sewa dan biaya kehidupan sehari-hari. Harga rumah naik dengan sangat cepat, bahkan jika aku menjual rumah ini, aku juga tidak akan dapat membeli rumah yang sama. Selain itu, bukankah uang menjual rumah ini sama saja dengan uang menjual diri! "
Berkata sampai di sini, Donita menangis tersedu-sedu dengan menutupi wajahnya. Setelah beberapa saat, dia terisak dan berkata: "Meskipun setelah bercerai Whesky tidak ingin aku memberikan biaya kehidupan putriku, tetapi aku harus menyimpan sejumlah uang untuk putriku bukan. Jika tidak, kelak aku benar-benar tidak punya wajah untuk menemui putriku." Setelah selesai mengatakan itu, Donita telungkup di atas meja dan menangis tersedu-sedu.
Marena yang terkejut hingga sedikit mati rasa, tidak tahu bagaimana meninggalkan rumah Donita. Dalam perjalanan pulang, dia duduk di mobil, dia masih dalam keadaan tercengang, dia memikirkan masalah Donita dengan gelisah.
Setelah pulang ke rumah, Marena sengaja memperhatikan lemari sepatu, sendal suaminya sudah tidak ada di sana lagi, dan dia merasa lega. Ketika dia pergi ke ruang tamu dan menyalakan lampu, dia melihat pakaian suaminya tergantung di sana, dia lebih yakin bahwa suaminya sudah pulang.
Langkah kakinya memasuki kamar sedikit tergesa-gesa, Marena kecewa, tidak ada suaminya di tempat tidur kamar tidur. Suasana hatinya tiba-tiba muram, dan kemudian ada kekesalan, kenapa suaminya ini tak ada habis-habisnya.
Setelah melemparkan tas ke tempat tidur di kamar tidur, dia melepas mantelnya dan melemparkannya di sofa di ruang tamu, Marena pergi ke kamar tidur untuk mengganti pakaiannya dan masuk ke kamar mandi. Ketika dia mandi, semakin Marena memikirkannya semakin dia merasa sedih, air matanya hampir menetes.
Setelah mandi, Marena merasa kesal, dia kesal hingga tidak mengeringkan rambutnya, ia membungkus tubuhnya dengan handuk mandi tebal dan berjalan melalui ruang tamu, dia berencana untuk pergi ke kamar tidur kedua untuk beragumen dengan suaminya. Dia ingin menanyainya, janji-janji yang dia katakan padanya dulu, apakah dia mau menepatinya atau tidak, apakah itu masih dihitung atau tidak.
Ketika melewati ruang tamu, dia mencium bau rokok dan alkohol yang samar-samar, hidungnya sedikit naik, Marena mengerutkan keningnya dengan jengkel. Bagaimana bisa suaminya merokok di rumah lagi? Matanya beralih ke meja teh dan tidak melihat asbak rokok.
Tampaknya dia telah menghancurkan buktinya. Suaminya melakukannya terlalu berlebihan, Marena juga tidak ingin pergi beragumen dengan suaminya lagi, dia mematikan lampu dan kembali ke kamar tidur. Dengan kekagetan malam ini, dia berbaring di tempat tidur dan menutup matanya, tetapi adegan Donita sesekali muncul di benaknya, itu membuat dia bolak-balik di tempat tidur dengan tidak tenang.
Irwandi, yang tidur di kamar tidur kedua, tidak tertidur. Setelah dia kembali malam ini, dia tidak melihat istrinya, meskipun dia menahan diri untuk menelpon istrinya, namun dia yang tidur di tempat tidur kamar kedua tanpa sadar masih memikirkan istrinya, apa yang dia lakukan, apakah dia bersama dengan selingkuhannya atau bersama sahabatnya. Belum kembali sampai sekarang, apakah ada sesuatu yang terjadi, dll.
Terkadang dia marah karena istrinya mungkin bersama selingkuhannya, dan terkadang dia mengkhawatirkan istrinya, itu membuat Irwandi dari merasa panik menjadi gelisah. Itu juga membuatnya diam-diam membenci dirinya tidak berguna. Istrinya memperlakukannya seperti ini, dan dia masih berselingkuh, namun ia masih mengkhawatirkan istrinya.
Dia mengejek dirinya sendiri sambil mengkhawatirkan istrinya, telinganya terus memperhatikan suara pintu. Untungnya, kamar tidur kedua berada di sebelah pintu utama, kalau tidak dia mungkin harus menunggu di ruang tamu.
Akhirnya dia mendengar suara pintu utama, istrinya sudah pulang! Irwandi diam-diam merasa lega dan turun dari tempat tidur, dia berencana untuk bertanya kepada istrinya, tetapi ketika dia melangkahkan kaki pada langkah kedua, dia kembali ke tempat tidur lagi dengan tak berdaya, dia yang merasa sedih, mencibir dan mengejek dirinya sendiri, apakah istrinya akan menjelaskannya kepadanya!
Setelah beberapa saat, Irwandi mendengar suara langkah kaki istrinya meninggalkan ruang tamu, Irwandi yang ingin pergi ke toilet dan hendak tidur, diam-diam membuka pintu dan berjalan keluar dari kamar dengan pelan-pelan. Setelah ke toilet, dia melewati ruang tamu, dia juga mencium bau rokok dan alkohol yang samar-samar.
Dia tidak merokok di ruang tamu, apalagi minum alkohol, itu pasti dibawa pulang oleh istrinya. Setelah menyalakan lampu di ruang tamu, ia datang ke sisi sofa dan melihat mantel istrinya yang di sofa. Irwandi mengambilnya dan mencium baunya, ada bau rokok dan alkohol yang kuat. Dia mengangkat alisnya dengan jengkel, ternyata istrinya pergi keluar bersama selingkuhannya dan baru kembali sekarang.
Marena yang kesal di tempat tidur, mendengar ada suara di ruang tamu, dia tahu bahwa suaminya sudah keluar. Begitu dia impulsif, dia bangkit dari tempat tidur, tubuhnya dibungkus dengan handuk mandi tebal, dia membuka pintu kamar dengan ringan. Dia pergi ke sisi ruang tamu, kebetulan dia melihat suaminya memegangi mantelnya dan meletakkannya di hidungnya.
Wajahnya memerah, apakah suaminya sudah tidak tahan! Memang benar, sejak suaminya pergi untuk pelatihan, suaminya sudah lama tidak tinggal bersamanya. Ada rasa manja di mata Marena, dia juga merasakan ombak emosinya, tubuhnya menjadi sedikit lunak.
Namun, Marena yang wajahnya memerah dan bersandar dengan lembut di dinding, segera menjadi kesal, bagaimana suaminya bisa segila itu? Dulu kenapa dia tidak menyadarinya. Jika dia mau, dia juga bukan tidak memberikannya, kenapa dia harus melakukan hal seperti itu.
Irwandi meletakkan mantelnya dengan kesal, dan hendak kembali ke kamar untuk tidur, ketika berbalik dia tiba-tiba melihat istrinya bersandar di dinding, dan menatapnya dengan wajah mengejek. Dalam sekejap, tubuh Irwandi menjadi kaku, istrinya pasti melihat apa yang baru saja dia lakukan. Dia tiba-tiba merasa tidak tenang.
Dia bertatapan dengan istrinya dengan canggung, Irwandi yang merasa malu, melihat wajah istrinya yang memerah, terlihat lebih menawan. Dengan dorongan hati, matanya tak bisa menahan diri untuk meluncur di tubuh istrinya dengan perlahan, dan itu membuatnya semakin tidak tenang.
Pandangannya juga dengan tidak alami beralih ke samping. Kemudian, setelah merespos, dia merasa kenapa dia harus merasa tidak tenang, seharusnya istrinya yang merasa tidak tenang. Dia menatap istrinya dengan jengkel, dan berjalan cepat kembali ke kamar tidur kedua, dia berbaring di tempat tidur.
Melihat tindakan suaminya yang seperti itu, dan melihat ada gairah di matanya, Marena merasa puas, dia membayangkan suaminya akan segera bergegas datang padanya dan memeluknya. Namun, ketika dia melihat ekspresi wajah suaminya berubah, dia sedikit marah dan kesal, dia pergi tanpa mengatakan sepatah kata pun.
Dari merasa bangga berubah menjadi kecewa, Marena yang tertegun seketika, juga merasa marah, suaminya melakukan hal seperti itu, namun masih terlihat marah, dia mendengus dengan acuh ak acuh, dia merapikan bungkusan handuk mandi dengan angkuh, dan kembali ke kamar tidur.
Novel Terkait
Cintaku Pada Presdir
NingsiSee You Next Time
Cherry BlossomCinta Adalah Tidak Menyerah
ClarissaWonderful Son-in-Law
EdrickHalf a Heart
Romansa UniverseBretta’s Diary
DanielleIstri Pengkhianat×
- Bab 1 Siapa Laki Laki ini
- Bab 2 Memudarnya Cinta
- Bab 3 Kebohongan Istri
- Bab 4 Salah Kaprah
- Bab 5 Rumah Yang Rapi Dan Bersih
- Bab 6 Menghubungi Sahabat Istri
- Bab 7 Istri Tidak Mengangkat Telepon
- Bab 8 Marena Berada di Hainan
- Bab 9 Menguak Kebohongan Istri
- Bab 10 Makan Dan Memergoki Perselingkuhan
- Bab 11 Pernikahan Yang Terlihat Bahagia
- Bab 12 Cerita Oktavia
- Bab 13 Marena Pulang
- Bab 14 Melihat Durex Lagi
- Bab 15 Pertama Kalinya Suami Istri Bertengkar
- Bab 16 Kesalahan Dalam Berdalih
- Bab 17 Tidak Beruntung Menjadi Suaminya
- Bab 18 Memeriksa CCTV Komplek Perumahan
- Bab 19 Kebingungan Marena
- Bab 20 Teringat Padanya
- Bab 21 Dari Bangga Berubah Menjadi Kecewa
- Bab 22 Meminta Bantuan Sahabat
- Bab 23 Sahabat pun Memandang Rendah Dirinya
- Bab 24 Tidak Bisa Kembali Lagi Ke Masa Lalu
- Bab 25 Sojun yang Datang Mencari
- Bab 26 Ayah Mertua dan Ibu Mertua
- Bab 27 Yang terpenting adalah Kamu.
- Bab 28 Kembali ke dulunya.
- Bab 29 Ujian Pernikahan
- Bab 30 Mengintimidasi Sang Istri
- Bab 31 Memutuskan Mencari Detektif
- Bab 32 Bersedia Membantu
- Bab 33 Menutupi
- Bab 34 Mencari Perusahaan Detektif
- Bab 35 Negosiasi
- Bab 36 Balas Dendam Atau Cinta Yang Tidak Jelas
- Bab 37 Kesadisan Istri
- Bab 38 Sombong Yang Palsu
- Bab 39 Permintaan Dari Panggilan Tidak Dikenal
- Bab 40 Menceritakan Keseluruhan Cerita
- Bab 41 Donita yang Tidak Bisa Tahan Lagi
- Bab 42 Apakah Masih Mencintainya?
- Bab 43 Dendam Welly Dan Sojun Lu
- Bab 44 Masuk ke Dalam Jebakan
- Bab 45 Solusi Sojun Lu
- Bab 46 Istri yang Meninggalkan Rumah pada Tengah Malam
- Bab 47 Marena Berada Di Kamar Hotel
- Bab 48 Kembali Memberi Kesempatan
- Bab 49 Welly Ingin Memakan Masakan Yoyo
- Bab 50 Welly Memenangkan Yoyo
- Bab 51 Menghadapi Selingkuhan Istri
- Bab 52 Bersiap-Siap Pulang untuk menjelaskan
- Bab 53 Irwandi Memutuskan Balas Dendam
- Bab 54 Welly Melaporkan Ke Polisi Lagi
- Bab 55 Sojun Lu Ditangkap
- Bab 56 Cerai
- Bab 57 Rumah Kosong Dan Sunyi
- Bab 58 Oktavia Bercerai
- Bab 59 Penderitaan Marena
- Bab 60 Sendiri Orang Terakhir Yang Mengetahui Kebenaran
- Bab 61 Diinterogasi oleh Ayah dan Ibu Mertua
- Bab 62 Balas Dendam Yoyo
- Bsb 63 Irwandi Naik Jabatan
- Bab 64 Marena ingin rujuk kembali
- Bab 65 Marena Datang Ke Perusahaan Untuk Mencari Irwandi
- Bab 66 Penolakan Irwandi
- Bab 67 Menyadarkannya
- Bab 68 Percakapan Antara Irwandi dan Marena
- Bab 69 Undangan Makan dari Oktavia
- Bab 70 Ayo Kita Pulang (End)