Istri Pengkhianat - Bab 2 Memudarnya Cinta

Setelah terdiam cukup lama di atas sofa, Irwandi memijit keningnya, kedua matanya menatap ke sekeliling, kepalanya yang sudah penuh dengan kemarahan baru menyadari akan sesuatu, sekarang bukan hal penting mengenai siapa laki laki itu, ini bisa dia selidiki nanti.

Masalah terpenting saat ini adalah dua bungkus Durex di tempat sampah, apakah digunakan di dalam rumahnya, apakah digunakan bersama istrinya di atas ranjang miliknya, atau mungkin dia gunakan di atas sofa.

Yang membuatnya tidak berani berfikir, atau tidak bersedia untuk memikirkannya adalah apakah kedua Durex itu digunakan oleh istrinya dengan laki laki lain di dalam rumah. Tetapi dalam benaknya dia sudah memiliki pemikiran seperti itu.

Begitu berfikir akan hal ini, Irwandi sangat terkejut, dia beranjak dari sofa secara tiba tiba, dia curiga sekaligus jijik menatap sofa di depannya. Dalam benaknya tiba tiba muncul sosok istrinya yang sedang terbaring di atas sofa, dengan kedua mata yang sedikit menyipit, bibir merahnya yang sedikit terbuka, kemudian mengeluarkan suara desahan.

Irwandi yang terkejut dengan pemikirannya sendiri langsung menutup kedua matanya, dia menggelengkan kepalanya mencoba menepis apa yang muncul dalam benaknya, dia kembali membuka kedua matanya, otaknya kembali berfikir, sekarang apakah ada kondom yang pernah digunakan di dalam kamar, kemudian apakah setelah digunakan dibuang ke dalam kamar mandi.

Irwandi dengan penuh keraguan dan berjalan ke dalam kamar mandi. Dia menginjak pijakan di tempat sampah dalam kamar mandi, setelah itu membungkukkan punggungnya untuk melihat isi di dalamnya. Di dalamnya hanya ada tissue, Irwandi kemudian tersadar, jika di sini terdapat kondom yang sudah pernah digunakan, mungkin kondom itu sudah dimasukkan baru kemudian dibuang ke dalam tempat sampah, atau bahkan tertutup oleh tumpukan tissue setelah dibuang.

Apakah dia akan mencarinya di dalam? Tindakan seperti ini rasanya terlalu menjijikkan.

Irwandi ragu, demi menepis kecurigaan dalam hatinya, dan demi pernikahan dan keluarganya, dia tidak akan memikirkan begitu banyak hal, meskipun itu sangat menjijikkan, tetapi dia tidak memiliki pilihan lain, dia hanya bisa mencarinya!

Saat dia memutuskan akan mencarinya di dalam tempat sampah, sebenarnya hatinya sudah penuh dengan kekecewaan dan rasa sakit, sudah ada kemarahan yang bahkan dirinya sendiri tidak bisa membendungnya, jauh di dalam lubuk hatinya, dia sudah tidak bersedia untuk berhubungan lagi dengan istrinya, atau mungkin bisa dibilang, dia tidak percaya lagi kepada istri yang dulu selalu dia sayangi.

Tidak mengherankan jika setiap laki laki yang mengalami hal seperti ini mereka sampai bisa kehilangan akal sehatnya, terutama jika mereka dihianati oleh perempuan yang mereka sayangi. Diselingkuhi dan rasa malu karena hal itu adalah hal yang paling tidak bisa diterima oleh laki laki.

Dia mengambil sepasang sumpit dari dapur, kemudian memilah apa yang ada di dalam tempat sampah, dia melihat ada dua gumpalan tissue yang sudah terbungkus rapi, mengambilnya menggunakan sumpit kemudian meletakkannya di lantai.

Kali ini Irwandi berjongkok di atas lantai dengan gelisah, kedua matanya menatap bungkusan tissue di dalamnya, dia menatapnya untuk waktu yang cukup lama, tangannya yang gemetaran mencoba membuka dua bungkusan tissue itu, menutup kedua matanya, setelah beberapa saat dia membuka mata, kemudian melihat apa yang ada di dalam bungkusan tissue itu, wajahnya seketika memerah, kedua matanya menunjukkan kemarahan, ingin sekali dia membakar habis kondom yang sudah pernah digunakan itu.

Sangat disayangkan jika benda itu masih terdiam di atas lantai dalam gumpalan tissue, rasanya cairan kering yang menempel di atasnya sedang mengejek dan menertawakannya. Dia menertawakannya dan mengatakan jika kamu terlambat, semua yang seharusnya terjadi sudah terjadi.

Irwandi menarik nafasnya dalam dalam, dia langsung beranjak, mengayunkan kakinya untuk menginjak dua bungkusan yang ada di dalam tissue itu, dia masih belum merasa puas kemudian menendangnya hingga membentur tembok. Dia sendiri tidak berdaya duduk di atas lantai kamar mandi, tanpa disadari air mata dari kedua pelupuk matanya sudah keluar.

Tidak lama kemudian, Irwandi yang pemikiran dan tatapannya terlihat kosong mulai beranjak, dia mencari sebuah kantong kresek, mengangkat sumpit di tangannya kemudian menjepit apa yang ada di atas tissue itu yang sudah mengering, kemudian memasukkannya ke dalam kantong kresek, mengikatnya dengan erat, dia mengambil kembali peralatan mandi yang sempat dia bawa pulang dari pelatihan, membawanya keluar dari dalam kamar mandi.

Setelah sampai di ruang tamu, dia meletakkan kantong kresek itu di atas meja, kembali mengeluarkan koper yang sudah dia masukkan ke dalam kamar yang tidak digunakan, mengambil kembali pakaian yang sudah diletak di dalam lemari pakaian, termasuk pakaian yang dia belikan untuk istrinya, memasukannya kembali ke dalam koper.

Kemudian dia memasukkan kantong kresek itu ke koper bagian luar, setelah berfikir sebentar, dia kembali masuk ke dalam kamar berdiri di samping ranjangnya, membungkukkan punggungnya mengambil satu helai rambut yang ada di atas bantal milik istrinya, membungkusnya menggunakan tissue kemudian memasukkannya ke dalam kantong.

Saat kembali ke ruang tamu, tatapan kedua matanya terlihat sedih dan kosong, dia menarik koper miliknya melangkahkan kakinya keluar dari rumah, menutup rapat rapat pintu rumahnya. Dia bahkan tidak peduli kepada satpam yang menjaga kompleks perumahan mereka, berjalan begitu saja keluar kompleks.

Dia berjalan menelusuri jalanan dengan menarik koper miliknya, matahari terbenam di akhir Oktober menyinari punggungnya, memantulkan bayangan hitam di depan tubuh Irwandi, dia seakan sedang menginjak bayangannya sendiri, setelah itu pergi ke sebuah penginapan dan memesan sebuah kamar.

Setelah masuk ke dalam, dia meletakkan koper miliknya, membaringkan tubuhnya tidak percaya di atas ranjang, tatapan kosong kedua matanya menatap ke bagian atas ruangan, setelah memandangnya cukup lama, rasanya dia tidak ingin lagi menatap putihnya atap ruangan ini, kemudian menutup kedua matanya, tetapi hatinya masih saja terasa sakit seperti tercabik-cabik.

Bagaimana bisa istrinya berselingkuh! Bukankah sudah berjanji akan saling menyayangi! Bukankah sudah berjanji tidak akan menyerah! Bukankah sudah berjanji akan menua bersama!

Karena rasa cinta kepada istrinyalah Irwandi bisa mentolerir peraturan istrinya di rumah, dia bisa melayani istrinya tanpa mengeluh, bersedia melakukan semua pekerjaan rumah tanpa protes.

Tapi sekarang dia menghadapi kenyataan akan puntung rokok yang dia temukan, kenyataan akan anggur kualitas terbaik yang sudah diminum habis, kenyataan akan apa yang sudah dia lihat di dalam tempat sampah, bekas Durex yang sudah mengering yang sudah sempat digunakan, rasanya seperti semuanya tidak ada gunanya, rasanya seperti semua yang sudah terucap itu hanya lelucon semata.

Dulu Irwandi sempat berfikir jika meskipun perempuan lain bisa selingkuh, tetapi istrinya Marena tidak akan selingkuh. Karena dia percaya jika rasa cinta yang dia berikan kepada istrinya, maka sebesar itulah rasa cinta istrinya kepadanya. Mereka berdua memiliki rasa cinta untuk masing masing, dia menikahi istrinya karena perasaan itu, terus kenapa dia bisa selingkuh?

Semua yang dia hadapi hari ini benar benar membuatnya kecewa. Begitu teringat akan waktu satu tahun ini, istrinya sudah memperlakukannya dengan sangat dingin dan merendahkannya. Dulu dia berfikir jika istrinya kesal karena dia tidak bekerja keras di perusahaan.

Tapi sekarang dia mengerti, waktu! Waktu bisa merubah segalanya, juga bisa membuat segalanya memudar. Rasa cinta yang istrinya miliki kepadanya seiring berjalannya waktu mulai memudar.

Dan kemudian mengenai apakah dia tidak rajin dan tidak bekerja keras di perusahaan, apakah istrinya tidak mengetahuinya! Mengenai pekerjaan di perusahaan, jika orang lain maka akan membutuhkan waktu tiga jam untuk menyelesaikannya, tetapi dia hanya membutuhkan waktu satu jam saja.

Istrinya dulu sempat mengolok-oloknya jika dia tidak berguna. Kenapa sekarang dia mengatakan jika dia tidak bekerja keras dalam pekerjaan. Apa yang dia lakukan setiap harinya hanyalah menemani atasan dan menghadiri perjamuan kemudian memberikan hadiah? Tidak usah mengatakan apakah sifatnya bisa melakukan hal seperti ini atau tidak, meskipun dia bisa melakukannya, tetapi dia tidak memiliki waktu untuk itu.

Setiap hari dia melakukan pekerjaan rumah, istrinya tidak menyukai makanan di luar, jadi setiap dia pulang ke rumah selalu memasak makanan untuknya, dan juga dia ingin agar makanan yang dimakan istrinya bergizi agar membuatnya tetap sehat, apakah melakukan semua itu tidak membutuhkan waktu.

Ini juga adalah salah satu alasan kenapa istrinya mengatakan jika dia tidak bekerja keras, dulu saat istrinya memarahinya, dia bahkan masih sempat menyunggingkan senyum di wajahnya. Sekarang dia baru mengerti jika istrinya sudah menemukan kebahagiaan baru, istrinya benar benar sudah memandang rendah dirinya, pada saat yang bersamaan dia sudah tidak ingin melihat segalanya akan dirinya.

Perempuan memang selalu mempertimbangkan perasaan. Jika menyukai seseorang maka dia akan menyukai segalanya yang ada di dalam dirinya, tetapi jika dia membenci seseorang, maka dia akan membenci segalanya yang ada dalam dirinya.

Saat Irwandi sedang penuh kemarahan dan kekesalan, menutup kedua matanya dan kembali memikirkan semuanya, tiba tiba teleponnya berdering, Irwandi tidak ingin mengangkatnya, pada saat ini dia tidak ingin menerima panggilan telepon apapun, tetapi teleponnya masih saja berdering hingga dua sampai tiga kali.

Dia mengeluarkan teleponnya dari dalam kantong jasnya, menutup kedua matanya, Irwandi yang sedang berbaring di atas ranjang menggeser layar teleponnya, mengangkatnya kemudian mengatakan, “siapa, ada urusan apa?”

Saat mendengar suara keras Irwandi dari dalam telepon, orang yang menelponnya meletakkan teleponnya di depan wajahnya, melihat kembali nomor telepon yang dihubungi, tidak salah, itu adalah nomor Irwandi, kemudian dia mengatakan, “manager Irwandi, aku Brusto, kenapa, apa yang terjadi?”

Suara dari balik telepon menyadarkan Irwandi dan memaksanya untuk tersenyum, “oh, direktur Brusto, halo, aku Irwandi, tadi sedang istirahat jadi tidak mengangkat telepon. Apa ada masalah direktur.” Orang yang meneleponnya adalah direktur Brusto, direktur administrasi di perusahaan, dia memiliki kekuasaan yang besar, jangan sampai untuk menyinggungnya.

“Hahaha.” Direktur Brusto tertawa lebar, “manager Irwandi, apa kamu sudah kembali, jika kamu sudah kembali besok pagi datanglah ke ruanganku.”

“Aku baru sampai di rumah dan sedang istirahat.” Irwandi kembali menjelaskan, kemudian bertanya, “direktur, ada masalah apa, apa bisa memberitahuku mengenai bocorannya.”

“Hahaha, hal baik. Kita bicarakan saja besok.” Direktur membocorkan sedikit masalah yang ingin dia bicarakan, “besok setelah kamu datang, direktur Miguel akan membicarakan sesuatu denganmu.” Dia menghentikan perkataannya, kemudian kembali melanjutkan, “jangan bilang ini kepada siapa siapa.”

“Terimakasih direktur Brusto.” Irwandi tersenyum sopan, “apa kamu masih tidak mengenalku, tenang saja.”

“Karena aku mengenalmulah aku membocorkan hal ini kepadamu.” direktur Brusto tertawa lebar, “sudah, istirahatlah, pulihkan tenagamu untuk kembali bekerja besok.”

Setelah mengakhiri panggilan telepon, Irwandi sedikit terkejut, kenapa direktur Miguel mencarinya untuk membicarakan sesuatu, tidak peduli lagi, bagaimanapun juga besok dia akan mengetahuinya, lebih baik memikirkan kembali mengenai keluarganya, sekarang dia bahkan hampir kehilangan keluarganya.

Dia melihat pemandangan di luar jendela, langit di luar sudah terlihat gelap, dia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, sekarang sudah hampir pukul enam sore, seharusnya istrinya sudah pulang bekerja, tidak tahu apakah dia kembali ke rumah untuk memasak sesuatu untuk laki-lakinya atau makan di luar.

Irwandi mendudukan dirinya di atas ranjang, melangkahkan kakinya menuju ke kamar mandi untuk mencuci muka, setelah itu dia meletakkan asbak di samping jendela, menyulut sebatang rokok di tangannya dan berdiri di samping jendela, wajah dan tatapan dingin kedua matanya menatap jalan yang menuju ke kompleks perumahan miliknya. Dia memperkirakan jika istrinya malam ini kembali dan memasak sesuatu, mungkin sekitar setengah tujuh dia sudah seharusnya sampai di rumah.

Setelah menyulut dua batang rokoknya, Irwandi yang sedang sangat gelisah mengangkat jam yang melingkar di tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam, tetapi istrinya masih belum kembali. Dia kembali menyalakan sebatang rokok, dan kembali menatap jalanan yang menuju ke perumahannya.

Sampai sekitar pukul tujuh malam istrinya masih belum kembali. Irwandi berfikir, mungkin istrinya akan kembali ke rumah setelah makan malam di luar, kesabaran yang dia miliki membuatnya berdiri mematung di samping jendela menatap orang yang keluar masuk kompleks perumahan, tetapi dia masih saja tidak melihat sosok istrinya.

Saat jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, asbak miliknya sudah dipenuhi oleh puntung rokok, air di dalam gelasnya sudah hampir diminum habis, tetapi Irwandi masih tidak melihat istrinya masuk ke dalam perumahan, setelah berfikir sebentar dia mengeluarkan telepon miliknya dan menghubungi nomor istrinya.

Novel Terkait

Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
5 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
5 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
4 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
4 tahun yang lalu
Love and Trouble

Love and Trouble

Mimi Xu
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
5 tahun yang lalu
Hanya Kamu Hidupku

Hanya Kamu Hidupku

Renata
Pernikahan
4 tahun yang lalu