Istri Pengkhianat - Bab 12 Cerita Oktavia

Tidak tahu harus berbuat apa dan tidak punya kata-kata untuk membujuknya.

Ini untuk menggambarkan kondisi Irwandi saat ini. Dia ingin menariknya, ingin membujuknya, tapi dia tidak tahu harus bagaimana mengatakannya, dia ragu-ragu.

Kedua tangan Oktavia dijepitkan dengan erat, dia melangkah dengan cepat dan kacau.

Melihat belakangnya yang sedih dan dingin, Irwandi juga merasakan hal yang sama. Karena dia sekarang juga mengalami pengkhianatan dan penipuan, dia tidak lebih baik dari Oktavia, dia juga telah mabuk dan menangis di rumah.

Karena dia tahu sakit yang dia rasakan, maka bukan bujukan biasa yang bisa menghiburnya, dia lebih baik mempercepat langkahnya dan mengikutinya diam-diam. Cahaya lampu jalan bersinar menembus celah cabang dan daun dan menyinari mereka dan terlihat berbintik. Seperti hatinya yang sedang bingung dan kacau.

Oktavia terus berjalan dan tiba-tiba terhuyung ke depan dan jatuh ke depan. Irwandi dengan cepat menarik satu lengannya dengan kuat ke dalam pelukannya, kakinya maju selangkah dan tangan lainnya memegang pundaknya, Oktavia yang kaget jatuh dalam pelukan Irwandi.

Irwandi tertegun, dia mengangkat tangannya dan menepuk punggung Oktavia dengan lembut dan berkata dengan lembut:”Sudah tidak apa-apa, sudah tidak apa-apa!”. Badan Oktavia yang kaku langsung mengendur, dia membuka tangannya dengan lebar dan memegang pinggang Irwandi dengan erat dan membenamkan kepalanya dalam pelukan Irwandi dan menangis.

Irwandi yang merasa canggung merasa tidak nyaman sambil melihat sekeliling, untungnya sekarang sudah malam, hampir semua toko di pinggir jalan sudah tutup, hanya ada beberapa taksi dan mobil yang lewat.

Dia tidak bisa mendorongnya maupun memeluknya, Irwandi yang panik tiba-tiba menjadi tenang, ini adalah orang yang telah dikhianati sama seperti dirinya, juga teman yang sudah dia kenal selama tujuh atau delapan tahun. Jadi dia memeluknya dengan lembut menggunakan satu tangan dan tangan lainnya masih menepuk punggungnya dengan lembut atau membelai rambut panjangnya yang bergelombang.

Mungkin perhatian Irwandi yang diam-diam sangat berguna, atau setelah Oktavia melampiaskan amarahnya dengan air mata, tangisannya perlahan-lahan menjadi kecil dan menghilang, tapi dia masih memeluk pinggang Irwandi dengan erat dan membenamkan kepalanya dalam pelukannya.

Setelah tidak mendengar suara tangisan, Irwandi berpikir bahwa emosi Oktavia sudah stabil tapi mengapa dia tidak melepaskan tangan yang ada di pinggangnya. Dengan curiga dia melepaskan tangan yang memeluknya, dia memiringkan kepala dan melihat dia memejamkan kedua matanya, wajahnya yang putih masih ada air mata.

Oktavia yang biasanya kuat, pada saat ini, terlihat sangat lemah dan sedih dan membuatnya merasa kasihan dan ada dorongan untuk melindunginya. Hati Irwandi merasa kasihan dan dia kembali memeluknya dan tangannya tidak berhenti membelai punggungnya dan menghiburnya dengan diam-diam.

Setelah beberapa saat, Irwandi merasa badan Oktavia semakin lemas dan dia memeluknya semakin erat, secara tidak sengaja, badannya bergoyang di dalam pelukannya, dadanya yang penuh juga menekan di dadanya.

Terasa sangat lembut, sangat besar dan sangat nyaman. Pikiran Irwandi yang sedang menghiburnya kembali ke pikiran pria normal. Oktavia yang berasa dalam pelukannya, badannya tidak gemuk bahkan sedikit kurus tapi daging yang ada di badannya sangat lembut dan terasa enak untuk dipeluk, terutama tekanan dadanya yang penuh, badan Irwandi seperti terasa agak panas, tangannya yang menyentuhnya tanpa sadar memperoleh kekuatan, tangan yang memeluknya juga tanpa sadar menjadi lebih kencang.

Tidak tahu setelah berapa lama, mungkin juga hanya sesaat, atau mungkin juga beberapa menit. Irwandi mendengar suara lembutnya, dia sedikit bergerak dalam pelukannya dan menggosok wajahnya di dadanya lagi.

Irwandi segera sadar dan sangat menyalahkan dirinya tentang apa yang dia lakukan. Dia buru-buru melepaskan tangannya dan mundur sedikit.

Setelah Irwandi melepaskan tangannya, Oktavia juga melepaskan tangannya dan bangun dari pelukannya. Dia menunduk, rambutnya yang panjang jatuh ke bawah dan menutupi wajahnya dan berkata denagn lembut ”Terima akasih.”

Irwandi yang merasa malu, buru-buru berkata:”Tidak perlu.” Pada saat yang sama dia melirik Oktavia, kebetulan Oktavia juga menatapnya, wajahnya masih memerah, Irwandi buru-buru memalingkan mukanya.

Setelah melihat wajah panik Irwandi, Oktavia tertawa dan dia buru-buru menutup mulutnya lalu dia menyelipkan rambut panjang bergelombangnya di telinga,”Temani aku jalan-jalan ya.”

“Ya.” Irwandi menyetujuinya dan berjalan ke arah komplek perumahan Oktavia.

Mereka berdua berjalan denagn diam untuk sementara waktu, Oktavia tiba-tiba berkata dengan lembut:”Kamu tidak menduganya kan.”

Setelah mendengar ini, Irwandi tertegun, dia melirik Oktavia dan bersiap bicara. Dia mendengar Oktavia meneruskan berkata dengan sedih:”Sebenarnya Ronald mungkin sudah selingkuh sejak setahun yang lalu.”

Melihat tampang Irwandi yang kaget, dia menatap Oktavia yang ada di depannya dan melanjutkan:”Pada waktu itu aku punya spekulasi semacam itu, tetapi tidak ada bukti. Sampai beberapa bulan yang lalu, ketika dia pulang pada suatu malam, kemejanya ada bekas lipstik dan rambut panjang wanita dan aku sudah yakin.”

“Kalau begitu kamu.” Irwandi tidak tahu bagaimana meneruskannya. Untungnya Oktavia tahu apa yang dimaksudkannya, dia meneruskan pembicaraannya:”Setelah aku menemukan ini semua, aku pernah bertanya padanya, dia juga telah menjelaskan, aku dan dia juga pernah bertengkar dan memarahinya. Dia juga menjelaskan dan berjanji. Demi Kendo, karena tidak ingin tidak mempunyai kasih seorang ayah atau kasih sayang seorang ibu maka aku memaafkannya. Tapi tidak diduga, dia sekarang masih tetap sama.”

Setelah mendengar ini, Irwandi tidak bisa tidak mengatakan,”Ini.”. Tapi dia belum menyelesaikan perkataannya, Oktavia menyelanya,”Kamu tidak perlu menghiburku. Atau kamu ingin membantu Ronald berbicara atau sebagainya.” Setelah terdiam sejenak, Oktavia meneruskan perkataannya:”Aku tidak pernah menceritakan masalah ini kepada siapa pun, jika bukan karena kamu melihatnya malam ini, aku juga tidak akan mengatakannya.”

Ya, Irwandi mengangguk pelan dan mengerti maksud Oktavia. Setelah mengenalnya selama tujuh tahun, Oktavia yang ada dalam ingatannya adalah wanita yang ceria dan kuat dan tidak mau kalah. Pernikahannya sekarang seperti ini, membuatnya sedih dan putus asa, tapi harga dirinya tidak memungkinkan dirinya untuk mengaku kepada orang luar, dia juga masih harus menemani suami sambil memaksakan dirinya tersenyum untuk urusan bisnis, pasti hatinya merasa sangat sedih.

Oktavia merasa lega setelah menceritakannya, alisnya juga terlihat sudah tenang, dia melihat Irwandi yang sedang termenung di sampingnya, dia perlahan-lahan menghela napas sedikit,”Kadang-kadang, aku benar-benar iri pada Marena karena kamu sangat menyayanginya.”

Irwandi menggigit giginya karena hatinya yang sedang sedih. Dia tertawa dua kali, dia sangat menyayanginya tapi dia meninggalkan dirinya dan membuat dirinya malu. Pinggang Irwandi menjadi tegak tanpa sadar dan langkahnya juga menjadi cepat.

Dia mengantar Oktavia sampai lift di bawah rumahnya, Irwandi menghentikan langkahnya dan menatapnya dengan lembut dan berkata:”Pulang mandi dan tidur, jangan terlalu banyak berpikir, besok kamu masih harus mengajar dan menemani Kendo.”

“Ya.” Oktavia menyetujuinya dengan patuh,”Suasana hatiku menjadi lebih baik setelah aku menceritakannya. Terima kasih.” Kemudian dia berkata dengan lembut:”Setelah kamu keluar dari komplek perumahan ini, kamu pulang pakai taksi saja. Dengan begitu kamu bisa lebih cepat istirahat.”

Dia melihat Oktavia masuk ke dalam lift, dia melambaikan tangannya, setelah menunggu pintu liftnya ditutup, Irwandi berbalik dan berjalan keluar dari komplek.

Namun yang dia tidak tahu adalah lift berhenti di lantai tiga dan turun lagi, Oktavia keluar dari lift dan turun ke bawah, dia melihat sekeliling kemudian dia melihat ke arah luar komplek dan berjalan beberapa langkah ke depan, dia tiba-tiba berhenti dan memperhatikan sejenak dan kembali ke lift lagi dan lift perlahan-lahan bergerak naik.

Irwandi yang sudah tiba di rumah, setelah mandi dia bersandar di tempat tidur, dia melihat ponselnya tetap masih belum ada kabar dari istrinya, hanya ada pesan yang dikirim oleh Oktavia yang menanyakannya:”Apakah sudah tiba di rumah. Irwandi membalasnya: Terima kasih, sudah sampai. Kemudian meletakkan ponselnya di samping.

Dia bersandar di tempat tidur dan dia tidak bisa tertidur, dia sedang berpikir:”Baginya, pernikahan bukan hanya selembar kertas tapi itu adalah gabungan cinta yang indah, tetapi juga mewakili tanggung jawab yang akan diemban oleh pasangan suami istri.

Jika istri yang selingkuh, bukan berarti karena dia tidak memiliki perasaan pada pernikahan ini tetapi itu berarti dia sudah menemukan cinta baru lagi. Jika tidak, mengapa istri akan selingkuh?

Mungkinkah dia tidak melakukan cukup baik kepada istri atau keluarga atau tidak bertanggung jawab atas pernikahan. Irwandi terus berpikir dan tidak menemukan jawaban yang pasti, tapi membuat hatinya lebih pahit dan sakit.

Novel Terkait

Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
5 tahun yang lalu
Back To You

Back To You

CC Lenny
CEO
4 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Baby, You are so cute

Baby, You are so cute

Callie Wang
Romantis
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
5 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
4 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
4 tahun yang lalu