Istri Pengkhianat - Bab 7 Istri Tidak Mengangkat Telepon

Mobil mulai melenggang di jalanan, Ronald juga menyandarkan kepalanya di bahu Oktavia, terlihat dia menguap beberapa kali. Irwandi yang kepalanya juga terasa sangat berat mencoba memaksakan diri berfikir bagaimana caranya menanyakan mengenai informasi akan istrinya Marena.

Saat dia sedang ragu bagaimana akan memulai pembicaraan, tiba tiba Oktavia menoleh melihat Irwandi dan bertanya, “Irwandi, waktu itu Marena mengatakan jika kamu pergi pelatihan setidaknya sekitar setengah bulan, kenapa kamu kembali secepat ini.”

“Oh, ada urusan di perusahaan dan memintaku untuk kembali lebih awal.” Irwandi begitu sumringah, tidak disangka jika Oktavia membuka pembicaraan di antara keduanya, tetapi jika dipikir pikir diantara mereka berdua, mereka hanya memiliki topik pembicaraan mengenai Marena.

Setelah itu Irwandi berkata dengan nada bercanda, “seminggu ini aku tidak berada di rumah, istriku pasti sering mengganggumu kan.”

“Tidak juga.” Oktavia tersenyum tipis, “jika kamu tidak mengatakan maka aku akan tidak menyadarinya, kamu berkata seperti ini malah membuatku merasa aneh, dia dalam beberapa waktu ini benar benar sangat jarang menghubungiku lagi.”

“Benarkah.” Irwandi masih menyunggingkan senyum di wajahnya, “dia saat bertelepon denganku mengatakan jika dalam waktu satu minggu ini sering merepotkanmu, sering datang makan malam di rumahmu.” Setelah mengatakan ini Irwandi diam diam mengamati reaksi yang akan ditunjukkan oleh Oktavia.

Oktavia langsung terdiam saat mendengar perkataan Irwandi, dia menatap Irwandi dalam dalam kemudian mengatakan, “jelas jelas kamu tahu jika Marena tidak datang ke rumahku, kamu sengaja mengatakannya untuk mengerjaiku kan.”

“Tidak, Marena lah yang mengatakannya saat bertelepon denganku, jika kamu tidak percaya maka nanti telepon dan tanyakan saja kepadanya.” Irwandi menjelaskan.

“Oh.” Oktavia yang masih sangat terkejut, kedua matanya terbelalak menatap Irwandi, sepertinya sedang memastikan apakah dia sedang berbohong atau tidak, tidak lama kemudian dia mengatakan, “mungkin karena sering bersama jadi aku tidak begitu memperhatikan.”

Kebohongan. Irwandi tahu jelas jika perkataan Oktavia adalah mencoba untuk melindungi Marena. Dia bersikap pura pura tidak tahu, “tunggu hingga Marena kembali, dan minta dia mentraktir makan. Saat itu kita akan makan bersama. Hanya saja tidak tahu kapan dia akan kembali.”

“Kamu ini suaminya, bagaimana mungkin kamu tidak tahu kapan dia akan kembali.” Oktavia menatap Irwandi penuh ketidakpercayaan, “itu karena kamu tidak memperdulikannya!”

Irwandi menghembuskan napas panjang, dia tidak mengatakan apapun lagi hanya mengedarkan pandangannya keluar jendela, Oktavia merasa jika dirinya sudah tidak bisa berkata kata lagi, suami di luar sana tidak mempedulikan istrinya, tetapi Irwandi memperlakukan istrinya dengan sangat baik, bagaimana mungkin dia tidak memperhatikannya! Hanya ada satu kemungkinan yaitu Marena tidak berkata kepada Irwandi mengenai kapan dia akan kembali dari perjalanan dinas.

Oktavia menatap Irwandi penuh rasa bersalah, tidak mengatakan apapun lagi setelahnya, suasana di dalam mobil kembali hening. Setelah beberapa saat mobil sudah masuk ke area perumahan, Irwandi membayar biaya taksi kemudian membantu Oktavia untuk memapah Ronald masuk ke dalam.

Mereka berdua dengan susah payah akhirnya berhasil membaringkan Ronald di atas ranjang, Oktavia yang sudah berkeringat langsung meluruskan punggungnya, mengelap keringat di keningnya dengan punggung tangannya, menggerutu kesal sendiri, “nanti aku akan memintanya untuk diet.”

Melihat tubuh gemuk Ronald yang terbaring di atas tempat tidur, ditambah saat bagaimana susah payahnya dia memapah tubuh Ronald, Irwandi dalam hatinya juga setuju akan apa yang Oktavia katakan, kemudian tersenyum mengatakan, “tidak mudah bagi Ronald untuk menjalankan perusahaan miliknya, pasti banyak perjamuan yang dihadiri.” Setelah mengatakan itu dia melangkahkan kakinya keluar, bagaimanapun juga itu adalah kamar milik mereka, jadi dia harus memperhatikan sikapnya.

Melihat Irwandi yang berjalan keluar, kemudian melihat Ronald yang sudah terbaring di atas ranjang, Oktavia hanya bisa menghembuskan napas panjang, dia menarik selimut untuk menutupi tubuh Ronald, kemudian ikut berjalan keluar, terlihat Irwandi sudah berdiri di ruang tamu, tersenyum mengatakan, “Irwandi, duduk lah. Aku akan membuatkan teh untukmu.”

“Haha, tidak perlu repot repot, lihatlah apa ada yang masih perlu bantuan dari aku.” Irwandi juga sedikit berkeringat, bagaimanapun juga dia sudah berjalan cukup jauh dengan memapah Ronald dengan postur tubuh sebesar itu. Tapi jika dia berkeringat maka akan membuatnya sedikit tersadar. Kepalanya juga tidak sepusing sebelumnya.

Oktavia tidak mengatakan apa apa lagi, dia berbalik badan dan masuk ke kamar mandi, tangannya membawa dua handuk hangat saat keluar, satu diantaranya dia berikan kepada Irwandi, “lap lah keringatmu, istirahat dan duduklah sebentar, aku akan mengelap wajah Ronald, aku akan segera kembali.”

Dia sedikit mematung saat menerima handuk yang disodorkan kepadanya, Irwandi merasakan kehangatan dalam hatinya, dia melihat sosok perempuan berambut coklat panjang di depannya, sosok seorang ibu yang sangat lembut. Istrinya sekarang sudah sangat jarang memperlakukannya seperti ini. Dia langsung menundukkan kepalanya, tidak boleh membuat Oktavia mengetahui rasa sakit yang dia rasakan dalam hatinya, mengatakan, “terima kasih.”

Oktavia tidak menyadari tatapan berbeda dari kedua mata Irwandi, melihat dia yang sudah menerima handuk darinya dia langsung berbalik badan dan masuk ke dalam kamar.

Keluarga mereka memang saling berhubungan, hubungan diantara keduanya terbilang cukup akrab. Jadi setelah mengelap keringat di wajahnya, Irwandi dengan santainya masuk ke dalam kamar mandi, mencuci handuk dan memerasnya beberapa kali, kemudian menggantungkannya disamping kran air.

Saat dia berjalan keluar dari dalam kamar mandi menuju ke ruang tamu, kebetulan Oktavia juga baru keluar dari dalam kamar, dia mengulurkan tangannya, “apa sudah selesai, berikan handuknya kepadaku.”

“Sudah aku letakkan di dalam kamar mandi.” Irwandi tersenyum, “Ronald tidak apa apa kan.”

“Apakah menurutmu dia baik baik saja.” Oktavia memutar kedua bola matanya kesal, “lain kali tidak boleh minum seperti ini lagi, bisa merusak kesehatan dan juga melelahkan orang lain.”

Haha. Irwandi tertawa tanggung, dia mengulurkan tangannya menyentuh keningnya, “lain kali akan aku perhatikan.”

Melihat tingkah konyol Irwandi, Oktavia juga tersenyum, “lain kali tidak usah bersikap sok bodoh di depanku.” Setelah mengatakan itu dia langsung melangkahkan kakinya menuju ke dapur.

Melihat kekesalan Oktavia, dan juga punggungnya yang terlihat begitu seksi membuat Irwandi merasa canggung, tapi setelah itu dia tidak memperdulikannya lagi, dia adalah kerabatnya. Dia berteriak kepada Oktavia yang memunggunginya, “bukankah aku memang bodoh?” Setelah mengatakan itu dia mulai tertawa lebar.

“Cih! Iya kamu bodoh!” Oktavia meletakkan satu gelas teh di atas meja, duduk di depan Irwandi, menatapnya terus berkata, “katakan, kenapa kamu membuat Ronald begitu mabuk malam ini?”

Setelah mendengar perkataan Oktavia, Irwandi langsung terkejut, tersenyum mengatakan, “aku tidak sengaja melakukannya, ini karena Marena, pergi dinas, dan aku tidak memiliki siapa pun di kota ini selain kalian, aku juga tidak mempunyai teman, kali ini hanya minum terlalu banyak saja.”

“Benarkah?” Oktavia memelototinya, “tetapi kenapa aku merasa jika kamu memiliki rencana tersembunyi.”

Melihat Oktavia yang mengerutkan keningnya curiga, Irwandi sedikit tidak bisa menghadapinya, kemudian memastikan, “sungguh. Lagi pula rencana apa yang bisa aku miliki terhadapmu.”

Setelah mendengar perkataan Irwandi, wajah Oktavia langsung merah, tatapan kedua matanya menghindar melihat arah lain. Dia berkata kesal, “kamu berani!”

Menghadapi Oktavia yang tiba tiba berubah menjadi kesal, Irwandi langsung merasa canggung kemudian meminum teh di gelasnya, meletakannya kembali di atas meja kemudian tersenyum mengatakan, “sudah malam, aku akan kembali, tunggu hingga Marena kembali kita pergi makan bersama.” Setelah mengatakan itu dia langsung beranjak dan bersiap untuk berjalan keluar.

Oktavia yang sudah berubah menjadi seperti biasanya juga mulai beranjak, tersenyum mengatakan, “lihat saja bagaimana aku akan membalasmu nanti.” Setelah itu dia menghentikan perkataannya, setelah beberapa saat kembali mengatakan, “kelihatannya kamu menjadi lebih kurus, apa karena Marena tidak berada di rumah jadi kamu tidak memiliki niat untuk memasak. Jika tidak kamu bisa datang kemari untuk makan.”

Irwandi hanya tertawa saja kemudian pamit dan melangkahkan kakinya keluar.

Setelah mengantar Irwandi sampai di depan pintu, Oktavia menutup pintu rumahnya dan kembali ke kamar untuk melihat keadaan suaminya, terlihat suaminya sudah berganti posisi dan membuat selimut terbuka, dia mendekat dan kembali menyelimuti tubuh suaminya, kemudian berjalan keluar dari dalam kamar.

Oktavia yang sudah selesai mandi, dia mengeringkan rambutnya kemudian mengenakan baju tidur, dia mengeluarkan telepon dari dalam tasnya dan berjalan menuju sofa di ruang tamu, dia membuka pesan dan ternyata sahabatnya Marena masih belum membalas pesannya. Setelah berfikir beberapa saat ia kemudian memutuskan untuk menelpon Marena.

Irwandi setelah sampai di rumah dan selesai membersihkan diri langsung menyandarkan tubuhnya di ranjang di kamar tamu, menyalakan rokok dan mulai menghisapnya. Hari ini dia mendapatkan sesuatu dari Oktavia jika saat dia pergi pelatihan istrinya tidak pernah mencari Oktavia, istrinya pergi dinas saja tidak mengatakan hal itu kepada sahabatnya, di sini menunjukkan jika ada masalah yang serius.

Biasanya saat dia pergi dinas istrinya selalu mencari Oktavia untuk pergi makan atau hanya sekedar jalan jalan, tapi kali ini dia tidak melakukannya. Dan juga berdasarkan hubungan dekat di antara keduanya, seharusnya mereka selalu mengatakan apapun kepada sahabatnya, tetapi kali ini saat istrinya pergi dinas saja dia tidak memberitahu Oktavia.

Hal ini menandakan jika istrinya tidaklah benar benar pergi dinas, tetapi dia mengatakan kepadanya dia pergi dinas tetapi melakukan hal lainnya, atau mungkin menemani selingkuhanya pergi berlibur, jadi dia tidak mengatakan apapun kepada Oktavia. Jika Oktavia membantu istrinya menutupi kebohongannya ini, mungkin dia mengetahui sedikit sesuatu mengenai istrinya.

Apa jangan jangan Oktavia mengetahui jika istrinya selingkuh, dugaan ini membuat Irwandi terkejut, seharusnya tidak mungkinkan, jika Oktavia benar benar mengetahuinya, jika istrinya pergi dinas atau hanya menemani selingkuhannya berlibur, maka hal itu tidak perlu disembunyikan dari sahabatnya.

Saat memikirkan hal ini, Irwandi langsung merasa kesal, dia sudah menyepelekan satu hal, berdasarkan kebiasaannya, dia seharusnya sudah membalas pesan dari istrinya, dia seharusnya menelponnya dan memperhatikannya, jika tidak seperti ini maka bukan berarti sama saja dengan memberitahunya jika dia sudah menyadari ada sesuatu yang berbeda dengan istrinya kan.

Ditambah lagi malam ini dia makan malam bersama Oktavia dan juga Ronald, cepat atau lambat Marena pasti akan mengetahuinya, jadi Irwandi memutuskan mengambil teleponnya dan melihat pesan, dari pesan itu terlihat istrinya mengabari jika dia akan pergi dinas, setelah itu tidak ada pesan baru lagi.

Setelah berfikir sebentar dan mengatur kata katanya, Irwandi memutuskan menelepon istrinya.

Pada saat yang bersamaan Oktavia meletakkan teleponnya, dia merasa heran, kenapa Marena tidak mengangkat telepon dari nya, apa dia sedang istirahat, tetapi ini masih terlalu pagi untuk beristirahat, atau mungkin dia sedang mandi.

Sambungan telepon terhubung, tapi masih belum diangkat, dia menghubungi tidak sampai tiga kali tetapi masih saja tidak diangkat oleh istrinya, hal itu membuat Irwandi kesal. Tetapi setelah berlalu cukup lama dia mulai khawatir kepada istrinya, apa terjadi sesuatu dengannya, meskipun dia sedang berada di atas ranjang bersama selingkuhannya, saat melihat suaminya menelepon seharusnya dia mengangkatnya sebentar kan.

Apa terjadi sesuatu dengan istrinya, apa mungkin karena sedang melakukannya bersama selingkuhannya jadi dia melupakan segalanya. Begitu berfikir akan hal ini membuat Irwandi kesal yang bercampur kehawatiran. Kemudian dia menuliskan dipesan, aku mengkhawatirkanmu, segera telepon aku kembali!

Novel Terkait

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu
Awesome Husband

Awesome Husband

Edison
Perkotaan
4 tahun yang lalu
My Secret Love

My Secret Love

Fang Fang
Romantis
5 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
4 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
5 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
4 tahun yang lalu