Istri Pengkhianat - Bab 28 Kembali ke dulunya.
Selalu ada alasan bagi seseorang untuk melakukan sesuatu; dan juga selalu memerlukan alasan untuk memaafkan orang lain.
Selain itu, Irwandi yang sangat mencintai istrinya, ketika mendengar penjelasan istrinya, meskipun sedikit tidak mempercayai, tetapi, beberapa hal memang seperti ini, semakin tidak mempercayai, bukankah lebih bisa dipercaya!
Melihat istri yang menangis dipelukannya, dan tidak sekuat dulunya, ditelinganya masih ada suara gema istrinya “Yang terpenting adalah kamu!”, hati Irwandi sakit dan kasihan, tidak peduli mengapa Donita mengapa selingkuh, juga tidak peduli mengapa Donita bisa melakukan hal seperti itu didalam rumahnya, dia hanya ingin membujuk istrinya.
Dipeluk oleh suami didalam pelukan, Marena bernafas lega diam-diam. Kemudian, dia mulai sombong, didalam pelukan suaminya, mencubit pinggang suaminya dan mulai memberontak. Wajah Irwandi tersenyum sambil menahan rasa sakit, merasa istrinya kembali ke dulunya lagi, lalu memeluk istrinya semakin erat.
Melihat senyum bahagia diwajah suaminya, hati Marena juga menjadi bahagia dan manis, tetapi dia masih didalam pelukan suaminya dan sedang menggeliat untuk melepaskan diri, tetapi tangan yang mencubit pinggang suaminya berangsur-angsur tidak bertenaga, menjadi perlahan-lahan memeluk pinggang suaminya.
Dalam pemberontakan yang berpura-pura menolak ini, Marena dan suami semakin dekat, dan dengan perlahan menjadi bersatu. Tubuhnya, semakin lama semakin melemas, berangsur-angsur menikmati kehangatan dipelukan suaminya.
Pelukan suaminya sangat padat dan hangat, Marena yang menikmati, merasa sangat stabil, sudah lama tidak merasakan seperti ini, apakah sudah 10 hari atau setengah bulan, pertanyaan ini melintas dipikirannya, juga tidak bersedia untuk mempermasalahkannya, dia pada saat ini hanya ingin menikmati dengan baik cinta suami terhadap dirinya.
“Aku ingin mandi.” Marena mengeluarkan suara yang lembut.
Irwandi seperti mendengar perintah bertempur, mengangkat istrinya lalu bergegas ke kamar mandi. Kemudian dengan cepat melepas pakaian istrinya, membuka shower mandi, lalu memegangi tubuh seksi istrinya dari belakang, berdiri dibawah shower mandi.
Air panas mengalir dari atas, tetapi tidak bisa menghilangkan kegembiraan dan kepanasan tubuh Irwandi, membelai tubuh putih dan seksi istrinya dengan kedua tangan ke atas dan bawah, ketegasannya yang kuat terhadap bokong seksi istrinya membuat Irwandi lebih impulsif, tepat ketika dia bersiap untuk bertempur, tubuh Marena sedikit menekuk, lalu bergumam, “Suamiku, pakai kondom.”
Sedikit tertegun, Irwandi pada saat ini tidak rela untuk menyerah. Kegiatan seperti ini di kamar mandi atau ruang tamu, hanya ada beberapa kali dalam setahun, pada saat suasana hati istrinya baik ataupun ulangtahun pernikahan dan sejenisnya.
Irwandi yang bergegas ke kamar tidur, membuka laci, melihat kondom langsung meraihnya, lalu kembali ke kamar mandi lagi, kemudian kembali memegangi pinggang istrinya dengan erat dibelakang lagi. Melihat kedua tangan istrinya yang diletakkan didinding dengan lembut, lalu bokong yang seksi, memasukkan rambut hitam ke belakang telinganya sebentar, membuka matanya yang menikmati, menoleh lalu melihatnya dengan manja dan menawan, Irwandi yang sedang menyerang dibelakang semakin bersemangat lagi.
Suara memabukkan dikamar mandi semakin keras dan bersatu lagi, tidak tahu setelah berapa lama, istri yang berbaring di bak mandi mendongak lalu seluruh tubuh gemetar, Irwandi meraung rendah di bisikan panjang istrinya, dan meledak.
Irwandi yang sudah selesai, memeluk istri yang wajahnya memerah, dan menciumnya secara mendalam. Kedua orang selesai mandi dan ketika keluar melihat pakaian dilantai, Marena memalingkan mata kepada suaminya dengan manja, lalu dipeluk lagi oleh Irwandi yang tertawa dan memasuki kamar tidur dan ke kasur.
Berbaring dipelukan suaminya, Marena mengigit dada suaminya menggunakan giginya dengan lembut, dan berkata dengan manja, “Lain kali, tidak boleh mencurigaiku lagi, dan lebih tidak boleh mengabaikanku.”
“Hehe, baik, baik.” Irwandi yang sedang membelai tubuh istrinya, langsung menyetujuinya.
Dengan perlahan ada perasaan lagi, Irwandi menahan istrinya dibawah tubuhnya, dibawa oleh ombak lagi. Erangan dikamar tidur bercampur bersama dengan desahan berat, seiring teriakan yang tinggi, perlahan-lahan menjadi mereda.
Memeluk istrinya yang tak bertenaga, pergi mandi lagi. Ketika kembali ke kasur, melihat istri yang menawan dalam pelukannya, Irwandi merasa seperti kembali lagi ke masa baru menikah, sangat bahagia. Terutama malam ini, istrinya mengikuti dirinya, melakukan berbagai posisi, Irwandi yang sangat puas, tidak bisa menahan untuk memeluk istrinya lebih erat, dan mengucapkan “Istriku, aku mencintaimu!”
Seluruh tubuh Marena sudah tidak bertenaga, melemas didalam pelukan suaminya, menutup matanya, mendengar suaminya berkata seperti itu, dengan samar menjawab “Ya, aku juga mencintaimu.”
Kedua orang saling berkata seperti itu sampai ketiduran.
Irwandi yang bangun keesokan paginya, tersenyum karena melihat istrinya yang memeluk pinggangnya dengan erat. Mencium dahi istrinya dengan lembut, lalu perlahan-lahan melepaskan tangan istrinya, dan bangkit dari tempat tidur dengan pelan.
Marena membuka mata lalu menarik pinggangnya, ketika tidak melihat suaminya dengan tergesa-gesa memakai piyama dan bangkit dari kasur, datang ke ruang tamu, melihat suaminya sedang sibuk didapur, kepanikan diwajahnya juga menghilang, menjadi tersenyum bahagia, lalu memeluk pinggang suaminya dari belakang, dan menempelkan wajahnya di punggung suaminya.
“Hari ini tidak perlu dipanggil olehku, cepat pergi cuci wajah dan sikat gigi.” Irwandi yang memegang spatula ditangannya, menolehkan kepalanya, lalu tersenyum dan berkata penuh cinta: “Ketika kamu sudah selesai cuci muka dan sikat gigi, sarapan juga sudah selesai.”
Mereka berdua menghabiskan sarapan dengan mesra, lalu setelah selesai mencuci piring, Irwandi pergi bekerja. Duduk didalam bus, sudut mulutnya masih tersenyum, istrinya sudah sangat lama tidak selembut pagi ini, istri lemah lembut dulunya sepertinya sudah kembali lagi.
Melihat suami meninggalkan rumah, dan jam kerja dirinya masih belum tiba, Marena kembali ke kasur lagi, tetapi ketika melihat noda diatas kasur, wajahnya memerah, terpikirkan keganasan suaminya tadi malam.
Wajah Marena yang malu-malu, dengan segera mengeluarkan sprei lalu memasukkannya kedalam mesin cuci untuk dibersihkan. Membereskan sedikit dalam kamar, selesai melakukan semuanya, melihat sudah waktunya untuk pergi bekerja, lalu mengirim Wechat ke suami menggunakan ponsel, menyuruhnya mengeringkan sprei dimesin cuci ketika kembali siang hari.
Setelah selesai mengirim pesan, melihat ada pesan dari Sojun di Wechat, membukanya lalu melihat, pesannya adalah ucapan rutin, candaan, kencan pergi makan siang atau malam dan lainnya. Juga tidak membalasnya dan memasukkan ponsel kedalam tas.
Marena yang tiba diperusahaan, memasuki kantor dalam tawaan rekan-rekan kerjanya. Mengeluarkan kaca lalu melihat dengan teliti, memang seperti yang dikatakan oleh rekan kerja, raut wajahnya hari ini sangat merah dan menawan. Terpikirkan keganasan suami tadi malam, dia tersenyum malu-malu dan bahagia.
Teringat suami, Marena mengeluarkan ponsel lalu melihat apakah suaminya sudah membalas pesan. Di Wechat sudah ada balasan pesan dari suaminya, lalu dia mengirim emoji senyum kepada suaminya, kemudian melihat Wechat yang dikirim oleh sahabatnya bernama Oktavia: “Irwandi membuatkanmu sarapan lagi.”
Seharusnya sarapan yang dikirim ke media sosial tadi pagi dilihat oleh sahabatnya. Marena membalas sambil tersenyum, “Jika dia tidak membuatkannya untukku, apakah membuatkannya untukmu!”
Tidak disangka Oktavia langsung membalas Wechat-nya: “Baiklah, lain kali suruh dia buatkan sarapan untukku.”
“Berhentilah berkhayal.” Marena langsung membalas.
“Bagaimana kamu membodohinya!” melihat balasan Wechat dari Oktavia, Marena langsung merasa tidak bagus, memikirkannya sebentar lalu membalas: “Membodohi apa, itu hanyalah kesalahpahaman.”
“Hehe.” Melihat balasan Wechat dari Oktavia, Marena tidak membalasnya lagi, lalu menundukkan kepala dan mulai sibuk.
Di era internet, poin ini yang baik, tidak perlu bertatap muka, dapat langsung membalas Wechat, juga boleh tidak membalasnya. Karena itu mudah dijelaskan nantinya, alasan balas atau tidak.
Di sisi ini, Oktavia yang meletakkan ponsel, sedikit mengerutkan kening, matanya melihat keluar jendela. Suaminya alias Ronald sudah selingkuh, sekarang Marena juga sudah berubah, jika itu adalah dulunya, dia pasti akan menelefon kemari lalu menjelaskan kepada dirinya dengan panik. Tetapi sekarang, bahkan didalam Wechat juga tidak ada penjelasan.
Jasmine yang sekantor dengannya, dari awal sudah memperhatikan ekspresi Oktavia diam-diam. Sejak hari itu melihat suami Oktavia alias Ronald membawa Mimy pergi berbelanja, ketika kembali ingin berkata kepada Oktavia. Tetapi, perkataan yang akan diucapkannya, terhentikan olehnya lagi. Dia teringat sifat Oktavia yang sok tangguh, jika karena dirinya yang terlalu ikut campur, dan terjadi sesuatu, maka itu tidak baik.
Sekarang Jasmine melihat Oktavia memegang ponsel, dan setelah mengirim Wechat dengan wajah suram, matanya melihat keluar jendela dengan sedih sedih, mungkin dia seharusnya sudah tahu masalah tentang suaminya alias Ronald berselingkuh.
Jadi, Jasmine bangkit dari tempat duduknya dan datang ke samping Oktavia, lalu menghibur dengan suara kecil: “Bu Oktavia, berpikirlah lebih terbuka! Zaman sekarang hanya sedikit orang yang tidak berselingkuh.”
Begitu mendengar perkataan Bu Jasmine, Oktavia menoleh, lalu sedikit terkejut melihatnya, apakah Bu Jasmine sudah mengetahui hal tentang Marena “Bagaimana kamu bisa mengetahuinya.”
“Bu Oktavia, jangan salah paham.” Melihat ekspresi terkejut Oktavia, Bu Jasmine dengan segera menjelaskan, “Aku juga tidak sengaja melihat Pak Ronald membawa Mimy pergi berbelanja.”
“Ah, Ronald membawa Mimy pergi berbelanja?” Oktavia terkejut, lalu dengan terburu-buru bertanya: “Kapan itu? Dimana?”
“Oops.” Melihat ekspresi Oktavia, Bu Jasmine juga menyesalinya, ternyata Oktavia tidak mengetahuinya. Dengan terburu-buru menjelaskan sambil tersenyum: “Mungkin aku salah melihat.” Sambil berkata, dia dengan panik akan pergi.
Oktavia berdiri, “Bu Jasmine, bisakah kamu memberitahuku?”
Melihat Oktavia memohon dengan tulus, Jasmine menghela nafas diam-diam, mengapa dirinya begitu banyak bicara. Dengan tidak berdaya tersenyum paksa dan berkata: “Itu saat siang hari dua hari sebelumnya, ketika bersantai direstoran teh, aku melihat seorang pria disekitar, terlihat seperti Pak Ronald memegang seorang wanita sedang berbelanja.”
“Oh, terima kasih.” Raut wajah Oktavia yang memucat lalu terduduk lemas. Dulunya, melihat suami pulang terlambat, dan tubuhnya masih ada rambut wanita, terutama ketika putrinya sakit waktu itu, ketika suaminya datang, tubuhnya juga ada rambut wanita. Dirinya selalu membohongi diri sendiri, bahwa suaminya berjamu diluar, sekarang saatnya mengahadapi kenyataan.
Bel masuk kelas sudah berbunyi, Oktavia yang terbengong, tersadarkan lalu memegang buku pelajaran dan bangkit, kemudian berjalan ke ruang kelas dengan langkah kaki stabil. Jasmine melihat sosok belakang Oktavia, wajahnya penuh dengan penyesalan dan kekhawatiran. Dia tahu bahwa Oktavia yang sangat sok tangguh, sekarang kelihatan tenang, tetapi ketika pulang pasti akan meledak. Dia hanya bisa berharap jangan terjadi sesuatu.
Novel Terkait
Love In Sunset
ElinaVillain's Giving Up
Axe AshciellyHanya Kamu Hidupku
RenataSi Menantu Dokter
Hendy ZhangGue Jadi Kaya
Faya SaitamaYour Ignorance
YayaKembali Dari Kematian
Yeon KyeongIstri Pengkhianat×
- Bab 1 Siapa Laki Laki ini
- Bab 2 Memudarnya Cinta
- Bab 3 Kebohongan Istri
- Bab 4 Salah Kaprah
- Bab 5 Rumah Yang Rapi Dan Bersih
- Bab 6 Menghubungi Sahabat Istri
- Bab 7 Istri Tidak Mengangkat Telepon
- Bab 8 Marena Berada di Hainan
- Bab 9 Menguak Kebohongan Istri
- Bab 10 Makan Dan Memergoki Perselingkuhan
- Bab 11 Pernikahan Yang Terlihat Bahagia
- Bab 12 Cerita Oktavia
- Bab 13 Marena Pulang
- Bab 14 Melihat Durex Lagi
- Bab 15 Pertama Kalinya Suami Istri Bertengkar
- Bab 16 Kesalahan Dalam Berdalih
- Bab 17 Tidak Beruntung Menjadi Suaminya
- Bab 18 Memeriksa CCTV Komplek Perumahan
- Bab 19 Kebingungan Marena
- Bab 20 Teringat Padanya
- Bab 21 Dari Bangga Berubah Menjadi Kecewa
- Bab 22 Meminta Bantuan Sahabat
- Bab 23 Sahabat pun Memandang Rendah Dirinya
- Bab 24 Tidak Bisa Kembali Lagi Ke Masa Lalu
- Bab 25 Sojun yang Datang Mencari
- Bab 26 Ayah Mertua dan Ibu Mertua
- Bab 27 Yang terpenting adalah Kamu.
- Bab 28 Kembali ke dulunya.
- Bab 29 Ujian Pernikahan
- Bab 30 Mengintimidasi Sang Istri
- Bab 31 Memutuskan Mencari Detektif
- Bab 32 Bersedia Membantu
- Bab 33 Menutupi
- Bab 34 Mencari Perusahaan Detektif
- Bab 35 Negosiasi
- Bab 36 Balas Dendam Atau Cinta Yang Tidak Jelas
- Bab 37 Kesadisan Istri
- Bab 38 Sombong Yang Palsu
- Bab 39 Permintaan Dari Panggilan Tidak Dikenal
- Bab 40 Menceritakan Keseluruhan Cerita
- Bab 41 Donita yang Tidak Bisa Tahan Lagi
- Bab 42 Apakah Masih Mencintainya?
- Bab 43 Dendam Welly Dan Sojun Lu
- Bab 44 Masuk ke Dalam Jebakan
- Bab 45 Solusi Sojun Lu
- Bab 46 Istri yang Meninggalkan Rumah pada Tengah Malam
- Bab 47 Marena Berada Di Kamar Hotel
- Bab 48 Kembali Memberi Kesempatan
- Bab 49 Welly Ingin Memakan Masakan Yoyo
- Bab 50 Welly Memenangkan Yoyo
- Bab 51 Menghadapi Selingkuhan Istri
- Bab 52 Bersiap-Siap Pulang untuk menjelaskan
- Bab 53 Irwandi Memutuskan Balas Dendam
- Bab 54 Welly Melaporkan Ke Polisi Lagi
- Bab 55 Sojun Lu Ditangkap
- Bab 56 Cerai
- Bab 57 Rumah Kosong Dan Sunyi
- Bab 58 Oktavia Bercerai
- Bab 59 Penderitaan Marena
- Bab 60 Sendiri Orang Terakhir Yang Mengetahui Kebenaran
- Bab 61 Diinterogasi oleh Ayah dan Ibu Mertua
- Bab 62 Balas Dendam Yoyo
- Bsb 63 Irwandi Naik Jabatan
- Bab 64 Marena ingin rujuk kembali
- Bab 65 Marena Datang Ke Perusahaan Untuk Mencari Irwandi
- Bab 66 Penolakan Irwandi
- Bab 67 Menyadarkannya
- Bab 68 Percakapan Antara Irwandi dan Marena
- Bab 69 Undangan Makan dari Oktavia
- Bab 70 Ayo Kita Pulang (End)