Istri Pengkhianat - Bab 64 Marena ingin rujuk kembali
Mereka berdua saling memandang.
Irwandi yang tiba-tiba datang, berjalan melewati Marena tanpa ekspresi apapun, dan terus melanjutkan jalannya.
Marena berbalik badan dan melihat punggung Irwandi, pandangannya menjadi kabur karena ingin menangis.
Beberapa hari ini, Marena merasa sangat sedih. Setelah Irwandi pergi hari itu, Marena mengaku bahwa dirinya mempunyai hubungan dengan Sojun di bawah celaan orang tuanya, namun, dia berulang kali menjelaskan bahwa dia tidak selingkuh dengan Sojun.
Namun, ayahnya Munos, mengambil foto dan menyuruhnya menjelaskannya, tidak peduli bagaimana Marena menjelaskannya, ayahnya tidak akan percaya, bahkan ibunya sangat curiga, dia membawanya ke kamar dan bertanya dengannya dengan hati-hati, bukankah itu Sojun teman sekolah menengahmu dulu, setelah menerima jawaban dari Marena, ibunya menghela nafas dalam-dalam dan memarahinya karena kebenciannya.
Akhirnya, jika bukan karena ibunya yang menghalanginya, Munos sudah bersiap untuk menghajarnya. Dan mengancamnya, untuk menyuruh dia tidak kembali lagi.
Marena yang merasa tersakiti, saat ini, tempat kerjanya tidak dapat mengambil keputusan, Irwandi terus berada di benaknya. Setiap hari pulang ke rumah sewaan, rindu semacam ini lebih intens, hal-hal kecil sebelumnya muncul di depannya. Irwandi memberikannya kehangatan, cintanya, dan kebahagiaannya kepadanya.
Membuat Marena semakin merindukan, berharap untuk kembali ke pelukan Irwandi, memulai hidup baru dengan Irwandi lagi.
Setelah makan malam beberapa hari ini, Marena pergi ke taman untuk berjalan-jalan, menantikan waktu untuk bertemu dengan Irwandi, dan membayangkan apa yang harus dikatakan saat mereka bertemu, tetapi setiap hari, yang datang hanyalah sakit hati dan kehilangan.
Malam ini, bertemu dengan Irwandi, tetapi Marena tidak tahu bagaimana berbicara dengannya. Atau tidak memiliki keberanian untuk berbicara.
Setelah Irwandi pergi, hatinya berada dalam gelombang emosi yang tidak bisa dikendalikan, dia tidak punya niat untuk berjalan, dia pergi dari gerbang taman lain dan kembali ke rumah.
Marena, yang meninggalkan taman, di dalam benaknya memikirkan Irwandi, dan tanpa sadar kembali ke rumahnya yang dulu. Di lantai bawah melihat lampu di rumah sebelumnya, mengumpulkan keberanian untuk naik ke atas dan memutuskan bahwa apa pun yang dilakukan Irwandi padanya, dia akan menunjukkan kerinduannya dan cintanya kepadanya.
Membuka pintu dan memasuki ruangan, lampu di ruang tamu menyala, pergi ke pintu ruang kerja, kebetulan bertemu dengan Irwandi, Irwandi keluar dari dalam ruang kerja karena mendengar ada suara di luar pintu, Marena berhenti dan menatap mantan suaminya dengan tatapan mata murung.
“Apa yang kamu lakukan di sini?” Irwandi bertanya dengan tenang.
“Aku datang ingin menemuimu.” Marena menahan keinginannya sebelumnya dan berkata dengan suara bergetar: “Bagaimana kabarmu saat ini?”
“Kamu datang tepat waktu.” Irwandi kembali ke ruang kerjanya, mengeluarkan jam tangan emas, menyerahkannya kepada Marena dan berkata: “Aku ingin mengembalikan jam tangan ini kepadamu.”
“Dari mana jam tangan ini?” Marena sedikit bingung dan bertanya: “Mengapa kamu mengembalikannya kepadaku?”
“Haha. Kita sudah bercerai, tidak perlu berpura-pura.” Irwandi tersenyum mencibir, meletakkan jam tangan itu di tangan Marea, berjalan ke ruang tamu, dan berkata: “Tidak ada gunanya untuk berpura-pura lagi.”
Marena membawa jam tanganya dan bertanya: “Aku benar-benar tidak tahu.” Berhenti sejenak dan berkata lagi dengan lembut: “Bisakah kamu memberitahuku?”
Berdiri di ruang tamu, Irwandi berbalik badan untuk melihat Marena dan berkata: “Mungkin kamu tidak ingat, mungkin ada terlalu banyak barang yang sudah dibeli, aku akan mengingatkanmu, sebelumnya seratus juta yang ada di dalam buku tabungan, pergi kemana, bukankah untuk membeli jam tangan ini?”
Seketika wajah Marena memucat, dia melihat dengan teliti, apakah memang jam tangan yang dibeli untuk Sojun, kemudian dia dengan cepat menjelaskan: “Suamkiku, jangan salah paham, jam tangan ini sebenarnya milik Sojun. Jadi waktu itu Sojun ingin membelinya, tetapi dia tidak punya cukup uang, kemudian, aku meminjamkannya kepadanya.”
“Tolong jangan panggil aku suami. Aku tidak berani.” Irwandi mencibir dan berkata: “Kamu bilang uang itu dipinjam, apakah dia membayar kembali uang itu?”
Marena terdiam, dan bergegas berkata: “Sudah dikembalikan, di kartuku.”
“Haha.” Irwandi tertawa dengan marah: “Marena, apakah kamu pikir aku bodoh atau kampungan. Harga jam tangan ini mendekati dua ratus juta, dan gajimu cukup besar, apakah perbedaan harga jam tangannya itu dan gaji yang ada di kartumu tidak jauh berbeda, uang gaji yang ada di kartumu masih belum cukup untuk membelinya!”
“Suamiku.” Marena menangis sedih.
“Aku katakan, lain kali tolong jangan panggil aku suami. Aku tidak suka dengan panggilan itu.” Irwandi berkata dengan marah: “Tolong lain kali, jangan kembali lagi, kita sudah bercerai, selainnya orang lain melihat kita berdua, maka itu adalah hal yang tidak baik.” Berhenti sejenak dan berkata lagi: “Jika tidak apa-apa lagi, kamu bisa pergi.”
“Suamiku.” Marena menatap Irwandi dengan air mata yang mengalir dan berkata dengan sedih: “Setiap hari, aku merindukanmu suamiku, aku sama sekali tidak bisa tidur.”
Irwandi tertegun, dia tidak menduga Marena berbicara seperti itu, lalu dia berkata dengan sedih: “Aku tidak berani menerimanya, tolong lain kali jangan rindukan aku lagi.”
“Tapi aku mencintaimu. Aku benar-benar mencintaimu.” Marena menggelengkan kepalanya dan berkata dengan sedih: “Suamiku, apakah kamu sudah melupakan manisnya dan kebahagiaan yang dulu kita miliki bersama.”
Tatapan mata Irwandi menjadi murung, dan dia menutup matanya dan berkata: “Kamu pergi saja. Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, biarkan yang sudah berlalu pergi.” Sambil berbicara, Irwandi berbalik badan dan bersiap pergi ke ruang kerja.
Marena segera mengikutinya, memeluk pinggang Irwandi erat-erat dari belakang, menempelkan wajahnya di punggung suaminya dan terisak: “Suamkiku, aku menyesal, aku tidak bisa tidur beberapa hari ini, aku merindukanmu setiap hari, aemakin aku merindukanmu, aku semakin sedih.”
Irwandi dengan lembut dan tegas menyingkirkan lengan Marena dari pinggangnya dan dengan tenang berkata: “Kita sudah bercerai.”
“Kalau begitu kita rujuk kembali. Suamiku, mari kita rujuk.” Marena berkata dengan penuh semangat: “Hari kedua setelah perceraian, aku menyesalinya.”
“rujuk tidak mungkin bisa dilakukan. Kamu menyesal, dan aku sama sekali tidak menyesal.” Irwandi bicara dengan nada acuh tak acuh, dan ada nada kemarahan: “Aku hanya menyesal bahwa aku tidak menghajar Sojun sebelumnya. Jadi sekarang sama sekali tidak ada peluang.”
“Suamiku.” Marena berteriak panik, dan memeluk Irwandi menjadi lebih erat: “Suamiku, tolong jangan.”
Perkataan ini membuat Irwandi marah, dia menyingkirkan tangan Marena dan menatapnya: “Kenapa, aku merasa sedih sebelum aku membalas dendam. Jika kamu ingin membalas dendam, apakah kamu akan membalas dendam padaku.”
Melihat wajah Irwandi yang marah, mendengar perkataan Irwandi yang dingin. Marena menggelengkan kepalanya dengan panik, meraih tangan Irwandi dengan erat, lalu dengan menangis berkata: “Suamiku, kamu salah paham, aku tidak ingin kamu terluka.”
Melihat Marena dengan rambut berantakan dan air mata di wajahnya. Irwandi tertawa, menyingkirkan tangan Marena, dan menyeringai: “Marena, apakah kamu takut aku yang terluka atau Sojun yang terluka! Berhenti berakting di sini. Dengan begini membuatku merasa bosan kepadamu.”
Marena yang tangannya disingkirkan, mendengar perkataan cemoohan Irwandi, berdiri di sana dengan bingung, memandang Irwandi dan menangis sedih: “Suamkiu, aku benar-benar tidak selingkuh dengan Sojun, percayalah kepadaku, aku benar-benar tidak berbohong.”
“Aku katakan sekali lagi, kita sudah bercerai, tolong jangan panggil aku suami. Ini bisa membuatku malu.” Irwandi berkata dengan marah: “Sekarang tolong kamu tinggalkan rumahku. Jika, kamu tidak pergi, aku akan memberi tahu paman untuk membawamu pulang.”
Melihat Irwandi, yang bersiap mengeluarkan ponselnya, air mata Marena mengalir lebih cepat dan sedih: “Suamiku, kamu sudah tidak mencintaiku lagi? Aku mohon seperti ini, apakah masih tidak bisa!”
Selesai berbicara, dia melihat Irwandi berbalik badan dan Marena menutup mulutnya dan berlari keluar. Kemudian dia mendengar suara pintu tertutup di belakangnya, dia berlari ke tangga, berjongkok dan menangis.
Tapi tidak tahu, Irwandi yang menutup pintu, dengan mata basah melalui mata kucing yang ada di pintu, Irwandi melihatnya berlari ke tangga.
Setelah beberapa saat, tidak melihat Marena keluar, Irwandi dengan lembut membuka pintu, perlahan-lahan berjalan ke tangga dan melihat keluar, sosok Marena sudah pergi, di bawah kekhawatiran, Irwandi dengan cepat mencari ke bawah tangga.
Marena sama sekali tidak ada di bawah, Irwandi berlari keluar dari perumahan dan melihat lampu jalan di kejauhan, tampaknya Marena sedang berjalan perlahan dengan kepala tertunduk. Melalui gerbang, Irwandi dengan cepat mengikutinya dan memastikan bahwa itu adalah Marena, dia mengikutinya diam-diam dan melihatnya masuk ke sebuah perumahan, dan kemudian Irwandi menghentikan langkahnya.
Dia menghela nafas dengan sedih, sekarang Marena hanya ingin rujuk, tapi dirinya tidak menyadari kesalahannya atau meminta maaf.
Dan masih mengatakan bahawa dia masih mencintai dirinya, tetapi dirinya tidak merasakan cinta Marena kepadanya.
Mencintai orang lain, bukan berarti mengatakan bahwa cinta adalah cinta dengan mulutmu sendiri, tetapi membuat orang yang dicintai merasakan dan mengakui.
Novel Terkait
Get Back To You
LexyCinta Dan Rahasia
JesslynBalas Dendam Malah Cinta
SweetiesAngin Selatan Mewujudkan Impianku
Jiang MuyanPernikahan Kontrak
JennyAku bukan menantu sampah
Stiw boyCinta Yang Paling Mahal
Andara EarlyLove and Trouble
Mimi XuIstri Pengkhianat×
- Bab 1 Siapa Laki Laki ini
- Bab 2 Memudarnya Cinta
- Bab 3 Kebohongan Istri
- Bab 4 Salah Kaprah
- Bab 5 Rumah Yang Rapi Dan Bersih
- Bab 6 Menghubungi Sahabat Istri
- Bab 7 Istri Tidak Mengangkat Telepon
- Bab 8 Marena Berada di Hainan
- Bab 9 Menguak Kebohongan Istri
- Bab 10 Makan Dan Memergoki Perselingkuhan
- Bab 11 Pernikahan Yang Terlihat Bahagia
- Bab 12 Cerita Oktavia
- Bab 13 Marena Pulang
- Bab 14 Melihat Durex Lagi
- Bab 15 Pertama Kalinya Suami Istri Bertengkar
- Bab 16 Kesalahan Dalam Berdalih
- Bab 17 Tidak Beruntung Menjadi Suaminya
- Bab 18 Memeriksa CCTV Komplek Perumahan
- Bab 19 Kebingungan Marena
- Bab 20 Teringat Padanya
- Bab 21 Dari Bangga Berubah Menjadi Kecewa
- Bab 22 Meminta Bantuan Sahabat
- Bab 23 Sahabat pun Memandang Rendah Dirinya
- Bab 24 Tidak Bisa Kembali Lagi Ke Masa Lalu
- Bab 25 Sojun yang Datang Mencari
- Bab 26 Ayah Mertua dan Ibu Mertua
- Bab 27 Yang terpenting adalah Kamu.
- Bab 28 Kembali ke dulunya.
- Bab 29 Ujian Pernikahan
- Bab 30 Mengintimidasi Sang Istri
- Bab 31 Memutuskan Mencari Detektif
- Bab 32 Bersedia Membantu
- Bab 33 Menutupi
- Bab 34 Mencari Perusahaan Detektif
- Bab 35 Negosiasi
- Bab 36 Balas Dendam Atau Cinta Yang Tidak Jelas
- Bab 37 Kesadisan Istri
- Bab 38 Sombong Yang Palsu
- Bab 39 Permintaan Dari Panggilan Tidak Dikenal
- Bab 40 Menceritakan Keseluruhan Cerita
- Bab 41 Donita yang Tidak Bisa Tahan Lagi
- Bab 42 Apakah Masih Mencintainya?
- Bab 43 Dendam Welly Dan Sojun Lu
- Bab 44 Masuk ke Dalam Jebakan
- Bab 45 Solusi Sojun Lu
- Bab 46 Istri yang Meninggalkan Rumah pada Tengah Malam
- Bab 47 Marena Berada Di Kamar Hotel
- Bab 48 Kembali Memberi Kesempatan
- Bab 49 Welly Ingin Memakan Masakan Yoyo
- Bab 50 Welly Memenangkan Yoyo
- Bab 51 Menghadapi Selingkuhan Istri
- Bab 52 Bersiap-Siap Pulang untuk menjelaskan
- Bab 53 Irwandi Memutuskan Balas Dendam
- Bab 54 Welly Melaporkan Ke Polisi Lagi
- Bab 55 Sojun Lu Ditangkap
- Bab 56 Cerai
- Bab 57 Rumah Kosong Dan Sunyi
- Bab 58 Oktavia Bercerai
- Bab 59 Penderitaan Marena
- Bab 60 Sendiri Orang Terakhir Yang Mengetahui Kebenaran
- Bab 61 Diinterogasi oleh Ayah dan Ibu Mertua
- Bab 62 Balas Dendam Yoyo
- Bsb 63 Irwandi Naik Jabatan
- Bab 64 Marena ingin rujuk kembali
- Bab 65 Marena Datang Ke Perusahaan Untuk Mencari Irwandi
- Bab 66 Penolakan Irwandi
- Bab 67 Menyadarkannya
- Bab 68 Percakapan Antara Irwandi dan Marena
- Bab 69 Undangan Makan dari Oktavia
- Bab 70 Ayo Kita Pulang (End)