Istri Pengkhianat - Bab 37 Kesadisan Istri

Setelah Oktavia keluar dari kamar mandi, emosionalnya menjadi lebih tenang. Setelah masuk ke ruangan, dia duduk di sudut mendengar Irwandi menyanyikan lagu 'A Hero Never Dies'. Irwandi yang pernah bekerja di bar, dia menyanyi dengan sangat bagus.

Dalam hatiku ada sebuah mimpi, mau menggunakan suara nyanyian untuk membuatmu melupakan semua rasa sakit. Oktavia mengambil sebotol bir dan minum dengan tegukan kecil. Dia menunggu sampai Irwandi selesai menyanyikannya, saling berpelukan dengan teman baikmu, membiarkan kata-kata yang tulus dan air mata yang bahagia mengalir di hati kita.

Oktavia menaikkan botol bir terhadap Irwandi, "Irwandi, demi masa lalu, demi terharu, mari bersulang."

Irwandi meletakkan mikrofon, dengan tertawa, "Juga demi kesenangan dan kebahagiaan." dia mengatakan sambil menyentuhkan botol bir kepada Oktavia.

Oktavia menaikkan kepalanya menghabiskan bir di dalam botol, dia melihat Irwandi sambil berkata: "Katakanlah, bukankah malam ini kamu ingin membujukku demi Ronald?"

Tidak disangka Oktavia tiba-tiba begitu terus terang, Irwandi terdiam sebentar, tertawa pahit berkata: "Sebenarnya pastinya kamu tahu dengan apa yang akan kukatakan. Tapi aku masih ingin mengatakannya." berhenti sebentar, Irwandi lanjut berkata: "Si Ronald ini, sebenarnya dia tidak jahat, dia juga sangat mencintaimu, dia mencintai Kendo dan mencintai keluarga ini. Dia di luar mungkin hanya acara makan bisnis saja, jadi timbul kesalahpahaman seperti ini."

Mengatakan sampai sini, Irwandi juga merasa sangat bersalah, karena dia melihat secara langsung jika Ronald membawa selingkuhannya ke hotel. Kini melihat Oktavia sedang menatapnya dengan merendahkannya, Irwandi langsung tidak tahu harus bagaimana melanjutkannya, tetapi dia juga tidak bisa tidak mengatakannya, terpaksa dia lanjut mengatakannya:

"Tidak bahas Ronald dulu, kita bahas kamu dengan Ronald, misalnya sudah cerai, bagaimana dengan Kendo? Di luar banyak kabar berita seperti ini dan juga kamu adalah seorang guru, kamu pasti pernah melihat perubahan sifat anak-anak karena orangtua yang cerai."

Mendengar sampai sini, ekspresi Oktavia tidak merendahkan orang lagi, melainkan kesedihan dan kesakitan. Dia mengambil botol bir, minum dengan tegukan besar, dengan cepat menghabiskan satu botol, kemudian mengambil botol lain lagi, saat dia berencana untuk lanjut meminumnya, Irwandi dengan khawatir berdiri, dia berencana untuk merebut botol bir dari tangannya, tetapi dia malah langsung didorong dengan kuat oleh Oktavia.

Irwandi yang didorong hingga sempoyongan, melihat wajah Oktavia yang memerah, dia langsung berjalan ke sana dan merebut botol bir dari tangannya, sambil berteriak: "Sudah cukup Oktavia, kamu tidak boleh minum lagi."

Oktavia tiba-tiba berdiri, dia menimpa ke arah Irwandi ingin merebut kembali botol birnya, Irwandi yang tidak hati-hati langsung tertimpa ke sofa, melihat Oktavia tetap mengulurkan tangannya ingin merebut botol bir, Irwandi langsung membuang birnya, kemudian memeluk Oktavia dengan erat, sambil membujuk:"Oktavia, tidak boleh minum lagi, jika mau minum, ke depannya aku temani kamu minum lagi, ya."

Oktavia yang tidak berhasil merebut botol bir, dia mengulurkan tangannya ke botol bir yang berada di meja, dia melawan untuk berdiri, tetapi bagaimana mungkin Irwandi akan melepaskannya, setelah melawan sebentar juga tidak berhasil lolos, Oktavia langsung bersandar di pelukan Irwandi dan menangis dengan kuat.

Ini adalah kedua kalinya Irwandi melihat Oktavia menangis, jadi dia tidak sepanik pertama kali, dia dengan ringan menepuk punggung Oktavia dan tidak berhenti membujuknya. Saat sedang menangis, Oktavia langsung ketiduran.

Betul juga, sejak meminta cerai dengan Ronald, beberapa hari ini Oktavia bahkan tidak pernah tidur dengan baik, pagi hari masih mau memaksa untuk tersenyum di depan orang, dan mengajar. Hari ini minum bir yang begitu banyak dan menangis besar. Dia yang sangat lelah akhirnya tidak bisa menahan kelelahan ini lagi.

Marena yang tiba di rumah tidak melihat suaminya, dalam hatinya sedikit bersyukur, dia dengan buru-buru masuk ke dalam kamar mandi, dia mencuci muka karena tahu wajahnya pasti sangat jelek. Setelah selesai mencuci wajahnya, dia pergi ke ruang tamu dan duduk terbengong sebentar.

Dia ingin menelpon suaminya, tetapi dalam hatinya merasa bersalah, sehingga membuatnya tidak berani untuk menghadapi suaminya. Dia mandi kemudian berbaring ke tempat tidur. Marena yang sudah terkejut dan panik, otaknya berpikir dengan kacau, kemudian perlahan juga ketiduran karena kelelahan.

Tetapi Sojun Lu kini tidak tidur, dia yang barusan kembali ke rumah ingin bermesraan dengan istrinya, tetapi malah ditolak istrinya dengan sadis dan memarahinya dengan menghina: "Apakah selingkuhanmu tidak bisa memuaskan kamu di luar. Eh bukan, dengan bendamu yang tidak berguna itu, dengan waktu 3 menit saja, hanya kamu yang tidak bisa memuaskan orang lain. Mungkin kamu yang terhina di luar, kemudian ingin mencari nasihat dari tempatku, sedihnya aku bukan ibumu, jadi pergi sejauh mungkin."

Sojun Lu yang terkena tekanan yang sadis, dia marah dan merendahkan dirinya, dia langsung pergi jauh-jauh.

Tidak tahu sudah berapa lama berlalu, Oktavia bergumam dan perlahan membuka matanya, melihat dirinya sedang berbaring di sofa, dia memiringkan kepalanya, layar TV di ruangan sedang berkedip tanpa suara, Irwandi duduk di sisi lain menundukkan kepalanya sambil bermain ponsel.

Ekspresi Oktavia sekejap langsung menjadi malu, dia dengan tangannya menopang tubuhnya untuk berdiri, kini baju yang ditutup di tubuhnya sudah terjatuh, dia mengambil lalu melihat adalah jaket dari Irwandi, dia langsung melihat Irwandi sekilas.

Irwandi yang tersenyum melihat wajah Oktavia yang malu hingga menjadi kemerahan, dia seperti tidak melihat apapun dan mengatakan dengan peduli: "Setelah tidur sebentar sudah lebih baikan, kan? Apa kepalamu masih pusing?"

"Iya." suara Oktavia yang lembut, sedikit memiringkan wajah yang kemerahan, tanpa melihat langsung memberikan jaket kepada Irwandi, "Cepat pakai, jangan kedinginan."

Setelah mengambil jaketnya, Irwandi memakai dan berkata dengan tersenyum: "Aku antar kamu pulang."

"Mhm." hidung Oktavia yang merah mengeluarkan suara, dia merapikan rambut dengan tangannya, mengambil tas, melihat Irwandi sekilas dan mendorong pintu ruangan.

Keluar dari ruang karaoke langsung memesan sebuah taksi, saat tiba di depan komplek rumah Oktavia, "Kamu juga pulang istirahat lebih awal." dia mengatakan dengan nada yang rendah, Oktavia membuka pintu mobil, tanpa menolehkan kepala masuk ke dalam komplek.

Melihat Oktavia berjalan masuk ke dalam komplek, Irwandi baru memberitahu supir untuk menghidupkan mobil, melihat tatapan supir yang mengerti, Irwandi juga tidak menjelaskan lagi, setelah memberitahu alamat, dia langsung bersandar di kursi mobil dan memejamkan matanya untuk istirahat.

Tiba di rumah, setelah selesai mandi, dia naik ke tempat tidur dengan ringan, melihat istrinya yang sudah ketiduran, dia mengedipkan mata berpikir sejenak kemudian perlahan ketiduran.

Tengah malam, Marena tiba-tiba terbangun, karena dia mimpi suaminya membawa foto dan menyalahkannya, tidak peduli bagaimanapun dia menjelaskannya, suaminya tetap tidak mendengar dan tidak mau percaya. Akhirnya mereka menjadi marahan, suami mau membawa fotonya ke biro keamanan masyarakat untuk diperiksa, lihat apakah dia sama dengan yang dikatakannya jika dia dijebak oleh orang.

Mimpi sampai sini, Marena keringat dingin di seluruh tubuhnya, dia terbangun karena terkejut. Memiringkan kepala melihat suami yang tidur di sampingnya, dia mengulurkan tangannya lalu memeluknya. Irwandi yang berada di alam mimpi juga langsung memeluknya ke dalam pelukan.

Melihat wajah suaminya, mata Marena menjadi tidak enak, jika masalah di dalam mimpi benar-benar terjadi, dia tidak tahu harus bagaimana lagi. Mungkin dia benar bisa kehilangan suaminya. Berpikir sampai sini, Marena mengulurkan tangannya lalu meraba wajah suaminya dengan ringan.

Suami yang ketiduran tanpa sadar merendahkan kepalanya dan sedikit menghindar. Hati Marena tanpa sebab merasa sangat sedih, dirinya ingin lebih lembut terhadap suaminya, tetapi suaminya malah menghindar. Dia langsung menebak: Apakah jika ke depannya suaminya sudah dapat fotonya, dia juga akan seperti di mimpi?

Tidak! Suami selamanya adalah miliknya, tidak peduli bagaimanapun juga tidak boleh membiarkan Irwandi meninggalkannya. Marena melebarkan matanya menatap suami dengan terbengong, dia harus memikirkan sebuah cara. saat berpikir, Marena tiba-tiba teringat dengan orangtua, langsung timbul sebuah ide di dalam pikirannya.

Masih ingat saat sebelumnya makan di rumah, Ibu yaitu Suya menyuruh mereka secepatnya memiliki anak, tetapi suami malah mengatakan tidak perlu buru-buru, sejak itu membuat ibu marah. Setelah makan, saat suami sedang membersihkan dapur, Suya menarik Marena ke sisi lain kemudian dengan serius beritahu dia.

Secepatnya punya anak, pertama karena sudah tidak muda lagi, kedua karena sekarang wanita di luar lebih hebat, Irwandi termasuk pria yang baik, jika tidak ada anak, mungkin bisa dibawa oleh wanita lain. Sampai saat itu jika ada wanita yang menggendong anak mencarimu, kamu tinggal menangis saja. Marena mengingat jelas saat ibu mengatakannya, dia masih menggunakan tangan menyentuh keningnya sebentar, tatapan matanya terdapat sebuah rasa tidak puas dengan perkembangan sekarang dan berharap aku menjadi lebih baik.

Sudah saatnya memiliki anak. Marena teringat penampilan suaminya yang sangat senang setiap kali suaminya bertemu dengan Kendo, jika nanti dirinya melahirkan seorang anak kepada suaminya, mungkin dia akan sangat senang. Sampai saat itu, tidak peduli gosip dan foto apapun, mungkin suami tidak akan memedulikannya lagi, kan.

Teringat dengan sisi kesenangan, Marena tersenyum, dia semakin mendempetkan tubuhnya kepada suaminya, bersamaan juga mengulurkan tangannya ke bawah selimut, sedikit asing karena sudah dua tahun tidak melakukan gaya ini, tetapi dengan lancar mengikuti tubuh suaminya hingga menyentuh benda bagian bawah suami yang besar.

Tangan perlahan-lahan memasuki bagian dalam baju suami, ekspresi Marena cantik dan malu, tangannya perlahan bergerak di bagian benda besar suaminya, hingga suaminya perlahan mulai bereaksi, tetapi tubuh Marena semakin bereaksi, wajahnya sudah menjadi merah.

Irwandi yang sedang tidur dengan kebingungan merasa ada yang aneh, dia mengulurkan tangan untuk menahan, ternyata dia menangkap sebelah tangan istrinya, membuka mata melihat istri yang berada di dalam pelukan, wajahnya yang cantik dan kemerahan sedang menatapnya. Irwandi sangat terkejut, dia langsung bertanya: "Istriku, ada apa denganmu?"

Suami tampak tidak mengerti, Marena dengan malu memalingkan matanya, dia malu untuk mengatakannya, tetapi gerakan di tangannya semakin cepat.

Ternyata istrinya sudah menginginkannya, tetapi Irwandi selalu merasa istrinya sekarang sangat aneh. Tidak membahas yang lain, tindakan istri sekarang memang pernah ada saat beberapa tahun yang lalu, tetapi dalam 2 tahun ini tidak mungkin ada. Dan satu lagi, dia merasa kini istrinya sepertinya sedang sengaja menggodanya, ini juga bagian yang membuat Irwandi tidak mengerti.

Tetapi karena istri sudah menginginkannya, maka Irwandi sebagai suaminya pasti akan memuaskan istrinya. Lagipula juga sudah beberapa hari tidak ada, dan malam minum sedikit bir, kini setelah digoda oleh istrinya, Irwandi menjadi menginginkan hingga sudah mengeras dan bangun. Maka kedua tangan Irwandi meraba di tubuh istrinya, dia meraba terus sehingga membuat Marena merintih.

Melihat sudah saatnya, Irwandi memutarkan badannya menarik laci dan mengeluarkan kondom durex. Marena merasa tangan suami yang tiba-tiba meninggalkan badannya, dia membuka mata yang sedang tidak jelas, melihat suami sedang mau mengambil kondom, dia langsung memeluk suami dengan erat, dia berkata dengan manja "Jangan. Aku ingin melahirkan anak untukmu."

Perkataan ini seperti suara sambaran petir yang berbunyi di samping telinganya. Jika dia mendengarnya dulu, dia pasti akan sangat senang, tetapi sekarang respon pertamanya adalah mungkin istri di luar melakukannya dengan selingkuhan tanpa memakai kondom, sehingga takut hamil, jadi malam ini mencariku untuk menutupinya. Maka sudah bisa dimengerti kenapa istri bertindak aneh hari ini.

Melihat suami terdiam, tangannya juga berhenti. Marena mengira suaminya terkejut karena kabar baik yang tiba-tiba datang ini. Jadi dia semakin mendempetkan tubuhnya kepada suaminya, mulutnya tidak berhenti mengeluarkan suara rintihan yang menggoda.

Irwandi yang sudah memiliki pemikiran seperti ini, dalam sekejap langsung mengamuk, istrinya sedang menginginkan dia menjadi ayah dari anak lain, terlalu sadis. Apakah istrinya tidak tahu jika orangtuanya baru meninggal, kini tersisa satu orang saja dan harus melanjutkan keturunan.

Harus diakui jika pemikiran Irwandi lebih tertutup. Tapi ini juga tidak bisa menyalahkan dirinya, karena bibinya sering mengatakan kata seperti ini di sisinya, jadi tanpa sadar Irwandi juga memiliki pemikiran seperti ini.

Karena istri begitu sadis, maka ini tidak bisa menyalahkan dirinya lagi.

Novel Terkait

Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
3 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Chasing Your Heart

Chasing Your Heart

Yany
Dikasihi
3 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Satan's CEO  Gentle Mask

Satan's CEO Gentle Mask

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu