Istri Pengkhianat - Bab 52 Bersiap-Siap Pulang untuk menjelaskan

Melihat tatapan dingin Irwandi sekarang juga menyiratkan sarkas serta penghinaan, Welly tersenyum kering, “Aku tak peduli kamu percaya atau tidak, aku benar-benar hanya bertemu Marena satu kali saja.”

“Lalu kenapa harus menyuruhnya pergi ke hotel melati kamar nomor 307 untuk ketemu kamu di tengah malam?” akhirnya Irwandi buka mulut. Tangan yang diletakkan diatas meja mengepalkan sebuah tinju.

Irwandi yang terus berdiam diri membuat Welly merasa tertekan, dan Irwandi yang mulai berbicara, membuat Welly merasakan hawa-hawa kedinginan dan menegakkan punggungnya. Dia lekas memberi penjelasan: “Itu ada alasannya. Tapi aku jamin, tidak terjadi apa-apa antara aku dan Marena tadi malam.”

Pada saat ini ponsel Irwandi berdering tanda panggilan masuk, itu adalah nada panggilan khusus. Batinnya semakin kesal, Donita gagal, maka dia sendiri yang meneleponnya. Dia mengeluarkan ponsel dan membisukannya, kemudian meletakkan ponsel ke atas meja, “Marena telepon.” Ucapnya.

“Aku benar-benar tidak ada hubungan apa-apa dengan Marena.” Welly yang melihat tatapan Irwandi semakin dingin, dia menjadi cemas dan buru-buru menjelaskan: “Aku hanya ingin memanfaatkan masalah tentang Marena bersama Sojun.”

Di sisi lain Marena menghubungi telepon suaminya berkali-kali namun tidak diangkat suaminya, dia benar-benar panik. Jangan-jangan sang suami benar-benar pergi ke Rumah sakit Antonius untuk menyelidiki masalah semalam, pemikiran seperti itu muncul dalam benaknya, bagaimana ini?

Marena yang memaksakan diri untuk tetap tenang, dia duduk sambil memikirkan baik-baik percakapan dia dengan suaminya semalam. Rekan kerjanya tertabrak mobil, dan suaminya tidak berada di rumah, oleh sebab itu, rekannya meminta dia untuk pergi membantu.

Setelah pulang ke rumah, dia mengatakan kepada suaminya tempatnya di Rumah sakit Antonius. Jika suaminya benar-benar pergi menyelidiki dan tidak menemukan bukti, maka dia akan berkata kepada suaminya bahwa luka tabrakan rekannya tidak serius, pada saat itu dalam hati rekannya sangat ketakutan, jadi meminta dirinya untuk membantu, setelah diobati, dia mengantar rekannya pulang ke rumah. Lagi pula, Rumah sakit Antonius begitu besar, suaminya tidak mungkin bisa menyelidikinya.

Meskipun dia telah memikirkan jawaban, tapi Marena tidak bisa duduk dengan tenang. Dia mengambil tas lalu menyapa rekan-rekannya dan meninggalkan perusahaan.

Pada saat ini, Irwandi menatap Welly dan bertanya, "Ada hubungan apa Marena dengan Sojun?"

“Mereka adalah hubungan sepasang kekasih.” ucap Welly lurus.

“Mana buktinya?” tanya Irwandi dingin.

Welly mengeluarkan ponselnya, dia membuka album foto kemudian menyerahkan ponselnya kepada Irwandi yang menatapnya dingin, "Di dalam sini semuanya adalah foto Marena dengan Sojun di kota Hainan sampai mereka pulang, aku memotretnya secara diam diam."

Irwandi menatap Welly dengan dingin, dia mengambil ponselnya dan melihat. Ketika dia membuka selembar demi selembar foto, hati Irwandi tertusuk, dari kesedihan menjadi kemarahan, kemudian kembali tenang secara perlahan. Istrinya benar-benar selingkuh!

Terutama ketika dia melihat beberapa foto istrinya dengan Sojun memasuki Cape Guest House sambil bergandengan tangan, Irwandi mengacuhkannya. Dan semua ini membuat Welly yang sedang menonton dari samping semakin takut. Dia tahu jika tidak mati dalam kesunyian, maka akan meledak dalam keheningan. Pria seperti Irwandi membuat orang menjadi panik.

Setelah melihat foto-foto itu, Irwandi berkata dengan acuh tak acuh, "Kirimkan semua foto itu padaku."

"Oke." Welly menyetujuinya tanpa ragu sedikitpun. "Kalau begitu aku akan menambah WeChatmu." Jadi dia dan Irwandi saling bertukar kontak WeChat dan meneruskan semua foto ke kontak Irwandi.

Setelah menerima semua foto, Irwandi menatap Welly dengan dingin, "Hapus semua foto di perangkat beserta memori. Aku tidak ingin melihatnya di tempat lain ke depannya."

Sebenarnya Irwandi sedang melindungi istrinya, bukan untuk harga diri apapun, lagipula dia adalah suami Marena sekarang, dan dia memiliki kewajiban serta tanggung jawab ini.

Ditatap begitu dingin oleh Irwandi, Welly sedikit ragu-ragu sebelum akhirnya menyetujui untuk menghapus semua foto tepat di depan Irwandi. Melihat semua foto telah dihapus, Irwandi bertanya: "Katakan saja, kenapa kamu menyuruh Marena pergi ke hotel tadi malam?"

"Itu. . . itu." Welly tergagap, "Sebenarnya, sebenarnya aku hanya ingin mendiskusikan masalah foto itu dengan Marena."

“Kamu berbohong.” Tubuh Irwandi sedikit condong ke depan dan menatap dingin ke Welly dan berkata: "Jika kamu ingin uang, kupikir Marena pasti akan memberikannya padamu. Bahkan jika dia tidak punya cukup uang, dia akan menemukan cara untuk meminjamnya. Selain itu, masalah mendiskusikan foto itu, emangnya pantas pergi ke hotel tengah malam? "

Ditatap dengan dingin oleh Irwandi seraya mendengarkan analisis Irwandi. Welly merasa seperti sedang ditatap oleh seekor harimau, membuatnya merasa ngeri.

Tubuh Welly mundur tanpa sadar dan berkata dengan buru-buru: "Benar-benar membahas masalah foto."

"Marena wanita yang cantik. Semalam Kamu ingin mengancamnya untuk tidur denganmu kan." gerutu Irwandi dingin. Setelah mengatakan ini, Irwandi memperhatikan adanya kepanikan dan kegelisahan muncul di mata Welly, dia meraih gelas yang ada di atas meja dan membantingnya. Pada saat yang sama, dia juga menyerang serta meninju wajah Welly dengan sadis.

Welly yang tersungkur ke tanah dari kursinya, dia langsung ketakutan. Dia tidak menduga bahwa Irwandi akan tiba-tiba memukulnya. Dia jatuh ke tanah dan ditendang habis-habisan oleh Irwandi. Rasa sakit di tubuhnya membuatnya merintih kesakitan meminta ampun dan menjelaskan bahwa dia tidak tidur dengan Marena tadi malam.

Tepat ketika Irwandi sudah siap untuk menendang Welly lagi, pintu kamar privasi dibuka dari luar, pelayan bergegas masuk dan menarik tubuh Irwandi, "Tuan, tolong tenangkan dirimu, tolong bicarakan masalah dengan baik-baik."

Irwandi memberontak sebentar dan ingin menyerbu ke arah Welly untuk memukulnya. Pelayan buru-buru menahan pinggang Irwandi dari belakang dan memekik, "Tuan, tenang. Jika kamu memukulnya lagi, kamu akan membunuhnya."

Dan saat ini Welly yang bertumpu pada kursi berusaha untuk bangkit berdiri, dia juga menjelaskan: "Kamu salah paham, benar-benar tidak ada apa-apa." Welly sangat cerdas, sengaja berbicara ambigu, tanpa menyebutkan detail permasalahan beserta nama orang, tetapi salah paham dan tidak ada apa-apa. Beberapa kata ini memiliki penegasan.

Pelayan menahan Irwandi sambil membujuknya, "Tuan, jika ada sesuatu, jangan gegabah, selesaikan saja. Akan merepotkan jika seseorang terluka parah."

Mendengar kata-kata Welly dan bujukan pelayan, Irwandi menenangkan dirinya lalu menatap pelayan dan berkata, "Aku sudah tidak apa-apa, lepaskan aku."

Melihat pelayan melonggarkan tangannya, saat itu dia tidak pergi. Irwandi menyodorkan sebatang rokok kepadanya, "Terima kasih, aku benar-benar tidak apa-apa. Jika ada kerusakan apapun, aku akan membayar sesuai harganya."

"Terima kasih, tuan. Tapi saya tidak merokok." Pelayan membujuk lagi: "Tidak apa-apa jika ada barang yang rusak. Tapi Jika ada orang yang terluka parah, masalahnya akan lebih besar. Jika kamu memiliki masalah, bicarakan baik-baik." Pelayan itu berhenti sejenak untuk melihat Irwandi benar-benar sudah tenang, lantas dia meminta diri dan pergi meninggalkan keduanya.

Welly yang sedang berpegangan pada kursi, dengan wajah merah bengkak, buru-buru menjelaskan setelah melihat pelayan pergi: "Aku benar-benar tidak tidur dengan Marena." Melihat tatapan menghina dari Irwandi, dia ragu-ragu kemudian melanjutkan: "Benar, aku ingin mengancam Marena tadi malam, tetapi itu tidak berhasil. Kalau tidak percaya, pulanglah dan tanya sama Marena, maka kamu akan tahu."

"Jika nantinya aku menemukan bahwa itu tidak sesuai dengan apa yang kamu katakan. kamu seharusnya tahu konsekuensinya." Irwandi mengabaikan Welly dengan acuh tak acuh. "kelak, jika kamu mencari Marena lagi."

"Tidak akan," Welly buru-buru memotong perkataan Irwandi dan berkata sambil menggelengkan kepalanya, "Tidak ada kata kelak. Kelak aku tidak kenal, aku juga tidak tahu siapa Marena."

Irwandi menatap Welly dengan tatapan tajam, dan keluar dari kamar privasi. Setelah keluar dari kedai teh, Irwandi melihat sekeliling, bersiap untuk memanggil taksi dan pulang ke rumah untuk membuka kartu istrinya.

Marena yang meninggalkan perusahaan lebih awal, langsung mengendarai mobilnya menuju perusahaan suaminya. Ketika dia melihat ruangan kantor suaminya terkunci, dia segera pergi menemui Cikka, "Halo, Cik."

“Eh, kakak ipar.” Cikka berkata keheranan, “Kenapa kakak di sini?”

“Hehe.” Marena memaksa diri untuk tersenyum, “Aku datang mau cari Irwandi. Tapi, dia malah tidak ada di kantor.”

“Aku juga tidak melihatnya sejak sore tadi.” Ujar Cikka heran, “Mungkin, tadi sore dia keluar karena ada hal yang harus dikerjakan.” Sebenarnya, Cikka merasa lebih aneh lagi. Dia melihat ketidaknyamanan dan kegelisahan di mata Marena.

Marena membalas "Oh." Sekilas. “Kalau begitu aku pergi dulu. Jika Irwandi kembali, beritahu dia kalau aku sudah memasak makan malam di rumah." Lalu dia buru-buru berbalik dan pergi.

“Hati-hati di jalan, kak.” Cikka memekik dari belakang punggung Marena.

Namun, batin Cikka sudah yakin bahwa Marena dan Irwandi memiliki kontradiksi yang hebat. Ketika Marena mendengar bahwa Irwandi absen sore ini, kegelisahan dan kepanikan di matanya hampir tidak bisa disembunyikan. Selain itu, Marena juga memasak untuk Irwandi sendiri, yang belum pernah didengar olehnya selama ini.

Cikka yang kembali ke kantor, juga membuat beberapa panggilan ke Irwandi berkali-kali, namun tidak ada yang menjawab, dirinya mulai khawatir. Memikirkan apakah harus pergi mencarinya. Akan tetapi dia tidak tahu harus pergi ke mana untuk menemukan Irwandi. Khawatir, sedih serta bimbang membuatnya tidak tenang.

Setelah meninggalkan perusahaan suaminya, Marena menjadi lebih cemas dan gelisah, dia duduk di mobil dan membuat beberapa panggilan kepada suaminya selama berulang-ulang kali, akan tetapi, suaminya masih tidak menjawab. Dia ragu sejenak lalu mengendarai mobilnya menuju pasar untuk membeli beberapa sayuran, sepulangnya ke rumah, ia mengenakan celemek dan sibuk di dapur disertai perasaan gelisah.

Dia malah tidak tahu bahwa suaminya, Irwandi sudah bersiap-siap pulang ke rumah dan membuka kartunya. Selama hampir dua tahun menikah, ini adalah pertama kalinya dia memasak untuk suaminya, dia ingin sebisa mungkin memasak makanan enak untuknya.

Novel Terkait

You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
3 tahun yang lalu
My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu
I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
3 tahun yang lalu