Istri Pengkhianat - Bab 32 Bersedia Membantu

Bangun pagi, melihat istrinya meringkuk seperti ular di lengannya. Irwandi dengan lembut melepaskan tangannya dan bangkit dari tempat tidur, setelah mandi, dia mulai sibuk di dapur. Dia yang memikirkan semalaman, memutuskan, mencari detektif untuk menemukan bukti, sebelum itu, dia harus mengakui penjelasan istrinya dan memperlakukan istrinya seperti biasa.

Sebelum bukti berada di tangannya, mungkin ini adalah sarapan dan makan malam beberapa hari terakhir dia buatkan untuk istrinya. Irwandi menundukkan kepalanya membuat sarapan, berpikir, dan meneteskan air mata.

Setelah selesai menyiapkan sarapan, Irwandi pergi ke kamar mandi membersihkan wajahnya, lalu dengan lembut menepuknya beberapa kali, dan tersenyum kepada cermin.Dia berjalan masuk ke kamar dengan senyum, melihat istrinya sedang duduk di tempat tidur dan hendak meletakkan hp di samping tempat tidur. Irwandi pura-pura tidak melihat, tersenyum dan berkata: “Istriku sudah bangun, aku kebetulan ingin membangunkanmu.”

“Ehn.”jawab Marena, meletakkan hp dan tersenyum, “Kebetulan aku sedang merebut angpao di dalam grup kantor, sayangnya, semua angpao dikirim tadi malam. Setelah di klik, sudah tidak ada apa-apa.”

“Haha. Mengambil bungkusan angpao.”Irwandi tersenyum, “Cepat bangun, kalau tidak sarapan sudah dingin.”

Setelah sarapan, Irwandi mencuci piring, mengambil tas kerja, pamit dengan istrinya pergi bekerja. Melihat suaminya pergi, Marena kembali mengambil hp, membuka Wechat, masih belum ada pesan dari Donita, dia mengerutkan kening dan merasa khawatir.

Donita yang tidak melihat Wechat, atau dia yang tidak ingin berkomunikasi dengan dirinya. Terlebih, terakhir kali dirinya meminta dia menjadi kambing hitam, memang sedikit keterlaluan. Tapi, kali ini masih harus mencari bantuannya, karena masalah ini berkaitan.

Kebohongan hanya bisa di karang satu per satu, lalu menggabungkannya, agar bisa membuat orang percaya.

Marena juga sangat tidak berdaya, demi bisa menyempurnakan kebohongan, dia harus mencari bantuan Donita, lalu setelah dia tidak berhasil menghubungi Donita, dirinya mulai mengirim pesan Wechat kepada Donita.

Irwandi yang berada di bus, mengerutkan kening. Tadi malam dirinya sudah memutuskan mencari detektif, namun, pagi ini dia baru tahu, menjadi orang biasa, mencari detektif sangat tidak mudah. Jangan lihat ada begitu banyak iklan, tapi, apakah bisa dipercaya, sering diberitakan perusahaan detektif menggunakan informasi pribadi, memeras pengguna.

Setelah turun dari bus, Irwandi menyembunyikan perasaannya, masuk ke perusahaan dengan senyuman, masuk ke kantor, menyeduh teh, menyalakan sebatang rokok, dan ketika bersiap-siap mengurusi sesuatu, hp-nya berdering.

Melihat nomor yang ada di hp adalah Ronald, Irwandi merasa aneh, mengapa dia menghubungi dirinya sepagi ini, namun, dia tetap menjawabnya, tersenyum dan berkata: “Direktur Ronald, mengapa meneleponku sepagi ini, apakah ada masalah?”

“Kamu memanggilku Direktur Ronald, bukankah ingin aku memanggilmu manager.”ucap Ronald tertawa, tidak menunggu Irwandi menjawab, dia berkata: “Siang ini ada waktu, mari kita minum bersama.”

“Siang. Tidak bisa.”ucap Irwandi tertawa dan berkata, “Bagaimana dua hari kemudian, aku traktir kamu minum. Beberapa hari ini Dept ada kerjaan, lebih sibuk.”

“Kalau begitu malam saja.”ucap Ronald,“Aku cari kamu juga ada masalah.”

Irwandi sedikit merenung, karena Ronald menelepon sepagi ini, itu pasti benar-benar terjadi sesuatu, dan mungkin lebih mendesak. Dia tertawa dan berkata: “Cari aku ada masalah apa, katakan saja di telepon. Atau nanti siang kita cari tempat membicarakannya.”

Ronald sedikit ragu, Istrinya Oktavia ingin bercerai, dia ingin meminta Irwandi membujuknya, untuk sementara tidak bisa dikatakan dengan jelas di hp, lalu berkata: “Lebih baik kita makan malam bersama, makan sambil mengobrol.”

“Baiklah.”Irwandi menyetujuinya, “Nanti malam kita ngobrol.”

Mematikan telepon, Irwandi memikirkannya, dia tidak mengerti Ronald mencarinya ada masalah apa, tapi dia menduga, mungkin berkaitan dengan listrik. Karena Ronald memiliki pabrik, mungkin membutuhkan listrik tambahan.

Setelah makan siang di kantin, Irwandi mengirimkan pesan Wechat kepada istrinya, mengatakan malam akan makan bersama dengan Ronald, bertanya padanya apakah akan ikut. Namun, Irwandi menduga, Marena pasti tidak akan ikut.

Marena yang sedikit kesal, memegang hp-nya dan hendak menelepon Donita lagi, melihat Wechat suaminya menuliskan nanti malam akan makan bersama dengan Ronald, lalu Marena bertanya Oktavia ikut tidak. Mendengar Oktavia tidak ikut, Marena juga mengatakan tidak ikut.

Sebenarnya, sekalipun Oktavia pergi, Marena juga tidak ingin pergi. Dia berpikir kebetulan di malam hari, suaminya tidak ada, dia bisa mencari Donita. Di siang hari, dia mengirim pesan Wechat lagi kepada Donita, namun Donita tetap tidak membalas, dia sangat gelisah, dan ingin menelepon Donita lagi.

Setelah Marena dan suaminya berkomunikasi melalui WeChat, dia menelepon Donita, kali ini panggilannya tersambung, mendengar di sana sedikit bising, dia bertanya dengan heran:“Donita, kamu dimana? Kenapa begitu ribut.”

“Aku sedang di luar, sedang bersantai.”Donita berkata, “Aku sudah melihat Wechat-mu, dan ingin membalasnya.”

“Kenapa kamu tiba-tiba keluar”tanya Marena dengan aneh dan kesal.

“Aku mengambil cuti beberapa hari, kebetulan ingin keluar.” ucap Donita menjelaskan, dan bertanya: “Ada apa kamu mencariku?”

Mendengar pertanyaan Donita, Marena sedikit ragu. Sekali lagi ingin meminta bantuan Donita, bicara di telepon tidak jelas, hanya bisa bertemu. Lalu dia bertanya: “Kapan kamu pulang.”

“Beberapa hari lagi.”tanya Donita, “Ada apa, katakan saja di telepon.”

“Tunggu kamu kembali, aku akan mentraktirmu makan.”Marena tersenyum, “Tiba waktunya, baru kita bicarakan.”

Setelah menyelesaikan pembicaraan dengan Donita, Marena ingin menelepon suaminya dan ingin makan malam bersamanya di malam hari, tapi dia baru saja menolaknya. Nanti malam makan dimana? Melihat Wechat-nya ada pesan Sojun, dia ragu.

Setelah pulang kerja, Irwandi datang ke Fragrance Paviliun, ketika memasuki ruang VIP lantai dua, dia sudah melihat Ronald sudah berada di dalam, bertanya sambil tersenyum: “Mana istrimu dan Kendo?”

“Hari ini hanya perbincangan para pria.”Ronald tersenyum dan menawarkan sebatang rokok.

“Hehe. Kalau begitu bisa minum dan merokok dengan bebas.”ucap Irwandi tertawa. Sebenarnya pertanyaan dia tadi, hanya basa-basi, sebelum datang, dia sudah tahu Oktavia tidak akan datang, kalau tidak Ronald pasti memintanya membawa Marena.”

Setelah menerima menu yang diserahkan oleh ronald, Irwandi memesan hidangan, lalu menyerahkannya kembali kepada Ronald, “Hanya kita berdua, pesan yang sederhana. Yang penting mengobrol.”

Setelah Ronald memesan beberapa hidangan, dia menyerahkannya kepada pelayan dan berkata, “Tambahkan wine Brigil dua puluh tahun. Tolong hidangannya cepat sedikit.”

Mendengar kata-kata Ronald, Irwandi tahu, dia benar-benar ada masalah mencarinya, mungkin bukan masalah listrik, kalau tidak, dia pasti akan memesan dua bir. Namun, dia tidak menanyakannya, menyerahkan sebatang rokok kepada Ronald, dan menyapanya.

Ketika hidangan datang, wine telah dibuka dan dituangkan di gelas. Mereka berdua bersulang dan minum, setelah minum beberapa gelas, Ronald merasa mendingan, lalu bersulang untuk Ronald, menyodorkan rokok, dan menyalakan sebatang untuk diri sendiri, lalu menarik nafas dalam-dalam, berkata: “Temanku, aku ingin meminta bantuanmu.”

Melihat Ronald mengerutkan kening, Irwandi tersenyum dan berkata: “Masalah apa, aku akan melakukan yang terbaik selama aku bisa membantu.”

“Kamu pasti bisa membantu.”ucap Ronald dengan cepat.

“Baiklah, katakan masalah apa.”Irwandi bertanya langsung kepada Ronald ketika dia melihat Ronald tidak melanjutkan perkataannya.

Mendengar kata-kata Irwandi, Ronald terbata-bata, “Itu. Aku ingin memintamu membujuk Oktavia.”

Melihat wajah Ronald yang kusam dan terbata-bata mengatakan membujuk Oktavia. Irwandi terkejut, apakah Oktavia menemukan sesuatu, namun, dia tetap bertanya: “Membujuk apa.”

“Oktavia ingin bercerai denganku.”ucap Ronald dengan ragu.

“Apa”Irwandi hampir berdiri karena terkejut, namun dia segera mengingat Irwandi yang kala itu membawa wanita ke hotel. Kemudian dia tersenyum pahit: “Kak Ronald, masalah ini, seharusnya wanita yang membujuk, aku seorang pria dewasa bagaimana membujuknya, kalau tidak bisa membujuk dengan baik, dan sebaliknya menjadi lebih buruk.”

Irwandi mengelak, ucapannya cukup beralasan, tapi di dalam hatinya dia lebih jijik atau bahkan marah, merasa kasihan untuk Oktavia. Terutama ketika dia mengalami perselingkuhan dengan Marena, dia bisa merasakan rasa sakit dan kesedihan dikhianati oleh orang yang dicintainya. Terlebih, pernikahannya sendiri dalam bahaya, tidak tahu ke depannya akan seperti apa, dirinya tidak memiliki niat membantu membujuk Oktavia!

“Temanku.”Ronald berteriak memohon, “Benar yang kamu katakan, tapi, di biarkan juga tidak akan berhasil. Oktavia sangat keras kepala.”

“Kalau begitu aku akan mencoba membujuk.”Irwandi mengelak, “Lebih baik kamu mencari saudara atau sahabatnya, mungkin bisa bercerita dengan lepas.”

“Aissh.”Ronald menghela nafas, berkata dengan canggung: “Kamu akan tahu, ketika kamu mengetahui alasannya.”dia menyalakan sebatang rokok lagi, dan berkata: “Yang terpenting adalah Oktavia mencurigaiku memiliki selingkuhan di luar. Yang mengetahui masalah ini tidak banyak, malam itu kamu juga melihatnya di rumah sakit, jadi kamu yang mengatakannya baru cocok.”

Selesai mengatakannya, melihat Irwandi menundukkan kepala menghisap rokok, tidak menyetujuinya. Ronald mulai gelisah, dan dengan tulus memohon: “Adikku, bagaimana pun kamu harus membantuku, kalau tidak keluargaku benar-benar akan hancur, kamu juga tahu Oktavia dan Kendo sangat penting bagiku, aku benar tidak rela bercerai dengannya, kalau tidak bagaimana mungkin aku seorang pria dewasa, memohon orang lain membantu masalah ini!”

Melihat tatapan Ronald yang cemas, hati Irwandi melunak, dia tidak ingin keluarga Oktavia hancur, apalagi mereka memiliki Kendo yang lucu. Dia menghela nafas berat, berkata: “Masalah ini, tergantung dari sikap dan tindakanmu. Namun, aku akan membujuk Oktavia bersama dengan Marena, terkait berhasil atau tidak, aku tidak berani menjamin.”

Mendengar Irwandi menyetujuinya, Ronald merasa terima kasih dan berkata: “Terima kasih adikku. Aku pasti akan berusaha.”

Setelah berbicara, Ronald terkejut dan memikirkan apa yang dilihatnya pada siang itu. Kalau Marena ikut bergabung itu juga bagus! Terlebih, Marena adalah wanita selingkuhan, dan akan mengatakan hal-hal baik kepada Oktavia. Dengan cepat menambahkan: “Adikku, Oktavia sangat pemalu, semakin sedikit yang mengetahuinya semakin bagus, lebih baik kamu sendiri yang membujuknya lebih bagus.”

Melihat tatapan ronald yang gelisah, Irwandi tidak berpikir banyak. Karena Oktavia memang memiliki karakter seperti ini, dia menyetujuinya, dalam dua hari ini dia akan mencari Oktavia dan mengobrol. Tapi dia memperingatkan: “Ronald, kamu tahu, masalah dirimu sendiri, tidak peduli seberapa keras orang luar berusaha, juga tidak akan ada hasil.”

Ronald terkejut mendengar kata-kata ini, dan segera menjawab: “Tentu saja tentu saja.”

Setelah selesai membicarakan masalah, Irwandi tidak memiliki niat minum dan makan, setelah mengobrol sebentar dengan Ronald, dia pulang.

Irwandi yang keluar dari Fragrance Pavilion, tidak tahu, di ujung ruangan terakhir, istrinya Marena sedang makan bersama dengan Sojun. Kalau, lamban beberapa menit keluar, mungkin bisa bertemu dengan istrinya bersama dengan Sojun.

Namun, ketika Marena dan Sojun tiba di tempat parkir, Ronald yang sedang duduk di dalam mobil merokok dengan kesal, memandang ke depan.

Novel Terkait

Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
4 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
4 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu