Istri Pengkhianat - Bab 66 Penolakan Irwandi
Berapa banyak yang didapatkan, seberapa banyak akan merasa kehilangan!
Marena menangis. Semakin dia menangis, semakin dia sedih, hari ini dia melihat penampilan dan sikap Chikka dan Irwandi terhadapnya, dia merasa bahwa dia benar-benar ingin kehilangan Irwandi dan semua cinta yang pernah dimiliki Irwandi untuknya.
Tidak bisa! Irwandi hanya bisa menjadi miliknya sendiri. Marena, yang sedang menangis, menggigit bibirnya dan menatap keluar jendela mobil dengan marah.
Namun, uang yang hilang masih dapat dicari; perasaan yang hilang apakah masih bisa dicari, terutama pada rasanya dikhianati! Bisakah itu diambil kembali!
Setelah selesai makan malam, Irwandi yang sedang merasa bosan, sudah mabuk. Hatinya merasa gelisah dan ingin sendirian. Menolak undangan untuk bernyanyi, menyapa, setelah berpisah dari Clive dan Chikka, dia perlahan berjalan ke rumah.
Setelah berpisah, berkeliling dan Chikka yang sudah kembali, melihat Irwandi yang seperti merasa kesepian, melihat rasa sakit di matanya dan mengikutinya dari belakang dengan tenang.
Setelah sampai di rumah, Irwandi duduk di sofa dan merokok, dia pergi ke kamar tidur untuk mengambil pakaiannya untuk mandi. Menyalakan lampu dan melihat Marena sedang tidur di tempat tidur, seketika dia kaget.
Melihat Irwandi masuk, wajah Marena menjadi panik, membuka selimut dan mengenakan piyama, tanpa mempedulikan udara dingin, dia turun dari tempat tidur, dan berkata: “Suamiku, sudah kembali, kamu pergi mandi dulu, dan aku akan mengambil baju untukmu.” Pada saat berbicara, dia mendorong Irwandi keluar dari kamar tidur untuk pergi ke kamar mandi.
Irwandi yang tersadar, melangkah ke samping dan berkata: “Marena, apa maksudmu?”
Marena menatapnya dengan malu, dan berkata: “Kamu pergi mandi, aku mengambil pakaian untukmu.”
“Kita sudah bercerai.” Irwandi berkata dengan tegas: “Tolong jangan lakukan ini.”
“Waktu itu kiita terlalu gegabah.” Mata Marena memerah: “Aku akan memperlakukanmu dengan baik lain kali.”
“Aku tidak perlu.” Irwandi menatap Marena dan berkata: “Kita sudah bercerai, mengapa kamu masih saja memohon untuk balikan lagi?”
“Aku tidak peduli, aku hanya tahu aku mencintaimu.” Marena yang centil, menatap Irwandi dengan lembut: “Aku ingin melahirkan banyak anak untukmu.” Sambil berbicara, dia membuka piyama, dan memperlihatkan tubuh putihnya yang halus.
Melihat bentuk tubuhnya yang bergelombang. Tidak memiliki nafsu adalah suatu kebohongan, bagaimanapun, meskipun mereka sudah lama tidak berhubungan suami dan istri. Irwandi mulai gelisah, dan berkata: “Marena, tolong kamu jaga sikapmu, sopan sedikit.”
“Kenapa aku harus bersikpa sopan di depan suamiku sendiri?” Wajah Marena menjadi tersipu, dan berkata dengan malu-malu: “Apakah kamu tidak mau!” Sambil berbicara, melangkah maju ke depan, dan ingin memeluk Irwandi.
Entah kenapa, Irwandi memikirkan inisiatif Marena padanya malam itu. Kemudian, dikombinasikan dengan foto-foto yang diberikan oleh detektif pribadinya, hari itu, setelah dia kembali dari kencan dengan selingkuhannya di taman Wisteria malam itu. Menicum mulut selingkuhannya itu, termasuk barang selingkuhannya itu, dan kembali untuk mencium dirinya.
Irwandi tiba-tiba merasa mual, dan dengan rasa jijik, dia mengerutkan kening dan menghindar: “Marena, tolong kenakan pakaianmu dan pergi, aku bukan Sojun, dan aku tidak ingin menjadi ayah.”
“Apa maksudmu?” Wajah Marena memucat dan dia tertegun.
“Maksudku, aku sudah menyatakannya dengan sangat jelas.” Irwandi melangkah mundur dan berkata, “tolong berpakaian yang benar dan pergi.”
“Aku tidak akan pergi.” Marena menatap Irwandi dengan mata yang penuh dengan air mata, dengan tegas menatapnya dan berteriak: “Irwandi, mengapa kamu memperlakukan aku seperti ini?”
Teriakan Marena membuat Irwandi menjadi kesal. Kemudian dia tertawa dan berkata: “Baiklah, kamu tidak mau pergi, kalau begitu aku saja yang pergi.” Sambil berbicara, dia berbalik badan dan berjalan menuju gerbang.
Marena yang menangis, bergegas pergi, memeluk pinggang Irwandi dengan erat dari belakang, dan memohon: “Suamiku, jangan pergi, jangan tinggalkan aku!”
“Kamu lepaskan aku.” Irwandi mencoba melepaskannya, dan mengangkat tangannya untuk menyingkirkan lengannya dari pinggangnya.
Marena memeluk tangannya lebih erat dan menangis: “sebelum menikah, kamu berjanji padaku bahwa kamu akan baik kepadaku sepanjang hidupmu. Suamiku, apakah kamu lupa!”
“Janji ini, setelah banyak kebohongan dan pengkhianatan, semuanya sudah menghilang.” Irwandi yang merasa sedih menyingkirkan tangan Marena dan berkata: “Terlebih lagi, aku memiliki martabat dan garis bawah, apa yang kamu lakukan sudah sangat merusak martabatku dan melanggar garis bawah aku!” Selesai berbicara, Irwandi membuka pintu gerbang dan bergegas keluar, lalu dia mentup gerbang itu dengan erat.
Kata-kata Irwandi membuat wajah Marena yang sedang telanjang menjadi pucat, dia berdiri di sana dengan rasa malu dan terpana, dia melihat Irwandi tanpa daya membuka gerbang dan segera pergi. Setelah beberapa saat, dia bersandar ke dinding dengan mulut tertutup dan berjongkok sambil menangis.
Chikka mengikuti Irwandi ke lantai bawah. Kepikiran dengan kesedihan Irwandi, dia ragu apakah harus naik atau pergi. Dia sudah berlama-lama di lantai bawah, berpikir bahwa dirinya adalah seorang gadis, jadi mudah untuk salah paham untuk pergi ke sana pada malam hari. Meskipun sangat ingin naik, tapi Chikka memutuskan untuk pergi.
Berjalan keluar dari perumahan, Chikka datang dari seberang jalan, bersiap untuk naik taksi pulang, tetapi setelah menunggu beberapa saat, tidak ada mobil yang datang. Pada saat ini, dia melihat Irwandi keluar dari perumahan. Ini sangat aneh, dan dengan terkejut berteriak: “Kakak.” Dia melambaikan tangannya ke Irwandi.
Mendengar teriakan itu, Irwandi melihat Chikka di seberang jalan, dia sedikit bingung, dia berjalan mendekat dan dengan penasaran bertanya: “Kenapa kamu ada di sini?”
“Aku kebetulan di sekitar sini ada urusan.” Chikka tersenyum dan berkata: “kakak, hari sudah malam, kamu mau pergi kemana.”
“Oh, oh.” Irwandi memberikan penjelasan: “Aku terlalu banyak minum bir, dan aku ingin keluar untuk jalan-jalan.”
“Hehe. Kalau beitu aku akan pergi menemanimu.” Chikka berkata dengan gembira.
“Hari sudah malam, sebaiknya kamu segera pulang, jangan sampai keluargamu khawatir.” Irwandi menyarankannya: “Aku hanya berjalan di sekitar ini sebentar saja, lalu pulang ke rumah.”
“Ayo jalan. Jangan sungkan-sungkan.” Chikka yang menawan dan mempesona, menarik tangan Irwandi dan berjalan ke depan.
Irwandi secara otomatis berjalan maju dua langkah, dan berkata: “kamu lepaskan tanganku dulu, aku tidak bisa berjalan dengan benar.”
Chikka melepaskan tangannya, tetapi memeluk lengan Irwandi dan tersenyum senang: “Kakak, kamu terlalu pemalu, wajahmu terlihat memerah. Hehe.”
“Mana ada.” Irwandi menjelaskan. Setelah memikirkannya, dia menunjuk ke taman kecil tidak jauh di depan dan berkata: “Mari kita pergi berjalan-jalan kesana.” Pada saat ini, Irwandi tersadar dari masalah Marena. Mengetahui bahwa Chikka kebetulan datang ke daerah dekat rumahnya.
Melihat taman kecil yang ada di depan, Chikka berkata dengan lembut: “Baiklah.” Selesai berbicara dia memeluk tangan Irwandi, tubuhnya juga sedikit meringkuk, dan perlahan berjalan ke taman kecil.
Berjalan di taman kecil, Irwandi telah berpikir apa yang harus dikatakan, meraih rokok di sakunya, dan menyentuh tangan Chikka, merasakan tangannya dingin, dia tersadar dan segera terdiam.
Melihat Chikka yang melepaskan tangannya, dia berdiri di sana dengan kepala tertunduk dan sedikit bingung. Irwandi melepas jaketnya, dengan hati-hati mengenakannya untuk Chikka, dan terus berjalan lalu berkata: “Chikka, sejak kamu memasuki perusahaan, aku selalu bangga memiliki adik perempuan yang lebih muda sepertimu, aku senang melihat kamu sebagai adik perempuanku.”
Chikka, yang pemalu dan lembut, berjalan di samping Irwandi. Setelah mendengar perkataan Irwandi, wajahnya berubah, dengan cerdas dia segera mengerti maksud Irwandi, meraih lengan Irwandi dan berkata: “Kakak, setelah aku selesai berbicara, baru kamu bicara.”
Kemudian tanpa menunggu Irwandi berbicara, Chikka melanjutkan: “Pada waktu itu, aku baru saja memasuki Universitas, penuh kerinduan dan rasa ingin tahu untuk semuanya. Aku melihat kamu ketika aku mengambil bagian dalam kegiatan kuliah Mahasiswa, dan kamu meninggalkan kesan mendalam pada diriku pada saat itu.”
“Tapi tak lama, kamu sudah lulus. Kemudian, aku tidak bisa tidak mendengar banyak tentangmu, dan aku lebih terkesan denganmu. Kemudian, di Universitas, ada banyak anak lelaki yang mengejarku, tetapi aku tidak dapat membandingkanmu dengan mereka. Tapi semuanya mmebuat aku kecewa.”
Awalnya kupikir aku tidak akan bertemu denganmu lagi, aku tidak menduga bisa berada di perusahaan yang sama denganmu setelah lulus, aku sangat terkejut dan senang, mendengar bahwa kamu sudah menikah, aku merasa sangat sedih.“ Sambil berbicara, Chikka menatap Irwandi dengan lembut dan berkata: “Apakah kamu percaya?”
“Aku percaya.” Irwandi tanpa ragu-ragu berkata: “Jadi hari ini aku ingin menjelaskan kepadamu, aku selalu memperlakukanmu sebagai adik perempuanku. Selain itu, aku seorang pria yang sudah menikah.”
“Hanya karena kamu sudah menikah, aku pikir kamu sangat bahagia. Jadi aku mengubur cintaku dalam-dalam untukmu.” Chikka mengubah lengannya menjadi pelukan dan berkata dengan lembut: “Sekarang, kamu sudah bercerai. Aku punya hak untuk mengejarmu.” Sambil berbicara, Chikka berhenti dan menatap Irwandi dengan lembut dengan mata yang berbinar: “Irwandi, aku mencintaimu, ketika masih kuliah, aku sudah mencintaimu.”
Irwandi yang malu, dengan pandangan menghadap ke samping, dan kemudian menatap Chikka, berkata dengan naif: “Tapi aku selalu menganggapmu sebagai adik perempuanku. Dan aku pria yang sudah bercerai, aku tidak pantas menerimamu.”
“Irwandi, jangan membodohi dirimu sendiri.” Chikka mengulurkan tangan untuk menutupi mulut Irwandi, memandangnya dengan lembut, dan berkata: “Aku mencintaimu, dan aku tidak peduli dengan perceraianmu. Terlebih lagi, menurutku, kamu lebih menarik ketika kamu sudah menikah.”
Kemudian, Irwandi mencoba yang terbaik untuk membujuk Chikka. Dan memanggil taksi untuk membawanya pulang.
Ketika sampai di rumah, Marena sudah pergi. Irwandi memiliki pemikiran untuk meninggalkan kota Brigil di benaknya.
Novel Terkait
Blooming at that time
White RoseMy Greget Husband
Dio ZhengAku bukan menantu sampah
Stiw boyMy Only One
Alice SongHarmless Lie
BaigeRahasia Istriku
MahardikaHanya Kamu Hidupku
RenataIstri Pengkhianat×
- Bab 1 Siapa Laki Laki ini
- Bab 2 Memudarnya Cinta
- Bab 3 Kebohongan Istri
- Bab 4 Salah Kaprah
- Bab 5 Rumah Yang Rapi Dan Bersih
- Bab 6 Menghubungi Sahabat Istri
- Bab 7 Istri Tidak Mengangkat Telepon
- Bab 8 Marena Berada di Hainan
- Bab 9 Menguak Kebohongan Istri
- Bab 10 Makan Dan Memergoki Perselingkuhan
- Bab 11 Pernikahan Yang Terlihat Bahagia
- Bab 12 Cerita Oktavia
- Bab 13 Marena Pulang
- Bab 14 Melihat Durex Lagi
- Bab 15 Pertama Kalinya Suami Istri Bertengkar
- Bab 16 Kesalahan Dalam Berdalih
- Bab 17 Tidak Beruntung Menjadi Suaminya
- Bab 18 Memeriksa CCTV Komplek Perumahan
- Bab 19 Kebingungan Marena
- Bab 20 Teringat Padanya
- Bab 21 Dari Bangga Berubah Menjadi Kecewa
- Bab 22 Meminta Bantuan Sahabat
- Bab 23 Sahabat pun Memandang Rendah Dirinya
- Bab 24 Tidak Bisa Kembali Lagi Ke Masa Lalu
- Bab 25 Sojun yang Datang Mencari
- Bab 26 Ayah Mertua dan Ibu Mertua
- Bab 27 Yang terpenting adalah Kamu.
- Bab 28 Kembali ke dulunya.
- Bab 29 Ujian Pernikahan
- Bab 30 Mengintimidasi Sang Istri
- Bab 31 Memutuskan Mencari Detektif
- Bab 32 Bersedia Membantu
- Bab 33 Menutupi
- Bab 34 Mencari Perusahaan Detektif
- Bab 35 Negosiasi
- Bab 36 Balas Dendam Atau Cinta Yang Tidak Jelas
- Bab 37 Kesadisan Istri
- Bab 38 Sombong Yang Palsu
- Bab 39 Permintaan Dari Panggilan Tidak Dikenal
- Bab 40 Menceritakan Keseluruhan Cerita
- Bab 41 Donita yang Tidak Bisa Tahan Lagi
- Bab 42 Apakah Masih Mencintainya?
- Bab 43 Dendam Welly Dan Sojun Lu
- Bab 44 Masuk ke Dalam Jebakan
- Bab 45 Solusi Sojun Lu
- Bab 46 Istri yang Meninggalkan Rumah pada Tengah Malam
- Bab 47 Marena Berada Di Kamar Hotel
- Bab 48 Kembali Memberi Kesempatan
- Bab 49 Welly Ingin Memakan Masakan Yoyo
- Bab 50 Welly Memenangkan Yoyo
- Bab 51 Menghadapi Selingkuhan Istri
- Bab 52 Bersiap-Siap Pulang untuk menjelaskan
- Bab 53 Irwandi Memutuskan Balas Dendam
- Bab 54 Welly Melaporkan Ke Polisi Lagi
- Bab 55 Sojun Lu Ditangkap
- Bab 56 Cerai
- Bab 57 Rumah Kosong Dan Sunyi
- Bab 58 Oktavia Bercerai
- Bab 59 Penderitaan Marena
- Bab 60 Sendiri Orang Terakhir Yang Mengetahui Kebenaran
- Bab 61 Diinterogasi oleh Ayah dan Ibu Mertua
- Bab 62 Balas Dendam Yoyo
- Bsb 63 Irwandi Naik Jabatan
- Bab 64 Marena ingin rujuk kembali
- Bab 65 Marena Datang Ke Perusahaan Untuk Mencari Irwandi
- Bab 66 Penolakan Irwandi
- Bab 67 Menyadarkannya
- Bab 68 Percakapan Antara Irwandi dan Marena
- Bab 69 Undangan Makan dari Oktavia
- Bab 70 Ayo Kita Pulang (End)