Istri Pengkhianat - Bab 68 Percakapan Antara Irwandi dan Marena
Waktu telah berlalu beberapa hari. Obrolan dengan Oktavia saat itu tidak berhasil. Tapi itu juga memberi Marena kesadaran baru. Menjadi lebih jelas bahwa dia masih mencintai Irwandi, terutama hanya ingin membalas dendam terhadap Sojun Lu.
Jadi dia memutuskan untuk menunjukkan bahwa dia masih mencintai Irwandi dengan tindakan, dia ingin mendapatkannya kembali. Sepulang kerja, dia membeli sayuran dan datang ke rumah aslinya, Setelah memasak yang enak-enak, dia pergi diam-diam. Sepulang kerja keesokan harinya, saat dia membeli makanan dan datang ke rumah aslinya lagi, dia melihat makanan di atas meja tidak disentuh sama sekali. Dengan mata masam dia membuang semua masakan kemarin, dan kembali memasak menu baru, lalu menaruhnya di atas meja dan pergi.
Setelah tiga hari berturut-turut, Marena membeli sayuran dan datang ke rumah aslinya, melihat hidangan di atas meja yang tidak disentuh, dan ada catatan di sebelah Marena, sekarang kamu memiliki kehidupanmu sendiri, aku juga memiliki kehidupanku sendiri. kuharap kamu jangan datang lagi. Semoga kamu bahagia di masa depan!
Marena meneteskan air mata dalam sekejap, dia menaruh catatan di sana, dan membuang masakan yang tidak disentuh dari kemarin, dan kemudian memasaknya lagi lalu menaruhnya di atas meja dan pergi.
Dalam beberapa hari ini, pekerjaan penyerahan Irwandi dan Departemen Perencanaan di bawah pengawasan staf Departemen Administrasi dan Departemen Keuangan diselesaikan dengan lancar. Personil Departemen Perencanaan, termasuk Samuel, wakil direktur yang sebelumnya memimpin pekerjaan untuk sementara waktu, datang untuk melaporkan pekerjaan satu persatu, menunjukkan harapan atau persetujuan terhadap Irwandi.
Setelah penyerahan, Irwandi yang memangku jabatan resmi, dengan giat dia mempelajari materi terkait serta pengetahuan berbisnis di departemen perencanaan, Setiap hari, tidak ada hal yang khusus, biasanya menolak ajakan dengan sopan dan belajar sampai larut malam baru pulang kerja.
Sore itu, ketika Marena menyelesaikan pekerjaannya di kantor, dia sengaja membeli makanan dan datang ke rumah asli setelah pulang kerja, Dia mengambil kunci untuk membuka pintu, tetapi dia tidak bisa membuka pintunya. Dia membungkukkan badannya untuk melihat, baru menyadari bahwa kunci di gerbang telah diganti.
Hatinya tiba-tiba dia merasa sedih, menatap sedih ke pintu dengan mulut tertutup, lalu berjongkok di samping pintu dan tidak bisa menahan tangis. Tidak lama kemudian, Marena merasakan ada seseorang di depannya. Dia mendongak ke atas melalui air mata yang berlinang di matanya ia melihat Irwandi, kemudian bangkit dengan panik.
Melihat Marena panik, Irwandi menghela napas dalam-dalam dan berkata dengan getir: "Masuklah." Dia berkata sambil mengambil kunci dan membukakan pintu. Memutuskan untuk berbicara dengan Marena.
Melihat Irwandi telah memasuki rumah, Marena bersiap untuk masuk, dia melihat sayuran yang diletakkan di atas tanah, dan berpikir sejenak sebelum akhirnya menenteng sayurannya. Ketika dia memasuki pintu rumah, dia tidak tahu harus berbuat apa untuk sesaat, dan berdiri mematung di sana.
Irwandi menyeduh secangkir teh, serta menuangkan segelas air hangat dan menaruhnya di atas meja kopi. "Duduklah." Kemudian dia mengambil sayuran dari tangannya dan meletakkannya di dapur. Melihatnya duduk termangu di ruang tamu, dirinya lalu duduk di sofa yang berseberangan dengannya dan mendorong gelas berisi air hangat ke arahnya. "Minum air dulu."
Mungkin itu suara damai Irwandi, mungkin Marena yang tersadar, ia tersenyum sedih, "Kamu masih ingat bahwa aku tidak minum teh."
"Bagaimanapun sudah hidup bersama selama beberapa tahun, bagaimana bisa melupakannya dengan cepat." Irwandi mendesah, "Marena, hari ini kita diskusikan saja."
Harapan timbul di benak Marena, dia memandang Irwandi dengan penuh penantian, "Suamiku, kamu bisa bicara apa pun yang kamu inginkan."
Hehe, Irwandi tersenyum pahit, "Sebelum berbicara, aku ada satu permintaan, bahwa kita harus berbicara dengan jujur, selain itu harus tenang, kalau tidak maka tidak perlu diskusi."
Mendengar ini, wajah Marena yang memerah pipinya, menunduk dan setuju, "Baik. Aku tidak akan membohongimu lagi untuk ke depannya."
Setelah merenung sebentar, Irwandi bertanya: "Dalam beberapa tahun terakhir, apakah kamu hidup bahagia dengan ku?"
"Tentu saja bahagia dan sangat puas."Marena menjawabnya blak-blakan, lalu menundukkan kepalanya dengan rasa bersalah: "Lalu, aku tersesat di saat kamu menyayangiku." Selesai bicara lalu mengangkat kepala dan menatap Irwandi, "Tapi, dalam hatiku benar-benar sangat mencintaimu."
"Mencintaiku?" ucap Irwandi ragu-ragu, "Awal mula, aku juga berpikir bahwa kamu mencintaiku, jadi aku dengan rela memanjakanmu, saat mengetahui kamu berbuat salah, aku memberimu kesempatan lagi dan lagi. Tapi kamu masih sama. Bisakah ini bisa dibilang mencintaiku! "
Berhenti beberapa saat, Irwandi berkata dengan sedih, "Dalam sini, aku juga memiliki tanggung jawab, tapi aku terlalu memanjakanmu, jika aku tidak terlalu memanjakanmu, maka tidak akan ada hari ini!"
"Suamiku."Marena memekik getir, "Aku tahu aku salah, aku tersesat dalam sesaat."
"Apakah benar-benar tersesat?” Irwandi bertanya: "Marena, bisakah kamu merasakan pengalaman cintaku padamu?"
"Hm." Marena mengangguk dengan mantap.
"Tapi, aku tidak merasakan cintamu kepadaku."Irwandi bersandar di sofa dan menghela nafas lalu berkata,"Aku juga pernah mengintrospeksi diri, memikirkan kehidupan dalam dua tahun terakhir, aku sama sekali tidak merasakan cintamu kepadaku, apalagi pengalaman. "
"Bukan seperti itu, suamiku."Marena memandang Irwandi dengan sedih, "Aku benar-benar sangat mencintaimu, kalau tidak, aku tidak akan memohon dan ingin rujuk denganmu."
"Cinta tidak hanya diucapkan dengan mulut saja,"Irwandi berkata dengan tenang, "Coba Kamu pikirkan apa yang pernah kamu lakukan untukku selama dua tahun ini, dari sudut pandang mana yang dapat menunjukkan cintamu padaku."
"Aku."Marena membuka mulutnya, tetapi tidak bisa mengatakan apa-apa. Dia berusaha keras untuk mengingat dalam benaknya, tetapi dia tidak dapat mengingat apa yang pernah dia lakukan untuk suaminya.
"Tidak bisa disebutkan, kan."Irwandi tersenyum pahit, "hehe. Jadi cinta tidak hanya diungkapkan melalui mulut, melainkan ditunjukkan lewat tindakan."
"Tapi, suamiku, jika aku tidak mencintaimu, akankah aku menikahimu!" Marena berkata dengan enggan, "Lalu, aku hanya ingin balas dendam kepada Sojun Lu. Aku benar-benar tidak mengkhianatimu, apalagi berselingkuh."
Irwandi tiba-tiba merasa kesal, menutup matanya dan bersandar di sofa, kemudian mengambil sebatang rokok untuk dinyalakan, mengambil hisapan dalam-dalam dan berkata, "Seperti yang kamu katakan, kamu ingin membalas dendam pada Sojun. Tapi haruskah kamu berbuat begitu terhadap diriku. Apa kamu tidak tahu kalau aku adalah suamimu! Adakah kamu memberi aku rasa hormat sebagai seorang suami! makanya kamu sama sekali tidak mencintaiku, menikahiku hanya mengira aku cocok. Hanya merasa Cocok saja!"
“Suamiku, tidak seperti yang kau pikirkan, aku benar-benar mencintaimu.”Marena memekik panik, melihat tatapan sedih Irwandi, dia menundukkan kepalanya lagi dengan perasaan bersalah, “Suamiku, aku akui bahwa aku dulu bersikap keras kepala, aku minta Maaf! Tapi cintaku untukmu di hatiku tidaklah palsu. "
"Minta maaf. Hehe." Irwandi tersenyum menderita. "Marena, apakah kamu tahu. Ketika aku menemukan Durex di dalam tasmu dan di dalam rumah, aku pikir kamu akan meminta maaf; ketika kamu pergi menemui Welly dan pulang tengah malam, aku pikir kamu akan meminta maaf padaku;
Ketika aku mengeluarkan fotomu bersama Sojun, aku pikir kamu akan meminta maaf, ketika aku menceraikan kamu, aku pikir kamu akan meminta maaf, tetapi kamu bahkan tidak melakukannya. Tak disangka kamu malah mengatakannya sekarang. Pada akhirnya karena sikap keras kepalamu terhadapku, dan bukan karena tidak berpikir bahwa diri sendiri telah melakukan kesalahan. Hehe. "
"Suamiku, itu karena aku takut kamu akan mengetahui kebohonganku." raut wajah Marena yang malu dan memerah, dia menundukkan kepalanya dan menjelaskan, "Aku peduli padamu dan mencintaimu, jadi aku tidak berani mengatakannya."
“Peduli padaku, makanya kamu membohongiku!” Irwandi bertanya dengan getir, “Marena, tahukah kamu apa hal terpenting dalam pernikahan?”
"Cinta dan Kesetiaan!"Marena berseru dan menatap Irwandi, "Suamiku, aku mencintaimu, dan tidak mengkhianatimu."
Irwandi memandang Marena dengan sedih dan berkata: "Marena, kamu masih belum mengerti. Yang paling penting dalam keluarga adalah kejujuran! Kejujuran antara pria dan wanita!" berhenti beberapa saat, Irwandi melanjutkan berkata: "Dengan adanya kejujuran, hati kedua belah pihak akan terbuka satu sama lain. Jika ada kejujuran dalam pernikahan, lalu ada hal apa yang tidak bisa diselesaikan!
Bahkan jika tidak cinta lagi pun tidak masalah, asalkan mengatakannya dengan jujur, kedua belah pihak akan mencari sumber permasalahan dan menyelesaikannya. Jika benar-benar tidak dapat diselesaikan, maka tidak ada yang salah dengan perceraian. Tetapi tidak perlu berbohong sekali, dua kali, hingga ketiga kalinya. "
"Suamiku, aku sudah menyesal. Aku terpaksa berbohong padamu saat itu karena aku takut ketika memberitahumu kamu akan menceraikanku. Aku akan bersikap baik padamu di masa depan. Aku bersumpah!"Marena menjelaskan dengan panik dan memohon.
"Hehe."Irwandi tersenyum, tersenyum dengan sangat sedih, "Marena, hanya karena kamu terpaksa. Kalau kamu tidak memberitahuku, bagaimana kamu tahu bahwa aku tidak akan memaafkanmu. Apakah kamu tahu, aku telah memberimu banyak kesempatan. Ketika aku menemukan Durex di rumah, ketika aku menemukan Durex di tas kamu, ketika kamu pulang tengah malam setelah bertemu Welly, semua itu aku memberimu kesempatan untuk menjelaskan.
Akan tetapi, hasil pembicaraan ku denganmu adalah aku hanya mendapatkan kebohongan. kamu harus tahu bahwa kepercayaan di antara seseorang dengan orang lain sangat sulit didapatkan tapi sangat mudah dihancurkan, cukup satu atau dua kali bisa sepenuhnya kehilangan kepercayaan. Karena sudah tidak ada kepercayaan di antara kita, apakah ada keperluan untuk rujuk kembali! "
Irwandi berhenti sejenak dan melanjutkan berkata: "Sekarang kamu bersumpah lagi. Hubungan antara pria dan wanita harus dijamin dengan sumpah, bukan dengan kejujuran, Cinta yang seperti itu, apakah kamu percaya itu akan bertahan lama?"
"Tidak. Suamiku,"Marena menangis pilu, "Beri aku satu kesempatan lagi. kumohon beri aku satu kesempatan lagi, aku tidak akan menipu kamu lagi di masa depan."
"Bahkan jika kita rujuk kembali, apakah aku bisa mempercayaimu!" Irwandi dengan pahit berkata, "Marena, apakah kamu bersedia melewati hidup setiap hari dengan keraguan dalam pernikahan di masa depan! Apakah itu masih sebuah keluarga! Bahkan jika kamu bersedia, Tapi, aku tidak bersedia.”
"Suamiku." Marena meneteskan air mata kepedihan, "Percayalah padaku, kumohon percayalah padaku. Aku tidak akan pernah membohongimu lagi di masa depan. Mungkinkah karena kali ini, kamu menghapus cintaku padamu! Menghapus pernikahan indah kita! Dan menghapus kehidupan manis di masa lalu! "
“Marena, kehidupan manis di masa lalu, hanya aku sepihak saja yang berkorban. Selain membeli beberapa pakaian untukku, apa yang sudah kamu korbankan untukku dan keluarga ini?" tanya Irwandi getir dan wajahnya perlahan menjadi dingin, "Selain itu, Kamu bilang kamu tidak membohongiku. Kalau begitu aku akan bertanya padamu, apakah kamu sudah menjalin hubungan dengan Sojun sewaktu high school?"
Melihat Marena ternganga karena terkejut, Irwandi terus berkata dengan sengsara, "Saat kita menikah, kamu bilang kamu masih perawan. Dari awal menikah kamu sudah menipuku. Arloji emas itu, kamu ingin memberinya kepada Sojun, kan. Tetapi kamu, yang tidak mau mengaku salah setelah bercerai, terus menipuku. Bagaimana mungkin aku bisa rujuk denganmu!
Alasan mengapa aku berbicara denganmu hari ini, tidak bermaksud ingin mengkritik atau membalas dendam kepadamu. tetapi ingin memberi tahu kamu bahwa kita tidak akan bisa bersama lagi di masa depan, lebih tidak mungkin rujuk. Tujuan lain dari berbicara dengan kamu adalah aku berharap bahwa kamu akan lebih jujur dalam kehidupan pernikahanmu di masa depan sehingga akan jauh lebih bahagia. Bagaimanapun kita telah bersama selama lima tahun, aku tidak berharap, kamu tidak akan bahagia di masa depan! "
"Tanpa kamu, apakah aku masih akan bahagia di masa depan!" Marena menangis terisak-isak. Lalu dia tengkurap di sofa dan menangis sejadi-jadinya.
Setelah menangis, Marena mengangkat kepalanya dan menatap Irwandi yang tenang di seberangnya, memaksa mengangkat tangannya dan menyeka air matanya, "Suamiku, aku mencintaimu, dan aku tidak akan menyerah!"
Mendengar ini, Irwandi tersenyum pahit. "Marena, ternyata kamu tidak memahamiku. Hehe. Kita telah jatuh cinta selama lebih dari dua tahun, menikah selama lima tahun, waktu bersama selama hampir delapan tahun, sampai sekarang kamu benar-benar tidak memahamiku sama sekali. Ini adalah kesedihanku, ini juga merupakan cerminan bahwa kamu sama sekali tidak mencintaiku.
Kepribadianku sangat keras kepala, dan harga diriku juga sangat kuat, beberapa hari yang lalu, seseorang baru saja menyadarkanku. Aku baru menyadari bahwa sebenarnya hati ku pengecut dan rendah diri. Karena itu, sehingga mengecewakan orang tercinta serta teman-teman yang perhatian terhadapku.
Jadi sekarang aku sudah mengerti, agar tidak meninggalkan penyesalan, makanya aku memulai percakapan ini denganmu. Dan arti dari percakapan ini adalah berakhirnya pernikahan antara kamu dan aku. Hal lainnya adalah memberi tahu kamu bahwa rujuk tidak akan mungkin terjadi.
Melalui percakapan ini, aku benar-benar tidak menyesal berakhirnya pernikahan di antara kita, malahan sebaliknya aku merasa senang, senang bahwa aku sudah bercerai. "
Novel Terkait
Meet By Chance
Lena TanUnplanned Marriage
MargeryDemanding Husband
MarshallPerjalanan Selingkuh
LindaAfter Met You
AmardaIstri ke-7
Sweety GirlIstri Pengkhianat×
- Bab 1 Siapa Laki Laki ini
- Bab 2 Memudarnya Cinta
- Bab 3 Kebohongan Istri
- Bab 4 Salah Kaprah
- Bab 5 Rumah Yang Rapi Dan Bersih
- Bab 6 Menghubungi Sahabat Istri
- Bab 7 Istri Tidak Mengangkat Telepon
- Bab 8 Marena Berada di Hainan
- Bab 9 Menguak Kebohongan Istri
- Bab 10 Makan Dan Memergoki Perselingkuhan
- Bab 11 Pernikahan Yang Terlihat Bahagia
- Bab 12 Cerita Oktavia
- Bab 13 Marena Pulang
- Bab 14 Melihat Durex Lagi
- Bab 15 Pertama Kalinya Suami Istri Bertengkar
- Bab 16 Kesalahan Dalam Berdalih
- Bab 17 Tidak Beruntung Menjadi Suaminya
- Bab 18 Memeriksa CCTV Komplek Perumahan
- Bab 19 Kebingungan Marena
- Bab 20 Teringat Padanya
- Bab 21 Dari Bangga Berubah Menjadi Kecewa
- Bab 22 Meminta Bantuan Sahabat
- Bab 23 Sahabat pun Memandang Rendah Dirinya
- Bab 24 Tidak Bisa Kembali Lagi Ke Masa Lalu
- Bab 25 Sojun yang Datang Mencari
- Bab 26 Ayah Mertua dan Ibu Mertua
- Bab 27 Yang terpenting adalah Kamu.
- Bab 28 Kembali ke dulunya.
- Bab 29 Ujian Pernikahan
- Bab 30 Mengintimidasi Sang Istri
- Bab 31 Memutuskan Mencari Detektif
- Bab 32 Bersedia Membantu
- Bab 33 Menutupi
- Bab 34 Mencari Perusahaan Detektif
- Bab 35 Negosiasi
- Bab 36 Balas Dendam Atau Cinta Yang Tidak Jelas
- Bab 37 Kesadisan Istri
- Bab 38 Sombong Yang Palsu
- Bab 39 Permintaan Dari Panggilan Tidak Dikenal
- Bab 40 Menceritakan Keseluruhan Cerita
- Bab 41 Donita yang Tidak Bisa Tahan Lagi
- Bab 42 Apakah Masih Mencintainya?
- Bab 43 Dendam Welly Dan Sojun Lu
- Bab 44 Masuk ke Dalam Jebakan
- Bab 45 Solusi Sojun Lu
- Bab 46 Istri yang Meninggalkan Rumah pada Tengah Malam
- Bab 47 Marena Berada Di Kamar Hotel
- Bab 48 Kembali Memberi Kesempatan
- Bab 49 Welly Ingin Memakan Masakan Yoyo
- Bab 50 Welly Memenangkan Yoyo
- Bab 51 Menghadapi Selingkuhan Istri
- Bab 52 Bersiap-Siap Pulang untuk menjelaskan
- Bab 53 Irwandi Memutuskan Balas Dendam
- Bab 54 Welly Melaporkan Ke Polisi Lagi
- Bab 55 Sojun Lu Ditangkap
- Bab 56 Cerai
- Bab 57 Rumah Kosong Dan Sunyi
- Bab 58 Oktavia Bercerai
- Bab 59 Penderitaan Marena
- Bab 60 Sendiri Orang Terakhir Yang Mengetahui Kebenaran
- Bab 61 Diinterogasi oleh Ayah dan Ibu Mertua
- Bab 62 Balas Dendam Yoyo
- Bsb 63 Irwandi Naik Jabatan
- Bab 64 Marena ingin rujuk kembali
- Bab 65 Marena Datang Ke Perusahaan Untuk Mencari Irwandi
- Bab 66 Penolakan Irwandi
- Bab 67 Menyadarkannya
- Bab 68 Percakapan Antara Irwandi dan Marena
- Bab 69 Undangan Makan dari Oktavia
- Bab 70 Ayo Kita Pulang (End)