Loving The Pain - Bab 38 Berdiri Semalaman

Air hujan di musim dingin seperti batu es yang menghantam ke tubuh, sakitnya hingga ke hati.

Kegaduhan di dunia seperti perasaan dan hubungan mereka saat ini.

Dessy memaksa dirinya untuk tetap tenang, kedua tangannya akhirnya menyerah setelah dari tadi melakukan perlawanan, tubuhnya kaku seperti besi: “Tuan Albert, tolong lepaskan saya. Dan sekali lagi aku tegaskan, namaku Sunny, bukan Dessy!”

Penegasan kata-katanya seperti pisau yang membelah hati Albert, Iya, dia dulu bajingan, dan semua adalah salah dia.

Kesalahannya harus di tebus dengan kematian, dan kesalahannya tidak bisa di maafkan.

Tuhan tahu ketika dia melihat berkas di atas mejanya, berkas tentang kehidupan yang telah di lalui Dessy beberapa tahun ini, betapa inginnya dia menggunakan pistol lalu menembakkan dirinya sendiri hingga mati.

Tapi dia tidak bisa.

Mati sangatlah mudah.

Dessy demi dia hidup susah, dan menerima banyak penderitaan.

Dia harus hidup membayar dan menebus penderitaan Dessy, tidak peduli Dessy mau atau tidak memaafkannya.

Dagu Albert bersandar di bahu Dessy, di tengah hujan yang begitu deras dengan perasaannya yang sangat menyesal suaranya terdengar tersedu-sedu: “Dessy, maaf, maaf, maaf...”

Kecuali kata maaf yang telah terucap ribuan kali, kata lain untuk meminta Dessy memaafkannya, Albert tidak berani mengatakannya.

Mendengar suara Albert yang penuh penyesalan, hati Dessy kembali bersedih.

Dessy berusaha lagi melepaskan diri dari Albert, tidak peduli keadaan Albert yang saat ini begitu mengenaskan, di saat ini di otaknya hanya ada satu pikiran, yaitu meninggalkan Albert.

Meninggalkan tempat ini, tempat yang telah menghancurkan hati perasaan dan jiwanya.

Dessy menjadi buas, dia dengan sekuat tenaga mengepalkan tangannya meninju dada Albert berkali-kali...

Air mata, tidak mampu terbendung lagi, turun bersama air hujan yang membasahi wajah, membuat pandangan mata kabur.

Dengan tangis yang meledak dan suara yang sudah serak, Dessy berteriak kencang: “Lepaskan aku, dasar bajingan, bejat, namaku Sunny, bukan yang kamu bilang Dessy. Kamu sebaiknya cepat menghilang dari sini, kalau tidak, jangan salahkan aku yang tidak akan sungkan lagi padamu. Jangan pikir karena kamu seorang direktur, ada kekuasaan dan juga uang bisa berbuat seenaknya. Sekarang adalah jaman yang penuh keadilan, dan aku kapan saja bisa melaporkan perbuatanmu!”

Walaupun kata-kata yang keluar dari bibir Dessy terdengar begitu tegas dan benar.

Tapi hatinya sadar dan paling jelas akan siapa dirinya yang sesungguhnya.

Albert takut Dessy terluka akhirnya melepaskan pelukannya.

Setelah mendapat kebebasan, Dessy dengan gemetaran dan tanpa membuang waktu lagi pergi meninggalkan Albert.

Melihat Dessy yang ketakutan, hati Albert terasa begitu terluka.

Menutup pintu, ketakutan membuat tangan dan kakinya lemas.

Tidak, dia harus meninggalkan tempat ini.

Dessy dengan gemetaran naik ke atas, di hpnya menekan nomor hp yang familiar: “Lukman, aku pulang, sekarang juga aku mau pulang!”

“Baik, kamu tunggu dulu, aku segera panggil orang pergi menjemputmu.” Lukman yang saat ini ada di afrika tanpa bertanya alasan, asal Dessy meminta padanya, tidak peduli betapa sulit, dia akan membantunya!

Setelah menutup telepon, Dessy semalaman tidak bisa tidur.

Rintik hujan yang mengenai jendela berbunyi tik tok masuk ke dalam pikirannya.

Ingatan masa lalu kembali datang, membuatnya tenggelam pada masa itu.

Pagi sudah tiba, dan hujan masih turun.

Hujan yang tidak berhenti semalaman, langit yang tengah menggantikan air matanya.

Dan membuatnya semakin yakin untuk cepat pulang, dia seharusnya memang tidak usah kesini.

Hari ini orang Lukman akan menjemputnya, pekerjaannya sudah hampir selesai, dan dia akan segera menyelesaikannya.

Bertahan dengan posisi yang sama semalaman, kaki Dessy yang kesemutan berdiri, dengan terburu-buru pergi ke depan jendela.

Dia memegang tirai jendela, menahan tubuhnya.

Ketika membuka tirai, dia melihat Albert.

Albert masih berdiri disana, tubuhnya sudah basah kuyup.

Rintik hujan luruh ke wajahnya hingga ke bulu matanya, memupus tekadnya yang kukuh, dengan merendahkan dirinya tanpa bersuara berdiri semalaman, berharap Dessy mau memaafkannya.

Seperti merasakan tatapan Dessy, Albert mengadahkan kepalanya dan melihat ke arah jendela Dessy.

Baru semalam, tubuh Albert seperti kurus banyak.

Wajahnya yang pucat seperti mayat, bibirnya berwarna putih, terlihat begitu lemah tak berdaya.

Novel Terkait

Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
4 tahun yang lalu
Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
4 tahun yang lalu
Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
3 tahun yang lalu
Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu