The Break-up Guru - Bab 93 Kenangan

Perintah pun turun dengan cepat, semua orang mundur dan Melsy Lin muncul di depan aku.

“Ayo, banyak ulah juga kamu.” Dia melirik sekilas ke polisi kecil yang ada di dalam tanganku, lalu membuangnya ke samping.

“Dasar tidak berguna, ditangkap orang dengan begitu mudah.”

Sepertinya semua orang di dalam kantor polisi kenal dengan Melsy Lin, melihat dia semuanya otomatis berdiri ke samping, aku dengan badan yang berlumuran darah sambil mengikuti Melsy Lin keluar dari kantor polisi dengan gaya yang sombong.

Melsy Lin membawa pintu sebuah mobil kecil, “Ayo, Ayahku sedang menunggu kamu.”

Aku menggelengkan kepala, memasukkan tanganku ke dalam kantong, sambil menggigil, sudah hampir tahun baru, dingin sekali, jalan di luar pun membeku.

“Hari ini seperti ini mending batal saja, besok tunggu aku merapikan diri dulu, aku akan datang dengan membawa buah tangan kepada Ayahmu.”

Melsy Lin sedikit terkejut, lalu dengan wajah yang mengejek, “Kamu, membawa buah tangan?”

Aku tidak mengatakan apapun, hanya membalikkan badan dan berjalan ke sisi lain, Melsy Lin juga tidak menghalangi aku, langsung masuk ke dalam mobil.

Mendengarkan suara mobil dinyalakan, aku tiba-tiba menyadari satu hal.

“Bagaimana dengan Grace Yin?” Aku menahan pintu mobil, menghalangi Melsy Lin pergi.

Wajahnya langsung terlihat kurang senang, “Memang kamu pantas menanyakannya?”

“Jangan melakukan sesuatu yang akan membuat kamu menyesal, kalau di dalam hatimu tidak ada perasaan apapun terhadapnya, bagaimana mungkin membiarkan wanita seperti dia berada di sisimu sampai hari ini.”

Habis ngomong aku langsung pergi, tidak peduli dengan air mata yang tiba-tiba terjatuh di wajah Melsy Lin.

Benar-benar bodoh, jelas-jelas begitu peduli terhadapnya malah memaksa kedua orang menjadi seperti musuh, tunggu nanti sudah kehilangan baru menyesal, apa gunanya.

Seperti aku dan Paula Li, kalau dari awal aku tahu aku akan kehilangan dia seperti ini, dari dulu aku seharusnya sudah harus berjanji kepadanya, tidak melakukan bisnis gelap seperti ini, melakukan bisnis lain, menikahinya, menghidupinya, menjalani hidup yang sederhana dan bahagia bersama dirinya.

Aku mengira aku dari kecil sudah terbiasa melihat perpisahan dan bersatu kembali antara orang tuaku, aku sudah tidak membawa harapan apa-apa terhadap cinta dan pernikahan.

Pada saat awal kedua orang yang saling mencintai, tapi pada akhirnya, permusuhan yang lebih buruk dari siapapun saat berpisah.

Apalah artinya pernikahan seperti itu, tanpa godaan fisik, daya tarik wajah, hanya tersisa hal-hal sepele dalam kehidupan sehari-hari.

Aku mengira aku sama sekali tidak mengharapkan kehidupan seperti ini.

Sampai aku kehilangan dia, aku baru sadar, apa yang sudah terlewatkan oleh aku.

Aku sedang merasa takut, merasa tidak percaya diri, dari SMA kelas 1 bertemu dengan Paula Li, sudah muncul rasa takut dan tidak percaya diri seperti ini.

Perasaan cinta monyet pada saat itu, tersembunyi di kotak sarapan yang aku bawa untuk dia setiap pagi, tersembunyi di setiap kali saat ada anak laki-laki memberikan surat cinta kepadanya dan aku menghalangi surat-surat tersebut dengan diam-diam, pernah sekali, dia menghilangkan pena yang diberikan oleh Ayahnya, siang hari saat pulang sekolah dia belum pulang juga.

Aku juga tidak pulang, aku berkata bahwa barangku juga hilang, mengikuti dia sambil mencari di tanah dengan perlahan, akhirnya sampai wajah dan tangan dipenuhi debu, masih belum menemukannya juga, baru teringat, mungkin dicuri orang lain.

Dia tidak senang, hatiku malah merasa senang sampai hampir meledak, itu adalah pertama kalinya kami menghabiskan waktu bersama hanya berdua, dan aku yang mengantarnya pulang ke rumah.

Menceritakan berbagai canda untuk membuat dia tertawa, tapi wajahnya tetap terlihat dingin, akhirnya aku melihat di tepi jalan ada yang menjual manisan buah, isinya bukan hawthorn berry tapi stroberi, terlihat sangat bagus.

“Eh, ini kelihatannya sangat enak, mau satu?”

Saat itu Paula Li masih kecil, dari kecil ia dibesarkan di keluarga yang kaya, tidak pernah mengkhawatirkan masalah uang.

“Beri aku seputuh tusuk.” Dia langsung berkata, aku pun tertegun, yang menjual manisan buah juga tertegun, lalu tersenyum dengan lebar.

Saat itu juga merupakan musim dingin, di jalan sangat dingin, jarang ada orang yang membeli, penjualnya pun dengan cepat mengeluarkan 10 tusuk manisan buah dan membungkusnya, dan berikan kepadaku.

Aku memaksakan diri memasukkan tangan ke dalam saku celana seragam sekolah, hanya ada 20 RMB, dan di sini satu tusuk hampir 2 RMB, 10 tusuk, pas 20 RMB.

Cukup, secara terpaksa memang cukup, tapi uang ini sudah dihabiskan, pulang ke rumah nanti mungkin akan dipukul.

Keluarga aku itu, setiap hari bertengkar karena uang, uang 20 RMB ini adalah untuk membeli buku materi tambahan, hari ini sudah menggunakannya tapi bukunya tidak dibawa pulang, harus bagaimana.

“Eh, Kawan kecil?” Penjualnya mendesak aku lagi, dan wajah Paula Li masih terlihat dingin.

Saat itu memang sangat bodoh, yasudah kalau uang tidak cukup, langsung beli satu tusuk lalu sambil makan, lagi pula 10 tusuk juga tidak akan habis.

Tapi, pada saat itu aku bersikap impulsif , langsung mengeluarkan uang 20 RMB itu.

“Ini, sini sini sini, nah ini uangnya.” Takut menyesal, aku bahkan tidak melihatnya lagi langsung pergi.

Menolehkan kepala dengen senyum lebar aku memberikan manisan buah yang ada di tanganku kepada Paula Li, dia malah tidak langsung mengulurkan tangan dan menerimanya.

“Aku suka lihat orang lain makan, kamu makan saja.”

Saat itu temperamen aku juga baik, sama sekali tidak merasa aku sedang dikerjakan, aku malah merasa sangat senang.

Benar-benar sangat tidak tega terhadap aku sendiri, aku ini, begitu bodoh, langsung memasukkannya ke dalam mulut, stroberi itu langsung mengeluarkan jusnya, membuat ujung bibirku semuanya dipenuhi dengan jus stroberi.

“Wah, enak sekali, kamu juga coba sedikit.” Aku sambil makan sambil berikan kepada Paula Li, melihat wajahnya akhirnya menunjukkan senyuman.

Jadi, baju itu hal kedua, yang paling penting itu wajahnya harus cantik.

Paula Li mengenakan seragam sekolah yang sangat jelek itu, tersenyum seperti itu, aku merasa hatiku pun hampir meleleh.

Manis, di dalam mulut merasa manis, di dalam hati merasa lebih manis.

Sore hari itu, aku menghabiskan 10 tusuk manisan buah yang ada di dalam tanganku, saking manisnya mulutku merasa pahit, tapi hanya karena Paula Li membuka mulutnya dan memakan satu buah manisan buah yang disuapi aku, aku merasa semuanya sudah terbayar.

Biarpun malam hari itu setelah pulang ke rumah dipukul dengan hebat oleh Ayah dan mengusir aku dari rumah, tapi aku yang duduk di warung internet tidak berhenti tersenyum.

Saat itu, suka selalu begitu sederhana dan polos.

Kemudian, aku menerima telepon dari Paula Li setelah lulus kuliah, aku tidak bertanya kepadanya, mengapa dia pindah ke sekolah lain pun tidak memberitahukannya kepada aku, mengapa tiba-tiba memutuskan semua kontak, sebenarnya dia paham tidak perasaan aku kepadanya.

Aku tidak menanyakan apapun, dia berkata, “Apakah kamu ingin kerja di tempatku?”

“Baik, aku ke sana.” Setelah sekian tahun berlalu, asal dia meminta, aku tetap tidak bisa menolaknya.

Dalam perjalanan dari rumah utnuk mencari dia, aku merasa gelisah, sampai benar-benar bertemu dengannya, melihat wajahnya yang dingin, dan “Bisnis” yang dia sebut itu, akhirnya aku benar-benar tidak mengharapkan apa-apa lagi.

Pergi memancing untuk wanita, tidur dengan wanita lain, dia mengatakannya secara alami, seolah-olah dia tidak menganggap hal ini dengan serius.

Kemudian, aku pun tidak menganggap serius masalah ranjang itu, sengaja memanjakan diri untuk mencari kesenangan di ranjang, setiap kali di antara naik dan turun, aku merasa ada wajah lain yang tersamar-samar di dalam benakku.

Dan dia, mungkin juga berada di badan pria lain, setiap kali aku berpikir seperti itu, sampai akhirnya setiap kali terpikir lagi, aku pun tidak merasa sakit lagi.

Dan dengan demikian kami seperti ini saja, awalnya merasa menjalaninya dengan demikian juga baik-baik saja.

Karena setidaknya kami berdua masih bisa sering bertemu, namun lalu Wade berkata, dia menyukai Kak Paula.

Aku berpikir aku sepertinya sudah tidak memiliki kesempatan lagi, jadi aku pun benar-benar tidak mengharapkannya lagi, benar-benar menganggapnya sebagai mitra kerja seperti biasa saja.

Tapi, mengapa, sekarang baru sadar, akan selalu ada sebuah tempat untuk dia di dalam hatiku.

Novel Terkait

Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
5 tahun yang lalu
Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
4 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu