Don't say goodbye - Bab 24 Tidak akan memberikan dia kepadamu!
Fanny telah mati.
Nathan berdiri di depan batu nisan dengan kotak abu di tangannya, dia ingin membantu Fanny menyelesaikan harapan terakhirnya.
Hari itu, saat dia segera datang setelah melihat pesan, Fanny sudah tergeletak di tengah genangan darah, saat di dalam pelukannya, ia bernapas terengah-engah dengan putus asa dan tak bertenaga : “Dia...mau...bunuh...aku, aku, bodoh, sekali......”
Kemudian matanya perlahan-lahan terpejam.
“Nathan! Mana Fanny!”
Marvin datang dengan langkah besar, dengan hawa yang menakutkan orang lain dan Edbert yang mengikuti di belakang, beberapa hari ini untuk membereskan kekacauan perusahaan masih harus menahan kelakuan Nathan, sekali datang ke tempat seperti ini, raut wajahnya semakin jelek!
“Tuan Nathan, ada perlu apa sehingga kamu bisa datang kesini!” Edbert dari dulu selalu bermulut pedas, secara langsung ia melampiaskan emosinya ke Nathan.
Beberapa hari ini Marvin demi mencari Fanny yang tak berkabar, ia mulai dari Nathan, tapi malah mendengar dia datang ke tempat pemakaman.
Tiba-tiba Marvin terhenyak, tidak mungkin Nathan datang tempat pemakaman tanpa sebab, perkataan Edbert yang sambil lalu itu membuat hatinya sedikit tegang.
Nathan membalikkan badan, muka yang biasanya selalu kelihatan ramah dan hangat itu tampak begitu kecewa dan kesal, di detik dia melihat Marvin itu juga matanya penuh dengan emosi yang menyala-nyala : “Marvin cukup kejam kamu! Memaksa Fanny masih tak cukup! Bahkan masih mengutus orang untuk membunuhnya! Masih punya hati gak sih kamu! Kamu bukan manusia!”
Edbert termangu sebentar kemudian membalas : “Jangan ngomong sembarangan kamu! Buat apa Marvin membunuh Fanny! Ngomong itu harus ada buktinya.” Selesai berkata ia tatap Marvin, dalam hatinya mulai ia sedikit percaya dengan kematian Fanny.
Mereka tahu jelas hati Nathan terhadap Fanny, dia tidak mungkin akan begitu gampangnya becanda dengan kematian dia.
Marvin tersenyum dingin : “Nathan, aku tak mau bertela-tela! Dimana dia!”
Dia sedikitpun tak percaya Fanny mati, dia mengutus orang untuk membunuhnya? Huh, lucu!
Bagaimana mungkin wanita itu mati?
Mendadak hatinya menciut.
Nathan dengan muka muram dan dada yang naik turun : “Tak usah berpura-pura di depanku! Kalau bukan kamu menyuruh orang membunuhnya, dia juga tak akan tertembak di dadanya dan mati disini! Kamu mau ketemu dia karena takut dia belum benar-benar mati!” Dia angkat kotak abu di tangannya dan mengeluarkan selembar kertas surat kematian : “Dia ada di sini! Di dalam sini! Puas kamu? Kalaupun kamu tidak membunuhnya dia juga berencana mati dengan tenang disini, kenapa kamu menghancurkan harapan terakhirnya!”
Edbert pungut surat kematian itu dan air mukanya berubah serius, Fanny benar-benar sudah mati, dan Nathan bersikeras Marvin yang melakukannya, pasti ada kesalahan!
Marvin tak berkutik dengan ekspresi masa bodoh, seolah-olah tidak mendengar perkataan Nathan, tak berapa lama kemudian ia membuka mulut : “Berikan dia kepadaku.”
Nathan tertawa, matanya memerah : “Berdasarkan apa kamu! Harapan terakhir Fanny justru tak mau di batu nisannya tertulis margamu! Kalian sudah cerai! Aku tak akan memberikannya kepadamu!”
Tiba-tiba Marvin mendekatinya dan ingin merebut, seperti mendapat alasan untuk melampiaskan perasaan tak jelas yang bergejolak di hatinya : “Ya berdasarkan aku seorang Marvin tak mungkin tidak mendapatkan apa yang aku mau! Kalau kamu menghalang aku, aku tak keberatan untuk memusnahkan keluargamu!”
Edbert belum pernah melihat dia yang begitu kalap, segera ia menghalang, kalau sampai ia rebut kotak abu itu pasti pecah!
“Nathan kamu juga tenang, ini pasti ada salah paham, kamu juga jangan berebut dengan Marvin, nanti kalau dua-duanya kalah kan susah jadinya!”
Nathan menderu marah : “Tidak mungkin!”
Marvin menatap kotak abu di tangannya itu dalam-dalam, seperti ingin melihat sampai di baliknya, dadanya mendadak sesak dan sakit.
Fanny ingin lepas dari dia dengan cara mati? Mimpi!
“Fanny mati pun juga kamu tak ada kesempatan menggantikan dia berbicara! Malah aku mau lihat bisa kamu apakan dengan kotak abu dan batu nisan itu!”
Novel Terkait
Someday Unexpected Love
AlexanderMy Superhero
JessiMy Perfect Lady
AliciaHis Soft Side
RiseThe Sixth Sense
AlexanderPRIA SIMPANAN NYONYA CEO
Chantie LeeDewa Perang Greget
Budi MaDon't say goodbye×
- Bab 1 Anaknya sudah tiada
- Bab 2 Kamu tidak tau sifat nya?
- Bab 3 Bagaimana rasanya membunuh anak sendiri?
- Bab 4 Meninggal dengan tidak tenang
- Bab 5 Aku akan membawanya pergi!
- Bab 6 Pasti akan membalaskan dendam untukmu
- Bab 7 Barang yang ditinggalkan untuk Fanny Xia
- Bab 8 Ingin membuatnya benar-benar gila!
- Bab 9 Kamu membuatku merasa jijik!
- Bab 10 berikan aku seorang anak
- Bab 11 Operasi
- Bab 12 Aku Hamil!
- Bab 13 Dorong Dia!
- Bab 14 Wanita
- Bab 15 Transfusi Darah Secara Paksa
- Bab 16 Kehilangan Kemampuan Untuk Berjalan
- Bab 17 Kebenaran Yang Kejam
- Bab 18 Mendirikan Batu Nisan
- Bab 19 Memaksanya Kembali
- Bab 20 Matilah jika Kamu Tidak Mau Tanda Tangan
- Bab 21 Mengumumkan pertunangan
- Bab 22 Perang terakhir
- Bab 23 Dia membunuhnya!
- Bab 24 Tidak akan memberikan dia kepadamu!
- Bab 25 Sudah cukup ia lalui ini semua!
- Bab 26 Sejak awal sudah mengetahuinya!
- Bab 27 Anak itu bukanlah anakku!
- Bab 28 Mencintainya dan juga membencinya
- Bab 29 Pengkhianat
- Bab 30 Hidup Kembali
- Bab 31 Lamaran Keempat Kali
- BAB 32 Aku Ingin Ayah
- BAB 33 Pertemuan Yang Tak Disengaja
- BAB 34 Kematian Ibuku Bukanlah Kecelakaan
- BAB 35 Kembali Mencari Bukti
- Bab 36 Ditemukan di Rumah Sakit
- Bab 37 Dia Bukan Anakmu
- Bab 38 Aku Ingin Bertemu Dengannya!
- Bab 39 Tidak Akan Membiarkannya Pergi
- Bab 40 Kenapa Kamu Tidak Mati Saja!
- Bab 41 Ternyata dia telah salah paham
- Bab 42 Kebenaran kematian
- Bab 43 Fanny, Apakah kamu masih mencintainya?
- Bab 44 Ikatan Hati
- Bab 45 Anak itu tidak mati
- Bab 46 Aku ingin membunuhmu !
- Bab 47 - Kau cari mati !
- Bab 48 Kau ingin menemuinya?
- Bab 49 Bukan anak perempuannya!
- Bab 50 - Identitasnya.
- Bab 51 Ayah dan anak saling mengenal
- Bab 52 Kebahagian setelah penderitaan