Untouchable Love - Bab 26 Kenapa kamu tidak mati di luar sana?

Dalam kurun waktu tiga tahun, saudara laki-lakinya telah tumbuh banyak. Elsa Bai mempunyai terlalu banyak kata yang ia ingin ucapkan, tetapi tenggorokannya menjadi kering pada saat ini.

Adik laki-laki itu hanya menatapnya dan mengabaikan keberadaan Elsa Bai.

Sambil melemparkan tasnya ke atas sofa, dia memasuki kamarnya dan membanting pintu kamar itu dengan keras.

Mata Ibu Bai penuh dengan ketidakberdayaan. Dia meletakkan mangkuk di tangannya di atas meja makan lalu dengan pelan mengetuk pintu kamarnya: "Kakakmu kembali hari ini, jangan membuat masalah lagi, keluar dan bicaralah dengan Kakakmu."

"Kenapa dia harus kembali? Jika bukan karena dia, kita tidak mungkin seperti ini sekarang!" Suaranya penuh amarah: "Jangan panggil aku untuk makan malam, aku akan kehilangan nafsu makanku jika melihat dia!"

Ibu Bai sedikit terkejut.

Elsa Bai mengambil beberapa langkah ke depan: "Bu, makanlah terlebih dulu, aku akan bicara dengannya."

"Dia terbiasa dimanja sejak masih muda. Dalam beberapa tahun terakhir ... amarahnya selalu meluap, jangan berdebat dengannya lagi," kata Ibu Bai dengan suara serak.

Elsa Bai secara alami ingat bahwa dari kecil hingga besar, keluarganya selalu memanjakan adiknya ini. Dia berkata dengan lembut, "Dik, tolong buka pintunya, aku kakakmu."

Dia tidak membuka pintu, lalu memasang musik metal rock yang hampir bergema di seluruh lantai.

"Anak berandal!" Ibu Bai dikejutkan oleh suara musik itu dan mengetuk pintu dengan putus asa: "Katakan yang kau ingin katakan di luar baik-baik, dan buka pintu untukku! Lihat sikapmu sekarang!"

"Sudahlah, Bu ..."

Brak—

Pintu dibuka, dan mata adik laki-laki itu sangat tajam. Dia berteriak pada Elsa Bai: "Aku baru berusia tiga belas tahun tahun ini, mana bisa dibandingkan dengan Elsa Bai. Saat berusia 18 tahun dia melarikan diri dengan pria liar. Pada usia 22 tahun, dia membunuh ayahnya, aku ... "

"Hentikan!"

Ibu Bai dengan tidak sabar mengulurkan tangannya dan memberi adik tamparan keras di wajahnya: "Apa yang kamu bicarakan, siapa yang menyuruhmu berbicara dengan kakakmu seperti itu!"

“Apakah yang kukatakan salah?!” Nada bicaranya penuh dengan pemberontakan: “Jika bukan karena orang yang ibu sebut kakakku ini, akankah kita tinggal di rumah kecil yang rusak ini? Aku tidak berani mengangkat kepalaku setiap hari di sekolah. Aku takut bertemu dengan teman-teman sekelas ku yang dulu, takut mereka akan bertanya di mana aku bersekolah sekarang, di mana aku tinggal, takut mereka akan menertawakanku! Itu semua salahnya! Elsa Bai, mengapa kau tidak mati saja di luar sana?!”

Adik Bai benar, Elsa Bai tidak bisa membantah perkataannya.

Ibu Bai sangat marah hingga wajahnya menjadi merah, ia teringat kejadian tiga tahun lalu, air matanya mengalir deras, dan sulit untuk menahannya agar tidak jatuh. Ketika masih muda, terlalu memalukan untuk menangis, tetapi beban hidup yang telah lama dia tanggung membuatnya kehilangan harga diri.

Harga diri tidak layak disebutkan dalam menghadapi kenyataan.

"Bu, jangan ribut karena aku dan adik. Semua ini benar-benar disebabkan olehku. Aku ... aku akan pergi." Elsa Bai meraih tasnya dan berkata kepada saudara laki-lakinya, "Aku tidak peduli dengan apa yang kamu katakan, tapi aku berharap kamu ingat, ibu tidak berhutang budi padamu, dunia ini tidak berhutang budi kepadamu. Bukan karena itu kamu tidak berani mengangkat kepalamu di sekolah, tidak mau bertemu teman lamamu, tetapi semua ini karena kamu sendiri. Aku memang tidak pantas menjadi putri keluarga Bai, tetapi apakah itu berarti kau pantas menjadi putra keluarga Bai?! "

Lama setelah Elsa Bai pergi, Ibu Bai dan Adik Bai masih seperti sebelumnya.

Sampai Ibu Bai diam-diam makan dan mengemasi meja, Adik Bai berdiri dan Ibu Bai meliriknya, "Kamu tidak seperti ini biasanya!"

"Aku benci dia!" Adik Bai berteriak pada Ibu Bai: "Elsa Bai adalah tumor! Yang membuat keluarga ini hancur!"

"... Kakakmu membawakanmu hadiah, ada di atas meja. Lihat jika kau mau melihatnya, buang jika kau tidak mau."

Adik Bai tertegun, dan butuh waktu lama sampai akhirnya dia membuka kotak hadiah.

Kotak itu dipenuhi dengan berbagai model pesawat miniatur, dan beberapa produk kerang hias. Ketika dia masih kecil, dia selalu sangat tertarik dengan hal-hal ini. Tetapi, Ayah Bai selalu merasa bahwa bocah itu masih harus memperhatikan studinya, jadi ayah tidak pernah membeli hal-hal itu untuknya.

Jadi pada saat itu, dia meminta pada Elsa Bai setiap hari.

Elsa Bai diam-diam menyimpan uang sakunya. Setelah satu atau dua bulan, dia akan memenuhi keinginan adiknya itu. Saat tahun baru, dia dapat membeli lebih banyak, bahkan Elsa Bai pernah membawanya untuk melihat kompetisi model pesawat ...

Pesawat miniatur itu dibanting olehnya dan terlempar langsung keluar dari jendela. Dia duduk sebentar di samping tempat tidur, lalu akhirnya menuruni tangga dan mengambil kembali pesawat miniatur itu.

Hari sudah malam, dan bangunan tua tempat tinggal mereka itu gelap, dengan hanya cahaya bulan yang menembus bayangan belang-belang.

Adik Bai melihat sekeliling di bawah sinar rembulan, dia teringat seseorang, dan orang yang ada dalam ingatan itu tidak terlihat.

Angin dingin bertiup, dan Adik Bai memegang barang-barang itu dengan lebih erat.

Novel Terkait

Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
5 tahun yang lalu
A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
4 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
5 tahun yang lalu