Siswi Yang Lembut - Bab 6 Hangat
Hari itu, dia pulang kerja seperti biasa. Karena, istrinya yang tengah hamil sembilan bulan akan melahirkan. Dia tidak berani menunda waktu. Tetapi ketika dia mengeluarkan kunci untuk membuka pintu, dia mendengar jeritan dari istrinya.
Dalam kepanikan, gerakan tangannya menjadi semakin cepat, dan segera setelah memasuki pintu, yang dilihatnya adalah tempat dimana istrinya berdiri, ada genangan darah segar muncul. Melihat ke atas, darahnya ternyata mengalir dari kaki istrinya. Kakinya putih dan ramping tertutupi oleh warna merah darah, yang membuatnya sangat terkejut.
Dengan kondisi masih terkejut, dia memeluk istrinya yang akan tidak sadarkan diri dan hampir pingsan, dia bergegas membawanya ke rumah sakit. Dengan pertolongan dokter, dokter hanya mampu menyelamatkan nyawa istrinya. Pihak rumah sakit dengan menyesal memberi tahu Kenzi bahwa, karena masalah yang serius, Yuna harus kehilangan haknya untuk menjadi seorang ibu.
Mendengar berita itu, Kenzi jatuh pingsan. Dia menangis saat neneknya telah pergi dari dunia, kali ini, dia kembali menangis. Setelah delapan tahun menikah, Yuna akhirnya mengandung seorang anak. Dan kejadian itu terjadi hari ini, dimana kurang lebih sebulan lagi waktunya melahirkan.
Bagaimana Kenzi bisa menanggung hal ini? Meskipun perasaannya terhadap Yuna berdasarkan materi. Dia tetap tidak bisa melupakan kejadian di hari itu.
Belum lagi kesedihan di dalam hatinya. "Sepertinya dia baru saja dipukul dengan keras, apakah kamu tahu apa itu?" kata Bradi Kens, dokter yang merawat Yuna dan juga teman Kenzi.
"Dipukul apa? Aku tidak tahu ... dia baik-baik saja tadi pagi ..." Kenzi memegang tangan istrinya dan berbicara dengan tidak jelas.
"Sangat disayangkan bahwa aku tidak bisa menyelamatkan anakmu. Dan dengan melihat kondisinya saat ini, aku khawatir jka istrimu tidak akan bisa hidup secara normal dalam beberapa waktu..."
"Kakak Kens, tolonglah, tolong selamatkanlah istriku, tolong..."
Kenzi dengan lembut membelai dahi istrinya, air mata mengalir dipipinya.
Pria sejati tidak mudah menangis, hanya jika ada yang benar-benar membuatnya sedih.
Saat ini, Kenzi, meskipun dia adalah seorang profesor psikologi di akademi kepolisian, bagaimana dia bisa mengendalikan emosinya?. Tidak hanya itu, tuduhan ayah mertuanya terhadapnya menyebabkan dia terus menerus menyalahkan diri sendiri.
"Kamu, apa yang kamu lakukan sehingga putriku berubah menjadi seperti ini?"
"Aku……"
"Istrimu sedang hamil, kamu seharus merawatnya dan berada di sampingnya!"
"Aku……"
"Cukup, cukup, itu bukan salah menantumu, mengapa kamu terus menyalahkannya tanpa henti, dia sudah cukup menyalahkan dirinya sendiri, jangan lakukan itu ..."
Seandainya jika tidak dihentikan oleh ibu mertuanya, dia khawatir Kenzi juga akan ikut dirawat di rumah sakit malam itu. Meskipun ibu mertuanya menghentikan ayah mertuanya, ekspresi ayah mertuanya tidak bisa dilupakan. Wajahnya yang tampak mengerikan itu, seolah seperti ingin menelannya hidup-hidup.
"Dengarkan aku. Kamu sebagai anak seharusnya menyadari hal itu, jangankan mengajar, kamu sendiri tidak pantas menjadi tukang bersih toilet ..."
Setelah hari itu, Yuna mengalami koma, tertidur dan tidak bergerak. Kenzi telah merawatnya selama beberapa bulan, tetapi hingga sekarang belum ada tanda-tanda akan adanya perubahan. Dan sering kali, setiap kali nafsunya memuncak, dia hanya dapat melihat Yuna dan menyelesaikannya dengan tangannya sendiri.
Dia yang seperti ini, yang dia butuhkan adalah seorang istri baru. Wanita yang dapat membantunya memenuhi kebutuhan fisiknya dan wanita yang dapat membangkitkankan kembali gairahnya.
...
Hujan gerimis turun dalam perjalanannya pulang. Mendengar suara hujan, hati Kenzi kembali menegang.
"Profesor, anda sudah pulang."
Sampai di rumah, pengasuh menyambutnya dengan penuh hormat.
"Makan malam sudah siap, segeralah makan."
“Ah… terima kasih… tapi tidak perlu… aku sibuk hari ini dan tidak nafsu makan. Kamu istirahatlah dulu.” Kenzi tersenyum, tetapi hanya dia yang mengetahuinya, jika hatinya sedih. Seperti hujan gerimis di luar, yang redup dan dingin.
"Baiklah, aku mengerti profesor, kalau begitu selamat malam ..."
Setelah pembantunya pergi, Kenzi menggelengkan kepalanya. Seperti biasa, dia membuka pintu kamar istrinya dan mendekati istrinya yang sedang tidur. Dia masih begitu cantik, seolah waktu tidak meninggalkan bekas di wajahnya.
"Istriku, aku kembali ..."
Dia tersenyum dan berjalan dengan lembut ke sisi Yuna, dan memegang telapak tangannya yang hangat.
Novel Terkait
Mata Superman
BrickAwesome Husband
EdisonCutie Mom
AlexiaIstri Yang Sombong
JessicaDon't say goodbye
Dessy PutriSiswi Yang Lembut×
- Bab 1 Akademi Kepolisian
- Bab 2 Aku Menyukaimu
- Bab 3 Pertama Kali
- Bab 4 Kegairahan
- Bab 5 Gemetar
- Bab 6 Hangat
- Bab 7 Bersemangat
- Bab 8 Basah Kuyup
- Bab 9 Senyuman Jahat
- Bab 10 Lembut
- Bab 11 Sekarang Saatnya
- Bab 12 Lesu
- Bab 13 Dimanakah Dirinya?
- Bab 14 Hancur
- Bab 15 Kamar
- Bab 16 Membuka Pintu
- Bab 17 Bertemu
- Bab 18 Di Mobil
- Bab 19 Dibawa Pergi
- Bab 20 Denyut Muda
- Bab 21 Perasaan
- Bab 22 Sederhana
- Bab 23 Tanpa Masalah
- Bab 24 Memilih
- Bab 25 Konspirasi
- Bab 26 Kematian
- Bab 27 Bunga Dan Kupu
- Bab 28 Sisi Lain
- Bab 29 Opini Publik
- Bab 30 Pemeriksaan
- Bab 31 Janjian
- Bab 32 Sadar
- Bab 33 Karena Itu Dia Sangat Tidak Peduli Lagi
- Bab 34 Di Sebuah Toko Kopi
- Bab 35 Di Jalan Yang Sepi Ini
- Bab 36 Little Riding Hood
- Bab 37 Bayangan
- Bab 38
- Bab 39
- Bab 40
- Bab 41 Indra Keenam
- Bab 42 Jatuh
- Bab 43 Tertarik
- Bab 44 Baik
- Bab 45 Karena Dia
- Bab 46
- Bab 47
- Bab 48
- Bab 49 Kejam
- Bab 50 Cinta
- Bab 51 Orang Yang Kucintai Adalah Dirimu, Vania
- Bab 52 Kamu Benar-Benar Pendosa
- Bab 53 Dia Adalah Wanita Yang Paling Dia Cintai
- Bab 54 Ya, Aku Juga Sangat Merindukanmu
- Bab 55 Rasa Cinta Yang Memudar
- Bab 56 Kebenaran
- Bab 57 Hujan
- Bab 58 Benar
- Bab 59 Kebencian
- Bab 60 Kebenaran
- Bab 61 Tidak Tahu Bagaimana Caranya Menghadapi Situasi
- Bab 62 Pertarungan Malam Yang Panjang
- Bab 63 Kamu Berbohong
- Bab 64 Fakta
- Bab 65 Fakta Lain
- Bab 66 Akhir Kisah
- Bab 67 Tamat