Siswi Yang Lembut - Bab 12 Lesu
Detak jantung Kenzi tiba-tiba bertambah cepat. Ini bukanlah sekolah atau bioskop, tapi tempat di mana tidak ada gangguan. Kedengarannya seperti ... yang dia inginkan ....
Kenzi benar-benar tenggelam dalam nafsunya. Dia masuk ke kamar sambil menggendong Vania yang terasa ringan sekali. Bagi Kenzi, yang ingin segera mencicipi buah terlarang, dia tidak memiliki kesabaran untuk ragu ...
Pintu vila ditutup sedikit, dan akhirnya dia tidak bisa lagi melihat kebelakang.
Kamar tidur utama.
Vania memandangi tempat tidur empuk dengan gaya Eropa itu dengan penuh semangat.
"Wow ... luas sekali."
Dia melompat ke depan, tidak peduli apakah ada debu di tempat tidur, dan bahkan tidak peduli dengan apa yang akan terjadi pada gaunnya. Dia berguling-guling di tempat tidur seperti anak kecil.
"Ini terlalu luas." Dia tersenyum, senyumnya membuat orang merasa terbakar.
Kenzi melepas jas mahalnya dan dengan tenang menatap Vania yang sedang berguling-guling di tempat tidur. Vania, yang sudah puas berguling, kemudian berbaring di tempat tidur, dan menatapnya.
"Bahkan jika aku berbaring secara horisontal, kakiku tidak akan menyentuh ujungnya."
"Profesor, kamu juga ke kasur ... cepatlah ..."
Warna seprai yang putih sangat kontras dengan gaun lavender milik Vania. Payudaranya yang montok sedikit berubah bentuk karena menekan kasur, yang justru membuatnya tampak semakin indah.
"Oh ... yah ... tunggu aku dulu ... bajunya nanti kusut ... aku akan menggantungnya dulu ..."
Kenzi mengatakan ini, tetapi dia diam-diam menghela nafas dalam hatinya: "Beruntung sekali aku datang ke sini dengan memakai jas, karena dengan cara ini, aku bisa melepas pakaianku dengan alasan jasnya akan kusut."
"Profesor, apakah anda ingat?" Vania berlutut di tempat tidur dan berkata dengan lembut.
"Hah? Ingat apa?" Kenzi tertegun, dan menatapnya dengan tatapan kosong.
Vania tersenyum, dia tiba-tiba membuka rok panjangnya, memperlihatkan kakinya yang indah seputih porselen, serta celana dalam hitam berenda. Setelah melihat kejadian dihadapannya yang membuatnya semakin bergairah, Kenzi, yang masih melepas celananya, tidak bisa menahan dirinya untuk segera melepaskan celananya yang masih dipegangnya.
"Apakah kamu masih ingat di hari aku menyatakan perasaan kepadamu dengan celana dalamku?"
"Tahukah kamu? Apakah aku mau menulis perasaanku atau meneleponmu untuk menyatakannya? Aku terus memikirkan hal itu... Tetapi setelah aku pikir - pikir, aku merasa kalau menyatakan perasaan dengan memberikan sesuatu yang dapat menunjukkan betapa aku sangat menginginkanmu adalah yang terbaik ... "
Dengan itu, dia berlutut di kepala tempat tidur dan melepas celana dalam hitamnya. Gerakan menawan itu membuat mata Kenzi melotot.
"Profesor, anda harus melihat baik-baik, betapa besarnya aku merindukanmu ..."
Pipi Vania memerah. Namun meski begitu, dia menatap Kenzi dan mengungkapkan keinginannya. Mata menawan itu. Keinginan yang begitu besar membuat mereka berdua tidak lagi hanya saling memandang.
Kenzi mendekati Vania selangkah demi selangkah. Dia saat ini. Bukanlah profesor Kenzi ... maupun suami Yuna.… Tetapi seorang pria berusia tiga puluh sembilan tahun yang merindukan suatu rangsangan ...
Hanya saja Kenzi sendiri ...
Kemudian,
Vila ini menyediakan segalanya untuk mereka berdua. Di bawah pengaruh nafsu, keduanya berpelukan di tempat tidur. Belum sampai permainan berakhir, Kenzi menyadari ponselnya bergetar. Tetapi ketika dia hendak mengangkat telepon, dia melihat ada noda darah di tangannya.
Sesaat, Kenzi tertegun. Dia tidak dapat menyangka bahwa hal ini merupakan pengalaman pertama gadis itu dalam melayani pria. Sehingga, dia melihat ke belakang. Sedikit bercak darah muncul di seprai putih.
"Mengapa ada itu?" Kenzi gemetar.
"Tidak ... mungkin? Vania ... ini seharusnya bukan yang pertama kalinya bagimu?"
"Apakah anda mungkin ... mengira aku sangat nakal?" Vania menatap Kenzi dan bertanya dengan serius.
"Tidak ... tidak ... tidak seperti itu."
"Tidak masalah." Dia tersenyum.
"Karena hal yang disebut pertama kali ini, aku serahkan pada orang yang paling kucintai ..."
Singkatnya, Kenzi kehilangan kemampuan untuk berpikir dan hanya bisa berdiri di sana dengan lesu.
"Profesor, apakah anda harus menjawab telepon?"
Jika bukan karena Vania mengingatkan, dia khawatir kalau dia tidak akan kembali sadar?
"Baiklah, aku akan menjawab teleponnya."
Novel Terkait
Untouchable Love
Devil BuddyInventing A Millionaire
EdisonLoving The Pain
AmardaCinta Yang Paling Mahal
Andara EarlyBlooming at that time
White RoseThe Great Guy
Vivi HuangEverything i know about love
Shinta CharitySiswi Yang Lembut×
- Bab 1 Akademi Kepolisian
- Bab 2 Aku Menyukaimu
- Bab 3 Pertama Kali
- Bab 4 Kegairahan
- Bab 5 Gemetar
- Bab 6 Hangat
- Bab 7 Bersemangat
- Bab 8 Basah Kuyup
- Bab 9 Senyuman Jahat
- Bab 10 Lembut
- Bab 11 Sekarang Saatnya
- Bab 12 Lesu
- Bab 13 Dimanakah Dirinya?
- Bab 14 Hancur
- Bab 15 Kamar
- Bab 16 Membuka Pintu
- Bab 17 Bertemu
- Bab 18 Di Mobil
- Bab 19 Dibawa Pergi
- Bab 20 Denyut Muda
- Bab 21 Perasaan
- Bab 22 Sederhana
- Bab 23 Tanpa Masalah
- Bab 24 Memilih
- Bab 25 Konspirasi
- Bab 26 Kematian
- Bab 27 Bunga Dan Kupu
- Bab 28 Sisi Lain
- Bab 29 Opini Publik
- Bab 30 Pemeriksaan
- Bab 31 Janjian
- Bab 32 Sadar
- Bab 33 Karena Itu Dia Sangat Tidak Peduli Lagi
- Bab 34 Di Sebuah Toko Kopi
- Bab 35 Di Jalan Yang Sepi Ini
- Bab 36 Little Riding Hood
- Bab 37 Bayangan
- Bab 38
- Bab 39
- Bab 40
- Bab 41 Indra Keenam
- Bab 42 Jatuh
- Bab 43 Tertarik
- Bab 44 Baik
- Bab 45 Karena Dia
- Bab 46
- Bab 47
- Bab 48
- Bab 49 Kejam
- Bab 50 Cinta
- Bab 51 Orang Yang Kucintai Adalah Dirimu, Vania
- Bab 52 Kamu Benar-Benar Pendosa
- Bab 53 Dia Adalah Wanita Yang Paling Dia Cintai
- Bab 54 Ya, Aku Juga Sangat Merindukanmu
- Bab 55 Rasa Cinta Yang Memudar
- Bab 56 Kebenaran
- Bab 57 Hujan
- Bab 58 Benar
- Bab 59 Kebencian
- Bab 60 Kebenaran
- Bab 61 Tidak Tahu Bagaimana Caranya Menghadapi Situasi
- Bab 62 Pertarungan Malam Yang Panjang
- Bab 63 Kamu Berbohong
- Bab 64 Fakta
- Bab 65 Fakta Lain
- Bab 66 Akhir Kisah
- Bab 67 Tamat