Air Mata Cinta - Bab 6 Bunuh Diri Dengan Mengemudi

Dia dengan gontai meninggalkan perusahaan Steven.

Orang-orang yang berlalu-lalang dijalan mengira wanita yang menangis sambil berlari dijalan raya dengan sendal jepitnya adalah orang gila.

Namun tekanan hidup yang begitu besar, sangat mudah membuat seorang gadis yang lemah sepertinya menjadi orang yang hilang kejiwaannya, orang yang hidup didunia ini, tidak ada yang merasa mudah.

Jadi Novita berlari sepanjang jalan, tidak ada seorang pun yang muncul untuk menghentikannya, berlari hingga kembali ke villa.

Bersandar pada pintu, nafasnya tersengal-sengal, wajahnya memerah, berlari dengan secepat itu, tetap tidak dapat membuat hatinya menjadi tenang.

Terakhir, akhirnya, dengan keputusasaannya, sekali lagi dia masuk kedalam sesuatu yang dibenci Steven, sebenarnya, dia juga sangat membenci rumah yang dingin ini, villa.

Tidak ada yang tahu Novita menghabiskan seberapa banyak tenaga untuk meletakkan surat itu didalam kamar Steven.

Iya, kamarnya Steven, menikah selama lima tahun, mereka tinggal dikamar yang berbeda.

Novita, bagaimana bisa kamu sebodoh ini, bagaimana bisa kamu tidak tahu, orang yang dicintainya selamanya tidak mungkin adalah kamu, karena, sejak awal dia telah mencintai orang lain!

“Steven, maafkan aku, semua ini adalah salahku.”

Dia menatap surat putih itu, tatapannya kosong dan mati rasa, dia membalikkan badannya, menyeret tubuhnya yang lelah, meninggalkan tempat yang hanya memberikannya kesedihan dan kesengsaraan yang tiada habisnya.

Dibawah cahaya sinar matahari, wajahnya yang putih bahkan mendekati transparan, hingga dapat terlihat pembuluh darahnya, Novita mendongakkan kepalanya, menatap langsung cahaya matahari.

Kesedihan yang tak terucap, tanpa diduga, dia tertawa.

Kehidupan tanpa Steven, bagaimana bisa disebut kehidupan?

“Melebihi dari benci, Novita, aku sangat membencimu, kuharap kamu segera mati!”

Kota C disebuah jalanan termacet.

Saat ini tak terhitung berapa banyaknya kendaraan yang berhenti dipinggir jalan, segerombolan orang mengelilingi sebuah mobil Porsche yang telah terbalik, tanah yang penuh dengan darah segar membuat orang-orang yang melihatnya terkejut.

Disekitarnya ada orang yang terus berucap: “Mengapa mobil ambulance belum sampai juga?”

“Jika sudah datang juga hanya melewati beberapa belokan, apakah orang ini masih bisa hidup?”

“Ini adalah bunuh diri dengan mengemudi, berani menerobos lampu lalu lintas, apalagi pengemudi perempuan.”

“Mungkin saja memang bunuh diri, dengar-dengar dia bahkan tertawa ketika menabrak mobil truk besar itu.”

“Ini benar-benar gila!”

Entah sejak kapan dibelakang gerombolan orang itu telah berhenti sebuah mobil hitam Maybach, tubuh yang gagah, dengan wajah yang memukau pria itu membelah segerombolan orang, melihat orang yang terbaring dijalanan, hampir seluruh tubuhnya tertutupi oleh darah segar.

Wajah tampan itu tidak menunjukkan ekspresi apapun.

Melbourne--

Matahari yang bersinar terang, cuaca yang begitu cerah, Steven tidak tahu mengapa, tiba-tiba sekujur tubuhnya bergetar.

Terdengar suara perempuan berbisik dengan suara lembut dari sisi sampingnya, “Steven, ada apa denganmu?”

Steven mengangkat pandangannya menatap mata perempuan itu, tatapannya seketika berubah menjadi penuh kehangatan yang tiada tara, “Tidak apa-apa.”

Tetapi didalam hatinya terselip sebuah kegelisahan, dia mengerutkan alisnya, menutup rapat bibirnya.

Lima hari kemudian--

Steven turun dari pesawat pribadinya, setelah keluar dari bandara, asisten yang telah menunggunya diluar segera mengikutinya dari belakang.

“Direktur, apakah anda ingin kembali ke perusahaan terlebih dahulu?”

Steven menghentikan gerakannya, melihat telepon genggamnya yang tidak terdapat panggilan apapun, sungguh aneh, tumben sekali wanita ini tidak menanyakannya kapan dia kembali?

Dia meletakkan kembali telepon genggamnya, dengan suara rendahnya: “Ke perusahaan lebih dahulu.”

“Baik.”

Kembali ke perusahaan, Max akan selalu menjadi orang pertama yang masuk ke dalam kantornya, mengabaikan hubungannya yang sekarang dengan Steven sebagai atasan dan bawahan.

Duduk diatas sofa menyilangkan kedua kakinya, “Apakah Direktur Steven menikmati perjalanannya selama di Melbourne?”

Dia terlihat seperti tidak memiliki sopan santun, Steven juga sudah terlalu malas untuk menggusirnya, terus melanjutkan kesibukannya saat ini.

Max berpikir, sepasang mata almond itu tersenyum melihat sebuah pertunjukkan yang bagus, berucap: “Hari dimana kamu pergi, istrimu datang ke perusahaan untuk mencarimu, ketika dia mengetahui kamu pergi ke Melbourne, dia terlihat begitu sedih, setelah kamu kembali kamu tidak segera pergi memberinya penjelasan?”

Novel Terkait

Predestined

Predestined

Carly
CEO
5 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
5 tahun yang lalu
Hidden Son-in-Law

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu
Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu