Kakak iparku Sangat menggoda - Bab 7 Terkejut!
Sebenarnya, bahkan jika Jessica tidak datang untuk memohonnya, Mendra juga tidak akan mengatakannya keluar. Lagi pula Ayu juga pernah memberitahunya tentang hal ini. Kedatangan Mendra hari ini pun hanya untuk menakuti Jessica saja.
Melihat Mendra yang terdiam dan tampak canggung, Jessica bahkan mengira bahwa Mendra tidak mau melepaskan kesempatan ini. Wajahnya seketika memerah dan dia, seolah-olah telah membuat keputusannya, perlahan bangkit berdiri.
Jessica menatap malu Mendra. Tangan putih dan lembutnya terangkat ke atas, perlahan-lahan melepaskan piyama ungu yang hampir transparan itu. Dua buah dada putih dan lembut yang tidak memiliki pengekangan segera melompat keluar.
"Kak Jessica, kamu, apa yang sedang kamu lakukan..." Mendra mencoba untuk menahan mimisannya. Kedua tangan yang gemetar itu berusaha menutup gambaran dada Jessica sambil berkata dengan suara gemetar.
Wajahnya memerah. Jessica pun membukakan kakinya, duduk di pinggang Mendra. Dua buah dada besarnya terus bergoncang di depan mata Mendra dan kulit putihnya pun memerah karena malu.
"Mendra, berjanjilah padaku, ya. Jika kamu berjanji, kakak ipar akan membuatmu merasa enak." Jessica menatap Mendra dengan tatapan menggoda dan perkataannya tanpa dikatakan pun sudah bisa ketahuan maksudnya.
Melihat tubuh putih dan menggoda itu di hadapannya, tentu akan merupakan omong kosong jika dia mengatakan bahwa hatinya tidak tergerak. Tetapi ketika teringat dengan hubungan Jessica dan Markus, Mendra pun tidak bisa menahan rasa jijiknya.
Mendra terkikik-kikik, lalu iseng-iseng berkata, "Kak Jessica, bukannya aku tidak mau berjanji, tetapi bukankah Markus yang merebut beberapa tanah rumah keluarga kami beberapa tahun yang lalu, maka aku tentu harus merebutnya kembali!”
“Ini…”
Mendengar perkataan Mendra, Jessica jelas tertegun sejenak. Ketika Markus merebut tanah Mendra mereka, dia juga hadir di tempat. Selain itu, dia juga yang membantu mengatakan beberapa kata kepada sang kepala desa.
Hatinya berdetak sejenak. Jessica pun tidak bisa menahan perasaan jengkelnya. Jika tahu seperti ini, maka waktu itu dia seharusnya tidak mendorong Markus untuk melakukan hal-hal ini. Ini bukan retribusi dan hari ini kelemahannya telah berada dalam genggaman orang lain.
“Kak Jessica, kamu juga tahu bahwa yang paling penting bagi orang-orang desa seperti kita adalah beberapa tanah itu. Markus telah menempati sebagian tanah kita, bagaimana bisa aku tetap tidak marah!" Raut Mendra berubah menjadi serius, jelas menunjukkan dia sangat marah. Dia pun diam-diam melirik pada wajah pucat Jessica sambil berteriak marah.
"Ya..."ujar Jessica lembut dan rautnya tampak tidak enak dipandang. Tampaknya jika mau menutup mulut Mendra mengenai masalah hari ini, dirinya harus memiliki sedikit uang.
Wajah Jessica memerah dan dia tiba-tiba langsung memeluk kepala Mendra, menempelkan dua bundaran lembut dan besar itu ke kepalanya.
“Eh… Kak Jessica, apa yang sedang kamu lakukan….”
Wajah Mendra langsung memerah. Dalam sekejap, suatu aroma susu memenuhi hidungnya. Pikirannya pun menjadi tidak stabil dan dia segera berkata dengan suara nyaring, "Kak Jessica, lepaskanlah aku dulu. Aku hampir kehilangan napasku dicekik olehmu."
"Hu...hu… Mendra, bagaimanapun juga, kamu harus berjanji pada kakak iparmu hari ini. Kalau tidak, aku tidak akan bisa hidup lagi. Hu...hu…"
Mendengar perkataan Mendra, Jessica tidak hanya tidak melepaskannya, melainkan memeluknya lebih erat. Dia ingin sekali memasukkan dua bulatan lembut ini ke tubuh Mendra.
"Kakak Jessica, ak-aku berjanji. Kamu lepaskanlah aku dulu, kalau tidak aku tidak jadi berjanji denganmu.” Wajah Mendra memerah dan dia segera mengatakannya ke Jessica.
“Benarkah?" Hati Jessica senang. Dia pun segera melepaskan tangannya di kepala Mendra, menatap Mendra sambil bertanya dengan terkejut.
"Huh...Huh…" Mendra menarik napas panjang, lalu dengan tak berdaya memandang Jessica dan berkata, "Benaran. Kak Jessica, aku berjanji untuk tidak mengatakannya.”
Duk!
Hati Jessica senang. Dia pun mencium mulut Mendra, dimana sentuhan halus dan lembutnya itu hampir membuat Mendra kehilangan kendalinya.
"Mendra, kakak ipar sungguh tidak tahu harus bagaimana berterima kasih padamu." Jessica pun senang. Lalu dia menatap Mendra sambil menggerutu menggoda.
"He he..." Mendra terkekek. Dia pun memandang Jessica dengan senyuman nakalnya, lalu iseng-iseng berkata, "Ooh iya. Kak Jessica, bukankah kamu bilang akan melakukan sesuatu yang enak untukku jika aku berjanji padamu?”
"Huh. Sebal deh..." Wajahnya memerah. Melihat senyum nakal Mendra, Jessica pun memaki pelan dalam hatinya. Bukankah kamu bilang barang-barangmu tidak bisa digunakan, kenapa tampangmu masih begitu mesum, hah.
Jessica menatap pesona Mendra, lalu perlahan berdiri dari tubuhnya.
Wajah Jessica agak merah. Dia mengangkat tangan lembutnya, dimana tangannya seakan seperti ular yang berenang, pelan-pelan menyelinap ke pinggang Mendra. Jessica menatap malu Mendra dan tangan putihnya menjelajah semakin dalam.
Srett…
Dalam sekejap, Mendra merasakan sesuatu yang dingin dan lembut di dalamnya, seakan seperti sengatan listrik yang menyebar ke seluruh tubuhnya. Mendra pelan-pelan memejamkan matanya, mulai menikmati layanan yang diberi Jessica.
Pada saat ini, Jessica juga tampak sangat terkejut. Dia awalnya mengira bahwa bagian sana Mendra akan tumbuh sangat kecil, tetapi siapa yang akan menyangka itu begitu besar, dimana ukurannya sebesar mentimun yang tumbuh di ladang. Jika bisa menaikkannya, maka barang ini akan jauh lebih enak daripada si tua Markus itu!
Wajah cantik Jessica memerah. Tangan lembutnya tidak bisa menahan untuk menyentuhnya dua kali lagi. Dia diam-diam mengeluh dalam hatinya, jika bukan karena barang Mendra tidak bisa digunakan, dia bisa saja memakannya hari.
Eh! Aneh. Kenapa barang ini semakin lama semakin besar, selain itu juga terasa begitu panas. Bukankah bagian itunya Mendra tidak bisa digunakan, kenapa pelan-pelan mengeras!
Jessica menahan dirinya untuk tidak terkejut. Pipinya pun memerah. Dia menatap Mendra sambil menggerutu menggoda dan berkata, "Mendra, apakah kakak ipar membuatmu merasa nyaman?"
"Um..." Mendra menghembus napas panjang dan tidak bisa menahan erangannya.
"Kalau begitu beri tahulah Kak Jessica, apakah bagianmu disana sudah sembuh?” Wajah Jessica memerah dan dia tidak tahan untuk menanyakannya.
"Eee..." Mendra tertegun sejenak. Dia segera membuka matanya, menatap wajah malu Jessica. Pandangannya kabur, matanya menoleh ke arahnya sambil berkata nakal, "He he, aku juga tidak tahu Kak Jessica. Kamu bisa melihatnya sendiri, kan!”
Jessica menatap Mendra sekilas, lalu dengan penasaran berjongkok, pelan-pelan membuka celana Mendra dan melihatnya.
Novel Terkait
Love And Pain, Me And Her
Judika DenadaThe Comeback of My Ex-Wife
Alina QueensCinta Dibawah Sinar Rembulan
Denny AriantoCinta Adalah Tidak Menyerah
ClarissaIstri ke-7
Sweety GirlUnperfect Wedding
Agnes YuKakak iparku Sangat menggoda×
- Bab 1 Kejutan!
- Bab 2 Ada Orang Datang!
- Bab 3 Ternyata Dia!
- Bab 4 Pertikaian!
- Bab 5 Memohon ampun!
- Bab 6 Kamu Akan Tahu Ketika Kamu Datang!
- Bab 7 Terkejut!
- Bab 8 Alasan Lain!
- Bab 9 Tak Terduga!
- Bab 10 Gambaran Wajah Memerah!
- Bab 11 suasana yang canggung
- Bab 12 Mendra....Bangun!
- Bab 13 Dia Wanita kepala desa
- Bab 14 Mendra yang sudah dewasa
- Bab 15 Kakak Sudah Datang?
- Bab 16 Perceraian!
- Bab 17 Suara Tangisan!
- Bab 18 Senyuman Lestari!
- Bab 19 Disengaja!
- Bab 20 Salon!
- Bab 21 Vanessa!
- Bab 22 Kalian bercerailah!
- Bab 23 Surat Perceraian!
- Bab 24 Mengoleskan Vanishing Cream!
- Bab 25 Lestari yang sedang sedih
- Bab 26 Direktur Komite Federasi Wanita
- Bab 27 Rasa Nikmat
- Bab 28 Panjat Gunung
- Bab 29 Naik Gunung Untuk Memetik Jamur!
- Bab 30 Selamatkan Orang!
- Bab 31 Pahlawan Menyelamatkan Wanita Cantik!
- Bab 32 Biaya sekolah sudah ada jalan keluar!
- Bab 33 Cemburu!
- Bab 34 Sangat Berharga!
- Bab 35 Untuk apa memperdulikan orang lain?
- Bab 36 Kedatangan Jessica!
- Bab 37 Membicarakan Sesuatu!
- Bab 38 Air Mata Jessica
- Bab 39 Dia tidak setuju
- Bab 40 Tamparlah dengan Kejam !
- Bab 41 Bantuan!
- Bab 42 Lengket!
- Bab 43 Bawa aku!
- Bab 44 Aku akan mencubitmu kembali!
- Bab 45 Bekerja di Pegunungan!
- Bab 46 Cobalah!
- Bab 47 Bertaruh!
- Bab 48 Babak Terakhir (1)
- Bab 49 Babak Terakhir (2)
- Bab 50 Babak Terakhir (3)
- Bab 51 Akhir Cerita (4)
- Bab 52 Akhir Cerita (5)
- Bab 53 Akhir Cerita (6)