Menantu Luar Biasa Bangkrut - Bab 18 Bermuka Tebal, Tak Kenal Malu
Sebagian besar anak di dunia suka makan permen, gula, cokelat, atau es krim.
Pada saat ini, Vira Calten berdiri di depan pintu sebuah toko es krim yang baru buka. Dia berjinjit dan menggunakan suara kanak-kanak untuk memberi tahu pemilik toko bahwa dia mau es krim rasa stroberi dan rasa mangga. Rasa mangga untuk ibu.
Tapi tidak peduli apa yang dia katakan ataupun seberapa keras dia berkata, bos berjanggut panjang itu tidak memedulikannya sama sekali.
Vira mulai bergumam, apakah si pemilik toko itu tuli. Dia lalu berpikir kembali, barusan pemilik toko menjawab obrolan seseorang yang berbicara dengannya.
Dia amat bingung. Pada saat yang sama, dia merasakan kejanggalan pada dirinya sendiri. Tubuhnya terasa semakin ringan dan semakin ringan. Dirinya seolah-olah jatuh ke dalam gudang es, kedinginan menerpanya. Mungkin dia tidak tidur nyenyak tadi malam, dia mulai mengantuk.
Tiba-tiba, seorang abang tampan berjongkok di depannya dan mengusulkan untuk membawanya pulang. Meskipun abang itu terlihat sangat baik, tapi ibunya pernah bilang padanya untuk tidak sembarang berbicara dengan orang asing.
Dia ingin menolak, tetapi dirinya telah dipeluk oleh abang itu.
Lengan abang sangat kuat, pelukannya hangat. Dia masih kedinginan, tapi rasanya sudah tidak sedingin tadi lagi.
" Vira, jangan tidur, jangan tidur ya, kamu akan segera tiba di rumah." Setelah menemukan Vira, Danang bergegas kembali tanpa henti, tapi dia menemukan bahwa ambulans telah pergi.
Melihat raut muka Vira semakin memburuk dan tubuh semakin ringan, Danang melompat ke tengah jalan dan mencegat taksi.
"Mas, pergi ke Rumah Sakit Afiliasi Pertama, cepat!" Danang mendesak pengemudi sambil membujuk Vira yang ada di dalam pelukannya.
Supir melihat Danang yang berbicara dengan udara melalui kaca spion, itu terlalu aneh. Dia kira Danang memiliki masalah otak, jadi dia menghentikan mobil di tepi jalan dan lari.
Danang yang bertingkah seperti ini memang mencurigakan. Tampaknya sudah mustahil untuk pergi ke rumah sakit dengan taksi, nyawa orang lebih penting, dia tidak boleh ragu. Oleh karena itu, dia menggunakan kemampuan langkah kilatnya, kecepatannya tidak kalah dari mobil biasa, sehingga menarik perhatian orang-orang yang lewat.
Di Rumah Sakit Afiliasi Pertama Universitas Kedokteran Harian New York.
Vira langsung dibawa ke ruang operasi begitu tiba di rumah sakit. Di bawah komando wakil dekan, Adisti Demian, beberapa dokter top rumah sakit dikumpulkan untuk menangani Vira.
Mereka tahu seberapa besar kekuasaan Velisa, jika operasi berjalan lancar dan sukses, itu akan memberikan manfaat besar bagi rumah sakit dan diri mereka sendiri.
"Beri anestesi, jahit luka."
"Tidak sempat lagi, detak jantungnya sangat abnormal, bersiap untuk kejutan defibrilasi darurat!"
"Tidak bekerja, detak jantung masih melemah."
"Tingkatkan arus dan lanjutkan!"
"Pasien mengalami gagal napas, dia tidak bisa bertahan lagi."
Adisti berkeringat dingin, bertanya, "Seberapa besar peluang hidupnya jika dilakukan penanganan paksa?"
"Tidak lebih dari 10 persen."
"Segera atur kendaraan untuk memindahkannya ke rumah sakit lain, bahkan dia mati di kendaraan pun tidak boleh mati di meja operasi rumah sakit kita."
"Wakil dekan, sepertinya keputusan ini tidak sesuai aturan?"
"Pada saat seperti ini masih mengomongkan aturan, orang yang berdiri di luar adalah orang dari Keluarga Calten, jika tanggung jawab ini ditanggungkan pada kita, kita akan kehilangan pekerjaan yang menafkahi kita selama puluhan tahun."
Adisti tidak berniat menyia-nyiakan waktu, dia bergesa-gesa menghindari tanggung jawab ini.
Di luar ruang operasi, Velisa berjalan bolak-balik dengan cemas.
"Nona Calten, tenang saja, beberapa dokter di dalam adalah guruku. Ada mereka di dalam, aku jamin putrimu akan baik-baik saja." Deddy termasuk salah satu dokter berkompeten di antara generasi dokter yang lebih muda, tetapi dia belum memenuhi syarat untuk berpartisipasi dalam operasi penting ini. Jadi ia mengambil inisiatif untuk tinggal guna menghibur Velisa, mengambil kesempatan untuk menjadi pria yang perhatian.
Begitu kata-kata selesai diucapkannya, pintu ruang operasi terbuka.
“Masalah putrimu lebih serius daripada yang diduga dan harus segera dipindahkan ke rumah sakit lain.” Spesialis itu didesak keluar oleh wakil dekan.
"Masalahnya serius? Bukankah kalian memberitahuku bahwa cedera putriku tidak mematikan?" Hati Velisa mendingin, suara yang semula lembut menjadi serak.
"Sekarang waktu adalah nyawa, tertunda satu menit atau bahkan satu detik pun akan berdampak besar pada anak, sebaiknya beralih ke rumah sakit lain terlebih dulu daripada mempermasalahkan ini." Spesialis menghindari pertanyaan Velisa, pertanyaan A dijawab B.
Velisa tidak bertanya lagi. Dia merasa terlalu lambat untuk menggunakan mobil, jadi dia menelepon seseorang untuk mendatangkan penerbangan khusus ke Yanjing.
Tiba-tiba, sebuah bayangan melintas. Danang muncul di pintu ruang operasi dengan ekspresi dingin dan terengah-engah. Vira yang ada di pelukannya sudah sangat lemah, bagai akan lenyap kapan saja.
"Kamu..." Velisa mundur selangkah dan memandang pria 'gila' itu dengan heran, dia seketika tidak bisa berkata apa-apa.
"Kamu, jika kamu tidak sembarang menusukkan jarum, kami tidak akan begitu kehilangan akal." Velisa tidak mengerti medis, tapi Deddy menyadari kepanikan dan ketidakwajaran spesialis, dia tahu bahwa sebagian besar alasan pasien dipindahkan ke rumah sakit lain adalah karena peluang hidupnya sudah sangat rendah. Jadi, adalah pilihan yang paling tepat untuk mengambinghitamkan Danang.
“Bising!” Danang tidak punya waktu untuk mendengarkannya, dia langsung menendangnya ke samping, memeluk Vira menuju ruang operasi.
"Kamu tidak boleh..." Spesialis mengulurkan tangan untuk menghentikannya, tapi ia langsung dikesampingkan Danang dengan bahu, sementara Danang mendobrak masuk.
Sekilas, dia langsung menemukan Vira yang terbaring sekarat di ruang operasi.
Untungnya dia tidak terlambat. Jika dia telat satu menit, tidak, telat setengah menit sudah dapat mempertemukan Vira dengan ajalnya.
Danang baru mencapai tahap pertama dari " Kutukan 9 Nyawa ", jadi dia belum bisa mengendalikan jiwa. Jika dia bisa menerobos ke tahap kedua, dia tidak perlu menangani masalah ini dengan begitu lelah.
“Dari mana bocah itu, siapa yang membiarkannya masuk!” Adisti, yang bersembunyi di ruang operasi, membentak.
"Aku datang ke sini untuk menyelamatkan orang."
"Menyelamatkan orang? Kamu pikir kamu siapa, adakah giliranmu untuk berbicara di sini, keluar."
"Tidak penting siapa diriku, apa yang penting adalah kalian tidak memiliki etika medis, kalian jelas tahu bahwa pasien tidak dapat bertahan lama, tapi kalian malah mau memindahkannya ke rumah sakit lain, apa niat kalian?" Volume suara Danang tidak kecil, Velisa yang berada di luar bisa mendengar kata-kata itu, raut wajahnya berubah.
Niat Adisti tertebak, ekspresinya tidak natural. Pada saat ini, mesin mengeluarkan suara, detak jantung pasien kembali normal secara bertahap.
Dokter yang hadir sangat terkejut. Setelah pemeriksaan, mereka menemukan bahwa napas pasien cenderung stabil, semua indikator tubuh pulih dengan baik, pasien telah aman dari bahaya.
Adisti mengedipkan mata pada spesialis, mengisyaratkannya untuk melanjutkan perawatan. Danang terdorong ke samping dan tempatnya digantikan dokter lain.
"Apakah yang dikatakannya benar?" Velisa bertanya dengan wajah dingin, Adisti tertawa, menjelaskan: "Entah dari mana asal pria gila itu, bagaimana mungkin omongannya bisa dipercaya. Kondisi putrimu telah terkendalikan, situasinya sudah stabil, hanya perlu dilakukan operasi secara normal, tidak akan bermasalah besar."
"Tapi spesialis itu barusan mengatakan bahwa situasi putriku tidak optimis, apa yang sebenarnya kalian lakukan?" Tanya Velisa.
"Eh, ini masalahnya. Tadi terjadi sedikit masalah selama operasi, para ahli mengambil jalan aman dan merasa bahwa pindah ke Yanjing mungkin akan menjadi pilihan yang lebih baik untuk putrimu, mereka meremehkan keterampilan medisku. Dengan pengalaman klinisku yang sangat kaya, aku berhasil menyelesaikan masalah kecil yang terjadi, aku juga telah menjaga keselamatan putrimu."
Kesalahan ditolak ke orang lain, keuntungan dikantongi sendiri, walau keuntungan itu bukan miliknya. Inilah sifat Adisti, sungguh munafik.
"Pohon yang tiada kulit pasti gugur, orang yang tak tahu malu malah tak terkalahkan. Aku melihat bahwa keterampilan tak tahu malu yang dimilikimu jauh lebih hebat daripada keterampilan medismu." Danang tidak tahan lagi. Pria ini benar-benar tak kenal malu.
"Omong kosong apaan kamu, di mana pengaman, datang dan tangkap orang gila ini!"
Novel Terkait
My Charming Lady Boss
AndikaAfter The End
Selena BeeMenantu Hebat
Alwi GoKamu Baik Banget
Jeselin VelaniAsisten Bos Cantik
Boris DreyKembali Dari Kematian
Yeon KyeongMenantu Luar Biasa Bangkrut×
- Bab 1 Keluargamu Bangkrut
- Bab 2 Sikap Mertua
- Bab 3 Spider Man
- Bab 4 Kutukan 9 Nyawa
- Bab 5 Membuat Kamu Menjadi Nyaman
- Bab 6 Acara Makan Malam Keluarga
- Bab 7 Dihina
- Bab 8 Memutuskan Hubungan
- Bab 9 Kehilangan Wajah
- Bab 10 Menjadi Perantara Untuk kali Ini
- Bab 11 Wanita Di Dalam Jimat
- Bab 12 Memperlihatkan Keterampilan
- Bab 13 Kita Cerai Saja
- Bab 14 Berpisah
- Bab 15 Membantumu Membuat Alis
- Bab 16 Gagal Menyombongkan Diri
- Bab 17 Jangan Sentuh Jarum Itu
- Bab 18 Bermuka Tebal, Tak Kenal Malu
- Bab 19 Hidup Kembali Saat Sekarat
- Bab 20 Pasti Tidak Akan Mengeluh
- Bab 21 Restoran Genting
- Bab 22 Merasa Paling Benar
- Bab 23 Serangan Tak Terlihat
- Bab 24 Membuatmu Melihat Lelucon
- Bab 25 Makanan Anjing Gila
- Bab 26 Kesialan Yang Membubung Tinggi
- Bab 27 Tikus Yang Tenggelam
- Bab 28 Yang Paling Utama Adalah Tangan
- Bab 29 Kekuatan Yang Masih Ada
- Bab 30 Menganggap Naga Asli Sebagai Serigala
- Bab 31 Abang Adik Berantem
- Bab 32 Memandang Rendah
- Bab 33 Aku Sudah Mengingatnya
- Bab 34 Merasakan
- Bab 35 Konflik
- Bab 36 Kecanduan Berjudi
- Bab 37 Kebangkrutan
- Bab 38 Pembukaan Bisnis
- Bab 39 Membuat Keributan
- Bab 40 Memukul dengan Kejam
- Bab 41 Ancaman Opini Publik
- Bab 42 Pertanyaan Menentang
- Bab 43 Pengawal Mobil Mewah
- Bab 44 Bantuan Tepat Waktu
- Bab 45 Kedatangan
- Bab 46 Tanpa Belas Kasihan
- Bab 47 Mendatangi
- Bab 48 Selesai
- Bab 49 Sebuah Dorongan