Cinta Yang Terlarang - Bab 44 Aku Memilih Yang Pertama
Bab 44 Aku Memilih Yang Pertama
Raut Dokter sangat serius: "Indung telur kiri pasien memiliki tumor yang sebesar telur. Itu jinak atau ganas masih perlu pengujian lebih lanjut. Tapi sekarang masalahnya adalah, pasien itu hamil. Tujuh minggu, denyut jantung janin berdetak dengan sangat baik. Jadi, masalahnya akan lebih rumit. "
Raut wajah Yanto sedikit berubah. Tina hamil, menghitungnya, itu adalah hari ketika berada di rumahnya saat itu, dia lepas kendali, tidak melakukan pencegahan apa-apa. Kehamilan Tina tadinya adalah hal yang membahagiakan, dia akan menjadi Ayah lagi. Namun, tubuhnya saat ini sulit untuk melindungi dirinya sendiri, mana mungkin memiliki kekuatan untuk melahirkan anak!
Yanto berbalik melancarkan tinjunya di dinding, jengkel karena dirinya lepas kendali, menyalahkan dirinya sendiri tidak seharusnya membuat Tina hamil.
Dokter berkata dengan Yanto: "Tuan, berdasarkan kondisi Istri Anda saat ini, ada dua pilihan perawatan. Pertama, melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan apakah tumornya jinak atau ganas. Terlepas dari jinak atau ganas, pada operasi awal, baik untuk tubuh pasien dan masa depan pasien ke depannya. Tentu saja, dengan pilihan ini, anak ini pasti tidak bisa dilahirkan. Yang kedua adalah untuk sementara melindungi sang anak. Dengan pengamatan yang ketat terhadap tumor. Jika tumor ini tidak memiliki perubahan, ketika anak ini lahir, pilih operasi caesar, angkat tumor bersama-sama. "
Yanto bertanya: "Dokter, menurut pengalamanmu, harus memilih yang pertama atau yang kedua?"
Dokter berkata: "Tentu saja aku merekomendasikan yang pertama. Jika tumornya jinak, mengangkat satu ovarium, istrimu masih memiliki 50% kemungkinan untuk hamil. Jika ganas, dia dapat memperpanjang hidupnya hingga batas yang lebih besar. Yang kedua sama saja dengan berjudi dengan nyawanya."
Yanto hampir tanpa ragu, langsung memutuskan: "Aku memilih rencana perawatan pertama, tapi tolong jangan katakan padanya bahwa dia hamil."
Yanto keluar dari kantor dokter, Tina menoleh memandangnya, ekspresinya masih sedingin biasanya, tidak terlihat ekspresi bahagia atau marah.
Tina tahu hasilnya, duduk dengan sangat tenang.
Deco dan Hendra menatap Yanto bersama-sama. Yanto berusaha berbicara serileks mungkin: "Dokter mengatakan bahwa tumornya tidak besar, akan melakukan langkah berikutnya secepat mungkin, mengatur operasinya sesegera mungkin."
Deco mendongakkan kepalanya: "Paman, jika Ibuku beroperasi, apakah sakitnya akan sembuh?"
Yanto menggendong Deco: "Ya, Dokter berkata demikian. Deco, ingatkah bahwa Paman memberitahumu bahwa ada semacam keberuntungan di dunia yang disebut keajaiban."
Deco menganggukkan kepalanya, matanya penuh dengan harapan akan keajaiban.
Ketika sampai di rumah dan makan malam, Tina membawa Deco pergi tidur. Tina sangat lelah, Deco juga akhirnya bisa tidur nyenyak.
Hendra datang ke kamar Yanto, Yanto masih belum tidur, kamarnya penuh asap. Hendra mengambil rokok yang ada di tangan Yanto dan mematikannya: "Kak, jangan merokok lagi, tidak baik untuk kesehatanmu."
Yanto menoleh menatap Hendra: "Hendra, sudah larut, apa ada masalah kamu tidak tidur dan mencariku?"
Hendra mengangguk, menyerahkan sebuah dokumen kepada Yanto: "Kak, aku sudah menandatanganinya."
Yanto tidak mengambilnya, tetapi bangkit dan berjalan ke jendela, membuka jendela: "Hendra, aku tidak akan membaca dokumen itu, kamu dapat menangani urusan perusahaan sendiri."
Hendra melihat sosok belakang Kakaknya yang berdiri di depan jendela, diam-diam meletakkan dokumen itu di meja samping ranjang.
"Kak, kamu baru saja kembali beristirahat dengan baik, rawatlah dengan baik Tina dan Deco. Masalah perusahaan, aku akan menanganinya dengan baik."
Hendra pergi, menutup pintu dengan pelan.
Meskipun Yanto membawa Tina kembali, meskipun dia sudah memutuskan untuk mengabaikan segalanya, tetapi ketika berhadapan dengan adiknya, masih penuh dengan rasa bersalah. Masih tidak berani menatap langsung ke mata adiknya. Pada saat itu, menggandeng adiknya yang berusia 12 tahun, bersumpah di depan makam kedua orangtuanya, seumur hidupnya dia akan memberikan yang terbaik untuk adiknya, tidak akan membiarkan adiknya menderita sedikitpun. Namun dia malah menyukai wanita yang dicintai adiknya, dan juga melahirkan seorang anak, dan dengan tidak tahu malunya mengambil kepemilikan dirinya.
Angin di tengah malam memenuhi kamar, untuk waktu yang lama, Yanto baru menutup jendela, ingin melihat Ibu dan anak itu. Ketika melewati ranjang, menatap sekilas, alisnya berkerut.
Novel Terkait
Dark Love
Angel VeronicaUnplanned Marriage
MargeryAku bukan menantu sampah
Stiw boySiswi Yang Lembut
Purn. Kenzi KusyadiCinta Seorang CEO Arogan
MedellineThis Isn't Love
YuyuAfter Met You
AmardaCinta Yang Terlarang×
- Bab 1 Siapa Yang Menidurinya
- Bab 2 Kemarin Malam Sangat Lelah
- Bab 3 Racun Yang Lembut
- Bab 4 Kakak, Kamu Tidak Rugi
- Bab 5 Keinginan Yang Membuat Ketagihan
- Bab 6 Orang Di Malam Hari Adalah Kakak?
- Bab 7 Kamu, Sudah Hamil
- Bab 8 Ini Adalah Ahli Waris
- Bab 9 Perkataan Berbeda Di Depan Dan Belakang
- Bab 10 Dia Hanya Biadab Dan Kasar
- Bab 11 Ini Adalah Rahasia Tersembunyi
- Bab 12 Insiden Terkuak
- Bab 13 Siapa Yang Membunuh Ibu
- Bab 14 Anak Yang Membuat Orang Kesal Dan Juga Sayang
- Bab 15 Dia, Akan Menikah
- Bab 16 Pingsan
- Bab 17 Membawamu Mencari Ayah
- Bab 18 Dia, Kembali
- Bab 19 Suamiku, Aku Menjemputmu Pulang
- Bab 20 Kamu Adalah Kakak Ipar Bukan
- Bab 21 Manusia Adalah Makhluk Yang Paling Bimbang
- Bab 22 Kakak, Aku Ingin Pindah
- Bab 23 Istrimu Sangat Cantik
- Bab 24 Kakak, Apakah Kamu Mencintai Jinny?
- Bab 25 Menjadi Gila Demi Cinta
- Bab 26 Hal Tabu Bersama
- Bab 27 Jurang Kehancuran
- Bab 28 Ibu, Apa Kamu Sakit?
- Bab 29 Pelukan Yang Terlambat 5 Tahun
- Bab 30 Terima Kasih Dan Maaf
- Bab 31 Satu Keluarga Bertiga, Hidup Tenang
- Bab 32 Kesengajaan Jinny
- Bab 33 Mengapa Menikah Dengan Wanita Yang Tidak Kamu Sukai?
- Bab 34 Sangat Merindukannya
- Bab 35 Serangan Sakit
- Bab 36 Kamu Menaiki Ranjang Kakakmu
- Bab 37 Sebaiknya Kamu Jangan Macam-Macam Denganku
- Bab 38 Jinny, Mari Kita Buat Kesepakatan
- Bab 39 Sekali Lagi Menghilang
- Bab 40 Mati Dengan Layak
- Bab 41 Melarikan Diri Dari Kematian
- Bab 42 Tanah Yang Indah
- Bab 43 Dia Hamil Lagi
- Bab 44 Aku Memilih Yang Pertama
- Bab 45 Kami Sudah Bercerai
- Bab 46 Ini Adalah Karma
- Bab 47 Lepaskan Aku, Aku Tidak Ingin Disuntik
- Bab 48 Masih Bisa Menjadi Seperti Teman
- Bab 49 Ada Semacam Keberuntungan Yang Disebut Keajaiban