Cinta Yang Terlarang - Bab 28 Ibu, Apa Kamu Sakit?
Bab 28 Ibu, Apa Kamu Sakit?
Ketika dua orang itu kembali ke perusahaan, tidak ada seorang pun di mobil yang berbicara, masih lagu yang sama yang diputar yaitu lagu Rene Liu "Menjadi gila demi cinta."
Kantor, Deco sudah lama terbangun. Dia tidak suka bermain dengan sekretaris, terus lanjut membaca buku. Sebuah buku yang sangat tebal itu sudah dibaca setengahnya.
Ketika Deco melihat Ibu dan Pamannya kembali ke perusahaan, dia meletakkan buku itu kemudian bertanya: "Ibu, kenapa matamu merah?"
Tina tidak berani memberitahu putranya bahwa dia dan Ayah kandungnya telah berselingkuh, jadi dia menjawab: "Aku pergi melihat Nenek dan Kakekmu."
Deco memiringkan kepalanya: "Bukankah Kakek dan Nenek sudah meninggal?"
Tina mengangguk: "Ya, Kakek dan Nenek telah meninggal. Ayo pergi, kita harus pulang, jangan mengganggu Pamanmu bekerja."
Deco dengan patuh mengikuti Tina pergi, sampai di pintu dia masih tidak lupa untuk menoleh dan melambaikan tangan pada Yanto: "Paman, bye-bye."
Yanto memandangi wanitanya menggandeng putranya pergi, berbalik badan, menggertakkan giginya dengan erat. Setiap kali dia selalu melihat mereka pergi, semakin menjauh dari dirinya.
Ponsel berdering, Jinny yang menelepon. Yanto menunggu hingga ponsel itu berdering selama 20 detik baru mengangkatnya: "Ada apa."
"Yanto, toko bridal meneleponku, gaun pengantin dan jas yang telah kita pesan sudah sampai. Jadi kita akan mencoba gaun pengantin besok." Jinny berbicara dengan manja di telepon.
"Aku sangat sibuk, kamu bisa melakukannya sendiri."
" Yanto, lalu bajumu ..."
"Sudahlah, begitu saja, aku sedang rapat." Yanto menutup telepon, lalu melemparkan ponselnya jauh-jauh.
Malam hari, Tina berdiri di depan cermin kamar mandi, mengulurkan tangan untuk menyentuh jejak yang ada di tubuhnya di cermin. Menutup mata, seolah tubuh panas itu masih memeluk dirinya erat-erat.
Yanto, terima kasih.
Aku sudah puas, sungguh, aku tidak akan mengharapkan apa-aoa lagi, juga tidak akan mengeluh tentang ketidakadilan Tuhan. Tuhan sebenarnya ... sangat adil.
Mengenakan piyama kemudian keluar, berjalan ke ranjang kemudian memeluk putranya. Melihat putranya ternyata sedang melihat ponselnya, ekspresinya sangat serius, alisnya yang kecil mengerut seperti akan menangis.
Tina tidak mengerti, di dalam ingatannya putranya itu sejak kecil hingga besar tampaknya belum pernah menangis. Bahkan ketika sedang pemeriksaan medis, ketika anak-anak lain menangis dan berteriak sangat kencang, dia pergi ke bagian pengumpulan darah sendiri, menggulung lengan bajunya sendiri.
"Deco, apa yang kamu lihat?" Tina membuka selimut, mendekatkan kepalanya.
Matanya tiba-tiba menegang, mengulurkan tangan untuk meraih ponsel.
Deco menoleh menatap Ibunya, matanya yang hitam itu ditutupi dengan air mata: "Ibu, apakah kamu mengidap penyakit yang sangat serius?"
Tina berusaha untuk menyembunyikan: "Ti, tidak, tidak tahu siapa yang mengirim informasi ini, dia salah kirim."
"Ibu, jangan bohongi aku. Apa kamu menganggapku anak kecil?"
"..."
Bukankah bocah ini memang anak kecil?
"Ibu, rumah sakit ini adalah rumah sakit tempat aku menjalani pemeriksaan medis, ini juga rumah sakit tempat di mana kamu pingsan. Dokter ini adalah dokter yang waktu itu menyelamatkanmu, aku telah melihat lencana di jasnya. Dia baru saja mengirim pesan kepadamu ketika kamu sedang mandi, menanyakan mengapa kamu tidak meminta surat prosedur untuk pindah rumah sakit, juga mengatakan bahwa penyakitmu tidak boleh ditunda, kamu harus dioperasi secepat mungkin. Ibu, kamu kenapa?"
Deco meggoyangkan tangan Ibunya, air mata di pelupuk matanya akhirnya tidak bisa ditahan, menjadi serangkaian tetesan air.
Tina selalu mengganggap putranya sebagai anak kecil, tetapi sekarang dia melihat, putranya tampaknya telah dewasa.
Tina memeluk putranya, berusaha tersenyum: "Deco, Ibu sakit. Tapi jangan menangis, orang-orang bisa sakit. Kamu lihat di rumah sakit penuh dengan orang, bukankah karena mereka sakit?"
Deco mendongak, dengan serak bertanya: "Ibu, apa kamu akan mati?"
Tina tersenyum: "Semua orang pasti akan mati, bahkan jika tidak sakit, juga bisa menua. Orang dilahirkan untuk pergi ke tujuan yang disebut kematian. Hanya saja ada beberapa orang yang memiliki jalan panjang, beberapa orang memiliki jalan yang sangat pendek. Jalan Ibu adalah jalan yang pendek. Tapi Ibu tidak takut, karena Ibu punya Deco, karena Ibuku pernah memiliki hal yang sangat bahagia."
Novel Terkait
Pengantin Baruku
FebiCinta Di Balik Awan
KellyPenyucian Pernikahan
Glen ValoraAfter The End
Selena BeeMendadak Kaya Raya
Tirta ArdaniAkibat Pernikahan Dini
CintiaAnak Sultan Super
Tristan XuHidden Son-in-Law
Andy LeeCinta Yang Terlarang×
- Bab 1 Siapa Yang Menidurinya
- Bab 2 Kemarin Malam Sangat Lelah
- Bab 3 Racun Yang Lembut
- Bab 4 Kakak, Kamu Tidak Rugi
- Bab 5 Keinginan Yang Membuat Ketagihan
- Bab 6 Orang Di Malam Hari Adalah Kakak?
- Bab 7 Kamu, Sudah Hamil
- Bab 8 Ini Adalah Ahli Waris
- Bab 9 Perkataan Berbeda Di Depan Dan Belakang
- Bab 10 Dia Hanya Biadab Dan Kasar
- Bab 11 Ini Adalah Rahasia Tersembunyi
- Bab 12 Insiden Terkuak
- Bab 13 Siapa Yang Membunuh Ibu
- Bab 14 Anak Yang Membuat Orang Kesal Dan Juga Sayang
- Bab 15 Dia, Akan Menikah
- Bab 16 Pingsan
- Bab 17 Membawamu Mencari Ayah
- Bab 18 Dia, Kembali
- Bab 19 Suamiku, Aku Menjemputmu Pulang
- Bab 20 Kamu Adalah Kakak Ipar Bukan
- Bab 21 Manusia Adalah Makhluk Yang Paling Bimbang
- Bab 22 Kakak, Aku Ingin Pindah
- Bab 23 Istrimu Sangat Cantik
- Bab 24 Kakak, Apakah Kamu Mencintai Jinny?
- Bab 25 Menjadi Gila Demi Cinta
- Bab 26 Hal Tabu Bersama
- Bab 27 Jurang Kehancuran
- Bab 28 Ibu, Apa Kamu Sakit?
- Bab 29 Pelukan Yang Terlambat 5 Tahun
- Bab 30 Terima Kasih Dan Maaf
- Bab 31 Satu Keluarga Bertiga, Hidup Tenang
- Bab 32 Kesengajaan Jinny
- Bab 33 Mengapa Menikah Dengan Wanita Yang Tidak Kamu Sukai?
- Bab 34 Sangat Merindukannya
- Bab 35 Serangan Sakit
- Bab 36 Kamu Menaiki Ranjang Kakakmu
- Bab 37 Sebaiknya Kamu Jangan Macam-Macam Denganku
- Bab 38 Jinny, Mari Kita Buat Kesepakatan
- Bab 39 Sekali Lagi Menghilang
- Bab 40 Mati Dengan Layak
- Bab 41 Melarikan Diri Dari Kematian
- Bab 42 Tanah Yang Indah
- Bab 43 Dia Hamil Lagi
- Bab 44 Aku Memilih Yang Pertama
- Bab 45 Kami Sudah Bercerai
- Bab 46 Ini Adalah Karma
- Bab 47 Lepaskan Aku, Aku Tidak Ingin Disuntik
- Bab 48 Masih Bisa Menjadi Seperti Teman
- Bab 49 Ada Semacam Keberuntungan Yang Disebut Keajaiban