Wanita Yang Terbaik - Bab 25 Telah Dikalahkan Oleh Kenyataan

Saat kuliah, kami bertiga sangat hebat dalam berkelahi, tapi semua tidak akan berinisiatif mencari masalah, sudah berlalu selama bertahun-tahun, kami masih bisa kumpul bersama dan berkelahi dengan orang lain, kesempatan seperti ini sungguh sulit didapatkan.

Untuk mengenang sejenak, aku membangkitkan semangat bertarung, setelah dengan cepat menendang salah satu orang diantara mereka, berlari ke hadapan pemimpin itu, maju ke depan langsung tendang, hanya melihat dia dalam sekejap terbang hingga puluhan meter jauhnya, jatuh ke lantai.

Tidak menunggu dia berdiri lagi, aku langsung menginjak kepalanya.

“Hentikan, bos kalian ada di tanganku, aku lihat siapa yang berani bertindak sembarangan!”

Aku berteriak pada para preman yang sedang bertarung dengan Deddy dan Ipank.

Sekelompok orang itu berbalik dan melihat pemandangan ini dalam sekejap tercengang.

“Sialan semuanya untuk apa tercengang, cepat habisi mereka!”

Pemimpin preman itu masih merasa tidak rela dan berteriak.

“Mulut masih tidak mau kalah, aku akan menghabisimu duluan!”

Aku sambil bicara langsung ingin menendangnya.

“Sudahlah, Hanif, serahkan dia padaku saja.” Ipank berjalan ke arahku sambil mengatakannya.

Aku masih kesal dengan tampangnya yang lemah tadi, tidak ingin mempedulikannya, tapi tetap mendengarkan kata-katanya, mengampuni pemimpin preman pembuat onar ini.

Memindahkan kaki yang menginjak kepalanya, lalu berjalan ke samping Deddy.

Dalam hati merasa tidak rela, apalagi barusan saat melihat tampang Ipank yang begitu merendahkan diri, benar-benar membuat orang merasa kesal sekali.

Hari ini jika aku dan Deddy tidak datang, masih tidak tahu kalau dia hidup bagaikan pengecut.

“Kamu pergi saja, kelak jangan sampai aku melihatmu lagi.”

Hanya melihat Ipank berbicara sambil memapah pemimpin pembuat onar itu berdiri.

“Apa? Membiarkan dia pergi begitu saja? Barusan dia menyiksamu hingga seperti itu, kamu……baiknya aku mengatakan apa padamu, tidak bisa, tidak boleh melepaskan dia, setidaknya suruh dia minta maaf padamu.” Aku merasa tidak rela sambil mengatakannya.

Pada saat ini sepertinya Deddy melihat sesuatu, bergegas menutup mulutku, sambil tersenyum berkata pada Ipank : “Jangan hiraukan dia, dia sudah masuk.”

“Huh, kalian tunggu saja.”

Pemimpin preman melototi Ipank sejenak, membawa para preman itu pergi.

Tapi aku malah merasa tidak rela, membiarkan mereka pergi begitu saja, sungguh terlalu enak bagi mereka.

Meskipun kami sudah memasuki usia dewasa, tapi ketika menghadapi penghinaan semacam ini, apakah harus menahannya?

Sudah berubah, semua sudah berubah.

Ini bukan Ipank yang aku kenal!

……

“Kalian berdua tidak apa-apa bukan?” Setelah sekelompok preman itu pergi, Ipank baru berjalan ke arah kami, sangat sungkan sekali.

“Tidak apa-apa, membereskan beberapa orang ini hanya hal sepele.” Deddy berkata sambil tersenyum.

Aku tetap mengabaikannya, memalingkan wajah ke samping, situasi canggung sekali.

Agar mencairkan suasana canggung, Deddy mendorongku sebentar, tapi disingkirkan olehku.

Iya, aku memang setia, tapi karena hal ini juga, aku merasa sangat marah, Ipank sudah bukan Ipank yang dulu lagi, orang yang berdiri di hadapanku seperti orang asing saja, orang asing yang sangat tidak berguna.

“Jangan menghiraukan dia, akhir-akhir ini dia sedang stres, jadi sifatnya tidak terlalu baik.”

Deddy menertawakan diri sendiri, akhirnya melihat wajahku dan Ipank sangat suram, wajah juga perlahan mulai terkulai.

Hanya begini, awalnya tiga tamu “murahan” yang selalu kompak dalam bertarung, seketika saling bersikap dingin.

Pada saat ini, seorang pria paruh baya yang berperut besar dan mengenakan jas sedang berjalan mendekat, mendadak dorong Ipank dari belakang.

“ Ipank, aku lihat kamu adalah orang yang berbakat, aku berbaik hati menerimamu menyanyi di sini, tapi kamu coba lihat, sekarang kamu sudah membuat bar menjadi seperti apa, pergi, pergi, pergi, segera bawa orang-orangmu pergi dari sini!”

“Bos, aku tahu aku yang salah, mohon padamu, beri aku kesempatan sekali lagi, aku benar-benar membutuhkan pekerjaan ini.”

“Kamu telah menyinggung orang-orang Bang Keling, masih berpikir ingin terus bertahan di bar ini? Sebelum kemarahanku benar-benar meledak, cepat pergi!”

Bang Keling yang dia katakan, sepertinya aku pernah dengar Bang Dog mengungkitnya, katanya dia orang yang bersifat kejam.

Tidak peduli siapa dia, hanya melihat tampang Ipank yang begitu merendahkan diri, aku langsung kesal.

“Sialan, kamu kalau bicara bisa lebih sopan sedikit, apakah ingin sama dengan orang-orang itu?” Aku melototi pemilik bar sejenak, mengulurkan tinju yang dikepal erat, mengeluarkan bunyi gemerisik.

Bos ini benar-benar penakut, hanya karena satu tinjuku sudah ketakutan hingga tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun.

“ Hanif, jangan seperti ini, kalian sudah membantuku, selanjutnya biar aku sendiri saja, aku berharap bisa menyelesaikannya sendiri.” Ipank melihatku sejenak sambil mengatakannya.

Sial, menganggapku terlalu suka ikut campur? Kamu pikir aku bersedia ikut campur urusanmu? Jika kamu bukan sahabatku, tadi aku pasti hanya melihat para preman itu menghabisimu.

“Kamu brengsek!”

“Kamu pikir aku ingin ikut campur urusanmu?”

“Kemana sifat setia dan tulusmu yang dulu? Di mana harga dirimu? Di mana rasa banggamu?”

“Apakah kamu tidak merasa tertekan hanya hidup dengan merendahkan diri sendiri?”

Aku marah sekali, maju ke depan menarik kerah bajunya, benar-benar hilang kendali tanpa mempertimbangkan perasaan antara sahabat, meninjunya dengan kejam.

Deddy berdiri di samping, merasa agak canggung, tidak tahu harus bagaimana maju untuk menghentikannya.

Sedangkan aku, malah karena satu tinju ini, dalam hati terasa berantakan sebentar.

Terpikir tinjuku ini selalu untuk memukul orang jahat, tapi hari ini, aku malah dipukulkan ke wajah sahabat terbaikku.

Sakit hati, itu sudah pasti.

Tapi bagaimana dengan semua itu, aku rela menahan rasa sakit, untuk memukulnya hingga sadar.

"Hahaha......."

Tiba-tiba Ipank mulai tertawa keras, tapi membuatku merasa semakin marah.

Mengerti kalau dia sudah tidak akan bisa berubah lagi, aku berbuat seperti ini, semuanya hanya sia-sia saja.

Impiannya telah menyebabkan sekarang dia hidup tanpa semangat dan tertekan.

Sangat menyedihkan, tapi lucu.

Jika memungkinkan, pada waktu itu aku akan membujuk dan menghentikannya terjun ke industri musik.

Tapi melihat diriku sendiri, sebagai orang yang sudah akan mati, bukankah sama juga, tidak memiliki apa pun?

Hidup, mengapa kamu tidak melepaskan generasi kami ini?

"Sialan, aku akan membuatmu tertawa!”

Aku mengertakkan gigi, penuh amarah mengepalkan tangan, langsung ingin dipukulkan ke wajahnya.

Ipank memejamkan mata, di bawah penampilan yang sudah menua, tampaknya penuh dengan kepedihan yang tak tertahankan.

Seketika, hatiku melemah.

Aku mulai mengerti, bukan Ipank yang berubah, melainkan telah dikalahkan oleh kenyataan.

Dia adalah orang yang memiliki impian, demi impiannya, walaupun benar-benar harus menanggung beberapa hal yang merendahkan diri, juga merasa pantas.

Aku pikir, sebagai sahabatnya seharusnya aku mengerti dia.

“Urus sendiri masalahmu dengan benar.”

Aku melepaskan kerah bajunya, berbalik dengan wajah suram, “ Deddy, kita pergi.”

“Oh.” Deddy menjawab sepatah lalu ikut bersamaku berjalan ke pintu keluar.

Malam yang indah penuh warna, jalan komersial ini, secara bertahap juga sudah memasuki masa kejayaannya.

Aku dan Deddy satu orang sebatang rokok, awalnya berencana untuk pulang, tapi setelah berpikir teliti, merasa khawatir terhadap Ipank.

Dia telah menyinggung perasaan bosnya, sudah pasti akan dipecat.

Sebagai sahabatnya, tentu saja tidak tega melihat dia demi impian, menjalani kehidupan seperti gelandangan.

Meraba saku celana, masih ada dua juta lebih, tapi jauh dari kata cukup, hanya bisa pinjam dengan Deddy lagi.

“ Deddy, kamu bawa berapa banyak uang tunai?” Aku bertanya.

Deddy meraba-raba, lalu mengeluarkan setumpuk uang, kelihatannya sekitar tujuh atau delapan juta.

“Apakah cukup? Jika tidak cukup aku pergi ambil lagi.”

“Sudah cukup, anggap saja uang ini aku pinjam padamu, tolong nanti saat Ipank keluar, serahkan semua uang ini padanya, beritahu dia, aku selalu menjadi sahabat terbaiknya.”

Deddy menghela nafas karena merasa repot, tampaknya merasa kehabisan kata-kata terhadap diriku.

Tapi tetap menyetujuinya, turun dari mobil, berjalan ke arah bar.

Kebetulan sekali langsung bertemu Ipank, karena mobil berjarak agak jauh dari bar, apa yang mereka berdua katakan aku juga tidak jelas. Jadi aku hanya bisa melihat ke belakang melalui jendela mobil, melihat Deddy menyerahkan uang ke telapak tangannya, setelah ngobrol sejenak dengannya, lalu berjalan ke arah mobil.

Novel Terkait

The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
4 tahun yang lalu
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
5 tahun yang lalu
Hidden Son-in-Law

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu