Wanita Yang Terbaik - Bab 16 Tamu Tak Diundang

Datang ke loket pembayaran di aula, aku bertanya butuh berapa biaya untuk rawat inap, hasilnya dalam sekejap aku merasa runtuh.

Berbagai macam pemeriksaan, ditambah biaya rawat inap setengah bulan, totalnya lebih dari 20 juta.

Dari mana aku mendapatkan uang sebanyak ini?

Tidak mungkin menggunakan uang hasil jerih payah istri bukan, kalau seperti itu apakah aku masih seorang pria? Meskipun tidak ada jalan keluar lagi, aku juga tidak akan berbuat seperti itu.

Apa lagi, aku merasa malu untuk mengatakan semua ini.

“Kalau tidak begini saja, kamu bantu aku urus prosedurnya dulu, mengenai uang, aku jamin besok pagi sudah diserahkan padamu.”

Aku jarang sekali berbicara dengan nada memohon.

“Tidak ada uang? Tidak ada uang untuk apa masuk masuk rumah sakit, cepat sana pergi, pergi.”

Orang tua yang ada di seberang jendela, berbicara sambil melambaikan tangan dengan wajah tidak senang.

Tapi aku tidak peduli, tetap berdiri di sana dan mengucapkan kata-kata baik.

Orang tua itu menggunakan kaca mata baca, berjalan ke arahku dengan wajah yang sangat mengerikan, “Tidak mau pergi ya? Percaya tidak, aku akan menyuruh petugas keamanan ke sini untuk memukulmu!”

“Apa yang kamu katakan!”

Aku langsung meraih kerah bajunya dan berteriak padanya.

Jika bukan karena dia sudah tua, aku akan langsung meninjunya.

Pak tua ketakutan hingga kaki juga lemas, tidak berani berbicara lebih banyak lagi, mulai berbicara dengan nada baik: “Adik, bukannya aku tidak bersedia membantu, melainkan di rumah sakit sudah ada ketetapan yang jelas, aku juga demi menjaga pekerjaanku, aku masih harus menafkahi keluarga, tidak boleh sampai kehilangan pekerjaan ini.”

Pada saat ini, hatiku juga melunak.

Ada pepatah yang mengatakan orang yang terlihat menyebalkan pasti ada sisi menyedihkan juga, mungkin maksudnya adalah orang semacam ini.

Tapi kata-kata orang semacam inilah yang benar-benar menyadarkanku.

Baru sadar, aku dan dia adalah orang yang sama, demi mencari nafkah, mau tidak mau harus menggunakan topeng untuk menyamar sebagai wajah yang berbeda, mau dikatakan munafik atau menjijikkan juga boleh, kami adalah budak rendah dalam masyarakat, seringkali, penuh dengan ketidakberdayaan…….

“Sudahlah, jangan cerewet lagi, aku juga tidak melakukan apa-apa padamu, apa yang kamu takutkan!”

Aku melepaskan dia, merasa sedikit tidak berdaya dan berbalik, berjalan keluar aula utama.

“Huh.”

Di bawah cahaya lampu yang agak redup, aku seorang diri sambil merokok jongkok di tangga depan pintu aula utama, penuh keraguan menghela nafas.

Menekan daftar nomor telepon yang ada di ponsel, lama sekali masih tidak tahu harus menelepon siapa.

Bang Dog selalu mengatakan aku adalah sahabat baiknya dan akan selalu berada di depanku, tapi kenyataannya, hanya memanfaatkanku untuk melakukan sesuatu untuknya.

Selain Deddy, yang lain semuanya adalah teman kuliah yang sudah lama tidak saling kontak, mungkin mereka sudah lama melupakanku.

Jadi, Deddy adalah satu-satunya orang yang bisa aku andalkan.

Hanya berdasarkan aku dan dia adalah hubungan sahabat baik, dia pasti akan setuju jika aku pinjam uang padanya.

Oleh karena itu aku meneleponnya, hasilnya, diangkat dalam hitungan detik.

“ Deddy, kirimkan aku uang lagi bisa?”

“Kamu mau buat apa, jika untuk berjudi, aku tidak akan meminjamkannya, bukannya aku menceramahimu, sebagai sahabat sangat ingin membantumu, tapi perjudian itu adalah jurang tanpa dasar, pada akhirnya bukan hanya tidak bisa mendapatkan uang, sebaliknya malah mencelakaimu.”

“Jangan cerewet lagi, untuk keperluan mendesak.”

Tidak ingin membiarkan Deddy tahu bahwa aku hilang kendali dan memukul Milka.

Di seberang telepon ragu beberapa detik.

“Baiklah.”

……

Aku membawa uang dua puluh juta yang dikirimkan Deddy padaku, ke loket pembayaran untuk mengurus prosedur rawat inap, setelah itu membeli beberapa keperluan sehari-hari dan suplemen nutrisi, datang ke bangsal yang ditempati Milka.

Begitu mendorong pintu langsung melihat istriku Milka sudah bangun, setelah melihatku dengan wajahnya yang pucat pasi, wajahnya segera menunjukkan ekspresi marah, lalu memalingkan wajah ke samping.

“Untuk apa kamu ke sini?”

“Istriku, aku yang salah, bolehkah kamu memaafkanku? Kamu lihat semua yang aku belikan untukmu ini……”

Aku berjalan ke sana, mengeluarkan buah yang paling disukainya dan diberikan padanya, agar dia bisa lebih senang.

Tapi tidak menyangka dia bahkan tidak melihatnya, juga tidak bicara denganku, membuat hatiku merasa cemas dan tidak nyaman.

“Istriku, jika kamu benar-benar masih marah, maka pukul saja aku dengan keras.”

Aku selesai bicara, berpenampilan seperti bajingan meraih tangannya untuk memukul wajahku.

Begitu istriku Milka lihat sudah hampir memukul wajahku, dia segera memindahkan tangannya ke samping.

“Kamu pergi saja, biarkan aku menenangkan diri.”

Aku melihat dia tidak makan dan minum, wajah juga terlihat lemah sekali, sungguh merasa menyesal sekali, pada saat bersamaan juga ada keegoisan diri sendiri, khawatir jika pergi begitu saja, akan diambil lebih dulu oleh pria lain.

Lagipula, apa yang dikatakan Deddy padaku tadi siang, sangat bisa diandalkan.

“Aku tidak mau pergi, harus tetap berada di sini untuk menjagamu.”

Duduk di samping ranjang, menunggu amarahnya reda, baru baik-baik membujuknya, apalagi masih ada putra kecil di sini, aku harus menjaga citra pria baikku yang ada dalam hatinya.

“Baik, jika kamu tetap mau berada di sini, aku akan membawa putra kecil pergi.” Istriku berkata.

Dia selalu bersifat keras dan kuat, meskipun selama bertahun-tahun ini selalu mengalah padaku, tapi kali ini, dia malah berubah menjadi begitu kejam.

Aku juga sangat tidak berdaya.

Di saat belum jelas apa hubungan dia dan bos itu, aku tetap mau berubah demi dia.

Tidak seharusnya berprasangka buruk sembarangan, juga tidak boleh mudah percaya dengan kata-kata orang lain.

Tapi, hubungan Deddy dan aku begitu baik, tidak ada alasan dia membohongiku.

Dalam sekejap, aku ke depan memegangnya, melihatnya dengan kedua mata yang berbinar-binar sambil mengatakan:

“Istriku, apakah kamu mau aku berlutut padamu?”

Aku tahu, bagaimanapun dia hanya seorang wanita, bermulut tajam tapi berhati lembut, asalkan menggunakan perasaan, aku percaya dia pasti akan memaafkanku.

Hanya melihat istriku ragu-ragu sejenak, mengerucutkan bibir lalu berbalik dan duduk kembali ke ranjang.

“Aku bisa memaafkanmu, tapi kamu harus berjanji padaku, kelak selamanya tidak boleh ikut campur dalam pekerjaanku, coba kamu pikir-pikir, awalnya keluarga ini memang sudah cukup berantakan, sekarang, kamu berbuat begini tidak tahu sudah mengorbankan berapa banyak uang, rawat inap selama setengah bulan ini, pekerjaanku pasti tertunda lagi, tiba saat itu siapa yang akan memberi makan kamu, memberi makan keluarga yang sudah hancur ini.”

“Aku juga tidak ingin begini, tapi hari ini Deddy telepon memberitahuku, kamu sudah berselingkuh, kamu juga paham dengan sifatku, aku juga hanya bersikap mengikuti kata hati sesaat. Hmm, jika dikatakan, aku sungguh bukan manusia, istriku, kamu pukul aku saja.”

Aku menarik tangan istriku, terus bersikap tidak masuk akal.

Tapi begitu istriku mendengar kata-kata yang aku ucapkan, langsung bertanya di samping telingaku: “Siapa? Deddy? kamu bahkan percaya dengan apa yang dia katakan, apakah kamu tidak tahu pada saat kuliah dia juga pernah mengejarku? Sejak aku bersamamu, dia selalu merasa tidak rela, kali ini pasti ingin memisahkan kita, baru sengaja berkata seperti itu.”

Kata-kata istri menyadarkanku.

Yang dia katakan benar, saat kuliah Deddy memang pernah memiliki perasaan kepada istriku, aku juga tahu hal ini, selain itu, dia melakukan sesuatu juga tidak ada awal dan akhirnya, aku menyuruh dia kirimkan foto, tapi dia tidak mau, jangan-jangan memang seperti yang istriku katakan, sengaja menghasut?

Aku agak kebingungan, tidak tahu harus percaya dengan kata-kata siapa.

Tapi saat ini istriku benar-benar tidak boleh marah, jika aku tidak ada habisnya terus bertanya tentang masalah dia dan bos di perusahaan, maka dia benar-benar tidak berperasaan.

……

“Baik, aku janji padamu.”

Aku tersenyum mengatakannya.

Kemudian mengambil beberapa makanan dan menyuapinya.

Alhasil, istri belum sempat makan, dari depan pintu terdengar suara langkah kaki tamu tak diundang.

Novel Terkait

The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
My Secret Love

My Secret Love

Fang Fang
Romantis
5 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
3 tahun yang lalu
My Lifetime

My Lifetime

Devina
Percintaan
3 tahun yang lalu
Mr Huo’s Sweetpie

Mr Huo’s Sweetpie

Ellya
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
4 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu