Wanita Yang Terbaik - Bab 19 Menjadi Manusia Sampah

Pada malam itu, aku dan Ipank sama-sama mabuk, semua kerisauan juga menghilang dari tubuh kami yang sebagai anak muda.

Akan tetapi, aku tidak menginap di rumah Ipank, karena aku mesti pergi ke rumah sakit untuk menjaga istri dan anakku, aku mesti berusaha bertahan hidup dan berusaha mencari uang.

Benar sekali, meskipun kehidupan kejam ini terus menyerang padaku, namun aku tetap saja harus pantang menyerah.

Setelah pulang dari rumah Ipank, aku membawa langkah yang terhuyung-huyung untuk berkunjung ke rumah sakit.

Aku berdiri di depan pintu kamar pasien dan memperhatikan keadaan di dalam.

Pada saat ini, Milka tetap saja bereaksi penuh kerisauan, satu tangannya sedang memeluk anak kecil yang tertidur nyenyak di dalam pelukan, satu tangannya lagi sedang memegang ponsel dan terus menghubungiku, hingga akhirnya tidak ada mengangkat teleponnya, reaksi wajahnya juga murung seketika.

“Jangan-jangan Hanif sudah mabuk?”

Aku tahu dia sedang emosi karena diriku yang masih belum kembali juga, namun aku juga menyadari unsur perhatian yang dalam pada reaksi wajahnya.

Aku justru semakin terharu setelah melihat demikian.

Setelah itu aku mendorong pintu dan masuk ke dalam.

“Sayang, aku sudah pulang.”

“Kamu masih tahu pulang ya? Kenapa tidak mengangkat telepon, aku masih mengira…”

“Mengira aku telah membuat masalah ya?”

Aku mengeluarkan suara cegukan lalu berjalan ke arah kasur dengan langkah terhuyung, setelah itu aku menarik tangan Milka dan berkata dengan penuh kasih sayang :”Sayang, ke depannya aku akan terus mencintaimu.”

……

Pada pagi di keesokan harinya, aku bangun di pagi buta dan mengantar anakku ke sekolah.

Setelah itu aku membeli sarapan dan mengantar ke kamar pasien, setelah menyuapkan pada Milka, aku sendiri juga makan sedikit untuk mengisi perutku yang kosong, lalu aku berkata :”Sayang, aku pergi cari kerja ya.”

“Tidak mau tunggu nanti saja ya?”

“Tidak perlu, sebentar lagi sudah waktunya macet, mau interview juga mesti antri."

Aku sengaja beralasan seperti ini kepadanya, sebenarnya sebentar lagi aku akan pergi ke rumah Bang Dog dan menyelesaikan masalah yang telah dijanjikan kepadanya.

Bagaimanapun kali ini adalah kesempatan yang terakhir, aku mesti berhasil dan melunaskan semua utangku pada sebelumnya.

“Baiklah kalau begitu, hati-hati di jalan.”

Setelah meninggalkan rumah sakit, aku mengeluarkan uang empat juta yang diberikan oleh majikan Milka dari saku bajuku.

Bagaimanapun aku tetap saja tidak akan menolak rezeki terhadap uang, tidak ada salahnya juga apabila menerima uang tersebut, namun uang ini bukan kompensasi biaya pengobatan, malahan hanya sekedar uang kompensasi yang memang perlu dibayarkan oleh majikan Milka, cepat atau lambat, aku tetap saja akan menghajar orang tersebut.

Aku menarik selembar uang dan masuk ke dalam sebuah taksi di jalan, setelah itu langsung berkunjung ke rumah Bang Dog.

Tidak lama kemudian, taksi telah berhenti di depan rumah Bang Dog.

Bagaimanapun aku juga pernah bekerja untuk Bang Dog, sehingga lumayan mengerti dengan rutinitas hidupnya.

Biasanya dia akan keluar rumah ketika jam sembilan pagi.

Saat ini waktunya baru jam delapan lewat tiga puluh, tandanya Bang Dog masih berada di rumahnya, namun saat ini aku juga segan untuk masuk ke dalam rumahnya.

Setelah menunggu beberapa saat di depan rumah, Bang Dog yang keluar dari rumah kebetulan bertemu denganku.

“Sobat, ternyata hari ini aktif juga ya.”

Bang Dog langsung menyindirku, namun aku sama sekali tidak peduli.

“ Bang Dog, kamu jangan menertawaiku lagi, obat bius sebelumnya masih ada? Aku sedang butuh.”

Bang Dog tertawa licik dan berkata, “Dasar budak kecil, aku sudah menyisakan untukmu.”

Setelah itu dia memberikan sebungkus barang kepadaku, setelah itu sengaja mengingatkannya :”Ingat, kali ini harus berhasil, tidak mengizinkan kegagalan apapun.”

Aku mengangguk padanya, setelah melihat mobilnya yang pergi meninggalkan tempat, aku menghela nafas lega dan berjalan masuk ke dalam villa Bang Dog.

“Kakak ipar sedang di rumah?”

Aku sambil berjalan sambil bertanya.

“Ada, masuk saja.”

Apabila mengintip melalui jendela, aku dapat melihat Anya yang sedang mencuci muka dengan rambut basah terurai dan mengenakan baju tidur berbahan renda.

Sejak perpisahan pada sebelumnya, aku sebenarnya sangat kasihan terhadap wanita tersebut, namun aku tetap saja harus menyelesaikan perintah Bang Dog kepadaku.

Aku mendorong pintu dan masuk ke dalam rumah, saat ini Anya tetap saja sedang mencuci muka di kamar mandi, pintu kamar mandinya tidak tertutup.

Aku melirik ke arah kamar mandi tersebut, ketika melihat sepasang kaki yang putih dan mulus, tanpa sadarnya aku kepikiran dengan adegan bermesraan bersama dirinya pada hari itu, dalam hatiku sangat gelisah, namun aku tetap mempertahankan sikap sopan santun seorang pria, sehingga langsung menolehkan kepalaku ke arah lainnya.

“Kakak ipar, Bang Dog ada di rumah?”

“Dia sudah keluar.”

Pada saat berbicara, Anya juga telah berjalan keluar. Pada saat melihat orang yang berkunjung adalah diriku, dia langsung menunduk kepalanya.

“Hari itu…”

“Ya, tidak apa-apa, aku mencari Bang Dog untuk membahas sedikit keperluan, kalau dia sudah keluar, aku tunggu saja di sini.”

Aku sengaja mengalihkan pembicaraan, bagaimanapun pada hari itu hanya sekedar berpura-pura saja, dalam hatiku hanya ada Milka, apabila tugas kali ini berhasil dilaksanakan, aku jamin selama hidup ini tidak akan melakukan hal yang begitu tidak berperikemanusiaan lagi.

“Baik, baiklah. Kalau begitu kamu duduk saja, aku siapkan sarapan dulu.”

Setelah selesai berkata, Anya langsung mengenakan celemek dan berjalan masuk ke dalam dapur, lalu menyiapkan sarapan untukku dengan gaya terkesan ahli.

Namun aku malah merasa sangat gelisah dan tidak tenang.

Dikarenakan merasa bersalah, aku ingin memberitahukan kejadian ini kepada wanita yang kasihan ini, namun setelah itu aku merasa ragu lagi.

Kalau begitu bagaimana aku membayar utang yang begitu besar?

Oleh sebab itu aku hanya bisa menyetujui permintaan Bang Dog untuk mengambil foto Anya.

Paling tidak aku hanya perlu menanggung nama pria murahan saja, lagi pula aku sudah akan berubah menjadi sebuah kuburan pada setengah tahun yang akan datang.

Asalkan bisa membahagiakan istri dan mendapatkan uang, aku rela menjadi manusia sampah.

Tidak lama kemudian, Anya berjalan menghampiri dengan menuang dua gelas susu hangat dan beberapa potongan roti, setelah duduk di atas kursi, dia memberikan satu gelasnya kepadaku.

“Ayo, jangan sungkan, makan saja.”

Begitulah gaya hidup orang kaya, bahkan menu sarapan saja juga begitu bergaya barat.

Mungkin saja kalian tidak percaya, sebenarnya aku tidak pernah meminum susu ketika sarapan, dikarenakan aku memiliki uang, sehingga hanya bisa memakan sarapan dengan makanan yang kering.

Pada saat menatap susu hangat di depan mata, aku yang mengidap kanker lambung bahkan langsung merasa sangat berselera.

Akan tetapi tujuan kedatanganku bukan demi makan.

“Kakak ipar, aku tidak terbiasa dengan makanan ini, kamu boleh menyiapkan makanan kering untukku, bagusnya sejenis roti kukus.” Aku berkata.

“Tentu saja bisa, asalkan kamu menyukainya, aku bisa membuat apapun.”

Setelah itu dia berjalan masuk ke dalam dapur dan memulai pekerjaannya.

Sementara diriku malah berniat busuk di saat ini, ketika aku sedang bersiap-siap untuk mencampur obat pemberian Bang Dog, hatiku malahan merasa ragu lagi.

“Wanita yang begitu baik, benar-benar sayang sekali.”

Setelah mengeluh di dalam hati, aku berkeras hati dan mencampur semua obatnya ke dalam susu Anya.

“Semoga ke depannya, kamu dapat memaafkan aku.”

…….

“Roti kukus sudah siap,”

Anya menuangkan roti kukus yang masih hangat dan berjalan menghampiri.

Dia membuka tutup mangkuk untuk mengambil roti kukus di dalamnya, dikarenakan memegang roti kukus yang terasa hangat, sehingga dia meredakannya dengan memegang telinga sendiri, kesannya memang imut sekali.

“Ayo, makan selagi hangat.”

Setelah menyerahkan roti kukus kepadaku, dia mengangkat gelasnya dan meminum susu yang telah bercampur obat.

“Jangan…”

Aku hampir saja akan menghalanginya, namun dia sudah terlanjur meminum susunya.

“ Bang Hanif, kamu mau bilang apa?”

“Tidak, tidak apa-apa.”

Setelah itu kami duduk di atas sofa dan menonton televisi, sejenak kemudian efek obatnya mulai berkhasiat.

Pada detik selanjutnya, Anya telah memperlihatkan kesan terangsang, dia sambil mendesah sambil membuka kancing bajunya, seluruh tubuhnya berbaring lemas di atas sofa, kedua kaki juga merapat dengan erat.

“Apa yang terjadi, aku, aku panas sekali.”

“ Anya, maaf sekali.”

Aku berpikir di dalam hati dan langsung menelan air ludah, setelah itu aku mengulur tangan dan memeluk Anya ke dalam pelukanku, pada saat Anya sedang memperlihatkan reaksi nyatanya, aku mengeluarkan ponsel dan mengambil beberapa foto dirinya.

Novel Terkait

Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Doctor Stranger

Doctor Stranger

Kevin Wong
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Istri kontrakku

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
The Break-up Guru

The Break-up Guru

Jose
18+
4 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu