Wanita Yang Terbaik - Bab 11 Kata-Kata Putra Bungsu

Setelah makan malam, putra bungsu menonton kartun di sofa, aku dan istri masuk ke dapur setelah mengemas mangkok dan piring.

Awalnya aku ingin mencuci, namun kata istriku, seorang pria tidak bisa selalu melakukan pekerjaan wanita, sehingga dia melakukannya.

Aku melihat gerakan terampilnya dan tersenyum.

Melihat putra bungsu sedang menonton film kartun, aku memeluk istriku dari belakang, wajahku menempelnya.

Istriku tersipu dan ingin menyembunyikannya, melihat kearahku seperti ingin menolak.

“Jangan begitu, awas di lihat oleh anak kita. "

Dengan tatapan nakal, aku mencium wajah lembutnya.

"Jangan khawatir, dia sedang menonton film kartun. "

Melihat kembali posisi sofa di pintu, dia menghela nafas, ketika melihat putra bungsunya melihat film dengan serius, kemudian, dia mendorongku dengan malu-malu.

"Meskipun begitu, juga tidak boleh. "

Aku tahu, bahwa dia menolak, melakukan hal tersebut di tempat umum seperti dapur ini,itu sangat sulit baginya,sehingga tanganku menjadi tertib.

Namun aku masih sedikit khawatir, itu, ketika dia keluar kota, aku khawatir.....

Tidak berani memikirkannya, sebagai orang yang akan mati, istri dan anak, adalah harapan satu-satunya dalam hidupku, jika mereka meninggalkanku, aku akan lebih sengsara daripada mati.

Setelah dia selesai mencuci,dan tangannya kosong, aku berhenti sejenak dan berkata : “Istriku. "

"Iya. "

Milka menjawab dan berbalik melihatku : "Ada apa? "

"Itu, bisakah kamu berjanji padaku untuk tidak bepergian kerja keluar kota. "

Aku berkata dengan sedikit terang-terangan.

Tatapan mata istriku Milka tiba-tiba berubah, berubah menjadi sangat aneh dan menatapku dengan curiga dan berkata : "Suamiku, apakah kamu masih tidak mempercayaiku? "

Aku tahu, yang paling penting dalam sebuah hubungan adalah kepercayaan, tetapi melihat istriku dengan bos perusahaannya semakin mendekat, bisakah aku tidak khawatir?

Lagipula aku ini penjudi, mungkin dia sudah tidak menyukaiku dalam hatinya.

Sebagai manusia yang akan mati, meskipun mendapatkan uang 100 juta dari Bang Dog, namun masih tidak bisa berbanding dengan bos perusahaan mereka, mengenai kebahagiaan yang bisa dia berikan untuk Milka, lebih tidak bisa dibandingkan lagi.

Aku tidak tahu, mengapa aku bisa berpikir begitu.

Mungkin ingin mempunyai seorang pasangan yang pasti dan nyaman sebelum meninggal.

Mungkin juga demi keangkuhan diriku sendiri, Milka adalah istriku, tidak peduli apakah aku masih hidup atau tidak, dia adalah wanitaku, aku tidak mengizinkan orang lain mendapatkannya.

Manusia, bahkan menghadapi kematian, juga mempuyai rasa egois mereka sendiri, sungguh konyol.

"Tidak, aku hanya tidak rela, lagipula aku orang yang kasar, bagaimana aku bisa mengurus semua yang ada dirumah setelah kamu pergi? "

Sambil berkata, aku sengaja mendekatinya, berharap mendapatkan jawaban yang aku inginkan.

Milka tersenyum.

"Kamu juga tahu tanpaku, kamu akan seperti gimana? "

Aku tahu kata-kata ini tidak ada maksud untuk meremehkanku, hanya saja tidak enak didengar.

Jika Bang Dog tidak berkata akan menghabisiku, aku masih akan bersikeras dan menghabiskan waktu dengan sia-sia.

Tapi sekarang berbeda.

Aku mulai sedikit khawatir, seperti yang dikatakan istriku, bagaimana aku bisa hidup jika aku meninggalkannya?

Aku jarang memegang tangannya, dengan mata berbinar seperti anak kecil, "Aiyo, istriku yang baik, ayo berjanjilah padaku. "

Milka masih tetap ragu-ragu, akhirnya dia mengabaikan pertanyaanku dengan mengalihkan topik pembicaraan.

"Jangan khawatir, apa yang kamu pikirkan, aku sudah mengurusnya, selama aku bepergian untuk kerja, aku akan meninggalkan sejumlah uang, selama periode ini, kamu hanya perlu makan dan minum dengan baik, beserta menjaga anak kita dengan baik, yang lain tidak usah kamu pikirkan lagi. "

Ketika aku mendengar, dia berkata begitu banyak, tetapi masih tidak berjanji padaku.

Lagipula bepergian kerja adalah urusannya sendiri, aku seorang yang tidak ada kerja, bagaimana aku berhak menahannya?

Itu semua karena aku tidak mampu.

Rasa rendah diriku yang jarang sekali muncul lagi dan mencoba berpikir untuk menahannya dengan cara lain.

Milka tiba-tiba mendorongku dan mengatakan bahwa ada pekerjaan di dapur yang perlu diselesaikan, menyuruhku agar tidak mengganggunya.

Aku tahu bahwa dia sudah bekerja seharian dan capek, sehingga aku tidak pergi mengganggunya lagi.

Dengan kesal menggigit sebatang rokok dan keluar, melihat sekilas anak yang sedang menonton film kartun, ingin mengatakan sesuatu tetapi tidak tahu bagaimana memulainya, akhirnya memilih untuk duduk di ambang pintu dengan linglung sendirian.

Tiba-tiba, pikiranku melayang menuju hari itu ketika aku meninggal.

Apakah istriku akan menangis parah karena kepergianku, apakah putraku akan terpukul karena hal ini, apakah dunia ini akan menangis untukku secara diam-diam?

Kadang-kadang aku berpikir untuk meninggalkan mereka begitu saja, kemudian mencari sebuah tempat yang terpencil dan hidup sendirian.

Tapi, aku tidak bisa melakukannya.

Perasaan adalah sesuatu yang dimiliki semua orang, lagipula, aku bukan orang suci.

Kemudian, muncul sepasang tangan kecil, dalam pandanganku.

Putra bungsuku memeluk punggungku, mengerutkan dahi dan berkata kepadaku, "Papa, akan ada pertemuan orang tua di sekolah besok, apakah kamu akan pergi? "

Dia adalah putraku, apa yang dia mau katakan, pikirkan, aku tahu semuanya, melihat tampangnya yang tertekan, sepertinya bukan pertemuan orang tua yang sederhana.

Dan, aku sepertinya belum pernah pergi ke sekolah dengannya, dengan posisi sebagai orang tuanya?

Tersenyum dan memeluknya dalam pelukan, mengelus kepalanya dan bertanya, "Bocah kecil, mengapa tidak menyuruh mamamu pergi bersamamu? "

Putraku menunduk dan berkata dengan malu, "Mama terlalu sibuk. "

Aku bertanya lagi dengan nada akrab : "Benarkah? "

Anakku, aku tahu, sejak kecil sampai sekarang, ketika berbohong, wajahnya akan sangat merah.

Sekarang, tampaknya dia sedang berbohong.

Melihatku bertanya, putra bungsuku seperti tidak berdaya, menggelengkan kepalanya dan berkata, "Sebenarnya aku berkelahi dengan teman sekelasku di sekolah dan tidak ingin membuat mama marah, sehingga aku berbohong, aku tahu papa paling menyayangiku, papa pasti akan memaafkanku. "

Benar putraku sendiri, bahkan bisa berkelahi tanpa ada yang mengajarinya.

Meskipun merasa sedikit senang dalam hati, namun anak-anak harus dididik sejak dini, jika dia memukul orang tanpa alasan, aku sebagai ayahnya, tentu saja tidak akan memanjanya. Tetapi jika dia di pukul orang lain, aku akan pergi ke sekolahnya.

Bagaimanapun, di matanya, aku adalah ayah yang hebat.

Meskipun beberapa tahun ini aku hidup sia-sia, tapi aku tidak pernah memukul dan memarahi putra bungsuku, aku menyayanginya, juga menyayangi Milka, dia membohongiku dengan kebohongan kecil, tapi bagaimana denganku, aku membohonginya dengan kebohongan yang sangat besar.

Harus dikatakan bahwa, sebagai ayah, aku agak tidak kompeten.

Melihatnya dan bertanya dengan nada tenang, "Mengapa kamu berkelahi? "

"Karena mereka mengatakan bahwa aku anak liar yang tidak mempunyai ayah. "

Mata putra bungsuku menjadi sangat merah, kepalan kecilnya terkepal erat, sepertinya sangat peduli dengan lelucon ini.

Awalnya aku merasa sedikit marah, tetapi setelah memikirkannya dengan teliti, beberapa tahun ini, aku hanya tahu berjudi, tidak pulang ke rumah, kapan aku peduli dengan kehidupan putra bungsuku?

Ya, sebagai seorang ayah, aku benar tidak kompeten.

Aku menyentuh wajah putra bungsuku dan berkata : "Papa akan mengantarmu ke sekolah besok dan membuktikan kepada mereka, bahwa papa adalah pria yang paling tampan di dunia ini. "

"Baik, baik. "

"...."

Novel Terkait

Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
4 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
4 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
5 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
5 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu