Wanita Yang Terbaik - Bab 10 Sudah Berpikir Untuk Berubah
Melihat jauh ke sana, di jalan yang panjang, tidak kelihatan pangkal, kota yang sibuk memasuki masa jaya, tapi kebisingan orang ke sana kemari, tidak ada hubungan sedikit pun denganku.
Bagiku, pemandangan seperti ini seakan segera menghilang, ada dan tidak ada, sama saja.
Aku yang rencananya gagal, menundukkan kepala berjalan tanpa tujuan.
Tidak mungkin pulang ke rumah, tempat tinggal yang kecil di bawah tanah itu, aku dari awal sudah cukup merasakannya.
Aku tidak ingin terus-terusan jatuh, yang pasti cepat lambat harus mati, benar demikian lebih baik ikut mengambil suatu bagian untuk rumah ini.
Setengah tahun.
Kalau ada peluang, aku bersedia menggunakan tenaga terbesarku, membelikan Milka ibu dan anak mereka, sebuah rumah yang layak tinggal.
Makanya, Bang Dog 100 juta itu, aku harus mendapatkannya.
Tapi setelah gagal kali ini, aku harus bagaimana berhadapan dengan Bang Dog? Meski bagaimana pun juga tidak mungkin sekarang berbalik pergi ke sana lagi, bilang ke Anya?
Kalau benar demikian juga terlalu tidak pantas.
Anya adalah seorang wanita yang kasihan, bagaimana mungkin aku tega melakukan hal hina lebih dari binatang buas?
Lagi pula, dia sama dengan Milka, mereka adalah wanita yang buta karena cinta.
Meski aku sama dengan Bang Dog, semua adalah orang yang tidak tahu malu, tapi satu-satunya yang tidak sama adalah, dalam hatiku masih agak berhati nurani.
Mau aku melukai seorang wanita yang tidak bersenjata dan tidak bisa membela diri, aku tidak bisa melakukannya!
Tapi kalau seperti ini, aku mau bagaimana mengatakan ke Bang Dog.
“Ai”
Aku merasakan kepenatan dalam hati, menghela nafas.
Mengelus kantong baju, mengeluarkan sekotak Viper Djarum, mengeluarkan satu batang menggantungnya di pinggir mulut, setelah menyalakan menghirup dalam, alis yang awalnya tidak terpikir suatu cara, seketika berubah jadi datar.
“Sial sekali, paling-paling dipukuli, yang pasti nyawaku juga tidak bagus.”
Setelah makian beberapa saat, semua kekhawatiran dilupakan.
Aku bernyanyi dengan suara kecil, mengenggam uang sisa menjual ponsel, berencana pergi ke tempat perjudian untuk mengetes keberuntungan, mungkin saja hari ini beruntung, bisa menang puluhan juta.
Meski 10 kali berjudi 9 kali kalah, tapi aku pertama tidak ada keahlian kedua tidak ada pekerjaan, selain berjudi sedikit kesenangan ini, masih bisa apa lagi.
Bisa menang dan mendapat uang, apa aku masih perlu takut dengan Bang Dog.
Setelah ada pemikiran ini, aku langsung berlari cepat ke jalan mengarah ke tempat perjudian.
Hanya saja, belum melangkah beberapa langkah, Bang Dog menelponku.
“ Hanif, gimana, apa sudah mendapatkannya?”
Baru mengangkat telepon, telepon sebelah sana langsung terdengar suara Bang Dog mendesak dengan gelisah.
Aku bimbang sebentar, berkata tidak berhasil.
Sekali Bang Dog kedengaran, langsung di dalam telpon menerjangku dengan makian besar: “Kentut, domba yang sudah di tangan, aku tidak percaya kamu tidak memakannya.”
“Sialan kamu pasti sengaja melanggar peraturan permainan, caraku Buldog bekerja, kamu tahu, kalau aku lihat kamu anak muda sudah bosan hidup, nanti cari orang untuk menerima mayatmu saja!”
“Dog,Bang Dog ….”
Belum menunggu sampai aku mengatakan selesai perkataan, dalam telpon terdengar suara tut tut yang menusuk telinga.
Wajahku tidak senang, menghadap telpon berkata, memaki: “Keparat sekali, kamu kira kamu itu sebaik apa? Kalau aku takut kamu jangan panggil Hanif, bangsat!”
Di mulut berkata seperti ini, sebenarnya dalam hati takutnya lebih dari siapa pun.
Di jalan ini Bang Dog adalah kepala geng, dia bilang mau membuatku mati, pastinya bukan sedang membual.
Meski aku terserang kanker, meski aku sudah di ujung batas hidup mati memberontak, tapi aku tidak ingin mati secepat ini.
Oleh karena itu, aku menelpon Bang Dog lagi.
Beberapa detik kemudian, Bang Dog menerimanya.
“ Hanif, bagiku kamu sudah tidak berguna lagi….”
Belum menunggu Bang Dog selesai mengatakan, aku menebalkan muka, tersenyum-senyum berkata: “ Bang Dog, kamu dengarkan aku selesai bicara.”
“Kalau ada perkataan cepat katakana, kalau ada kentut segera lepaskan.”
Bang Dog terlihat jelas tidak sabar lagi.
Tapi aku terhadap perkataan seperti ini sangat sensitif, meski di wajah tersenyum paksa, tapi dalam hati juga diam-diam menyapa 18 generasi keluarga pria itu.
“ Bang Dog, kali ini sepenuhnya tidak terduga, tidak ada hubungannya dengan kemampuan kerjaku, aku mohon kamu beri aku satu kesempatan lagi, aku jamin dalam waktu satu minggu bisa mendapatkannya.”
“Sial, mempermainkanku yah, kamu bilang beri satu kesempatan aku langsung kasih? Kamu kira kamu siapa, masih mengatakan perkataan seperti itu, tunggu saja cari orang bantu kamu bereskan mayat saja.”
Bunyi tut tut, berdering lagi.
Aku lihat sudah tidak ada seberapa harapan lagi, dalam hati agak takut, tapi bertambah lagi semacam rintangan yang tiba-tiba datang tak beralasan.
Aku mati tidak apa-apa, harus melakukan sesuatu untuk rumah ini.
Setelah pulang ke rumah, langit sudah gelap.
Aku duduk di sofa, sepasang mata seperti lubang kosong, melihat sederhana dan kasar ini, tidak tahu kenapa, lubang hidung terasa rasa asam yang tiba-tiba datang tak beralasan.
Kanker datang ke tubuhku yang tidak memiliki kemampuan apapun ini, mungkin, mati juga adalah semacam pelepasan?
Aku teringat saat hari itu mengambil keluar hasil pemeriksaan, dokter memberitahuku, kalau tetap melakukan kemoterapi bisa sangat sakit.
Aku seorang pria besar, belum pernah tersandung oleh apapun, lebih tidak pernah meneteskan air mata untuk siapa pun, sakit, apa rasanya?
Aku pikir, aku dari awal sudah mati rasa.
Dibanding dengan rasa sakit, aku lebih rela berperang mati-matian dengan Bang Dog, paling bagus dengan satu tusukan memberiku kegembiraan, seperti ini, juga lepas sepenuhnya.
Tapi, di dalam kehidupan yang terbatas ini, aku harus meninggalkan sesuatu.
Awalnya masih berpikir mau membeli rumah, tapi Bang Dog sudah melepaskan perkataan, aku rasa harapan sudah tidak besar lagi, jadi, lebih baik dari beberapa hal kecil turun tangan.
Sepasang mata menyorot selingkaran, rumah ini sudah dirapikan oleh Milka dengan sangat baik, satu-satunya yang kurang adalah di dalam dapur, diletakkan berbagai macam mangkuk tidak rapi dan sudah dipakai.
Dulu, hal pertama yang dilakukan oleh istri setelah pulang kerja, tidak lain adalah mencuci piring.
Sekarang, aku mau turun tangan sendiri, meski kelihatannya bukan hal besar yang heboh, tapi setidaknya bisa berbagi sesuatu dengan istri, agar dia tidak sampai terlalu lelah.
Berjalan masuk, mengisi penuh ceret air.
Dengan sepenuh hati mencuci satu per satu beberapa mangkuk yang kacau balau itu.
Lalu mencuci beras, masak, menumis sayur, merapikan sofa dan lainnya, beberapa hal ini awalnya aku tidak berkenan melakukan ini, sekarang malah sekaligus langsung menyelesaikan semuanya.
Aku melepaskan nafas nyaman yang panjang, menyajikan sayur dan nasi ke atas meja makan.
Saat sibuk, tak disangka tidak menyadari, istri sudah menggantol tas, menarik tangan putra kecil berdiri di depan pintu rumah.
“Suamiku.”
Milka memanggil sekali.
Aku mendongak, saat ini baru menyadari mereka berdua ibu dan anak.
“Sudah pulang, cepat, duduk coba masakanku.”
Berjalan ke sana, langsung menggendong putra kecil dan menarik tangan Milka berjalan ke samping meja makan.
Setelah duduk, putra kecil sudah lapar bukan main, mengambil sayur di atas meja, langsung dengan mulut besar makan.
Tapi istrinya Milka, lama sekali tidak mau menggerakkan sumpit, wanita itu terus menggunakan pandangan mata yang aneh melihatku, seakan keliatan sesuatu.
Rasa bersalah di hati yang jarang aku miliki, buru-buru membelokkan topik, bertanya: “Ada apa istriku, apa makanan yang aku masak tidak cukup sedap?”
Bagaimanapun aku juga pernah bekerja beberapa saat di rumah makan, beberapa sayur yang sederhana, memasak ini juga sangat terlatih.
“Suamiku, apa kamu di luar sudah membuat masalah?”
Istrinya diam beberapa saat, berkata padaku.
Aku tahu, di matamu, aku selalu adalah seorang bajingan, tidak pernah rajin seperti hari ini, jadi tidak tahan untuk menebak.
Tapi aku tidak akan dengan jujur mengatakan padanya, sudah berbuat salah dengan Bang Dog, kanker, dua hal ini bagaimana pun semua adalah jalan mati, Milka sudah menderita begitu banyak hal untuk rumah ini, aku bagaimana mungkin bisa sekeparat itu sampai mau mati masih membebani wanita itu?
“Jangan banyak berpikir lagi, aku hanya sudah lapar saja, sekalian masak, ayo, kamu coba sedikit.”
Aku tersenyum, mengambil sumpit menjepit sepotong daging has dalam, memberinya ke dalam mulut Milka.
Milka membuka mulut dan mencoba, merasa puas dan mengangguk, lalu kedua mata bersinar melihatku, menyandarkan kepala ke atas pundakku.
“Suamiku, kamu sungguh sudah berubah.”
Novel Terkait
Si Menantu Buta
DeddyBretta’s Diary
DanielleMy Enchanting Guy
Bryan WuMy Cute Wife
DessyLove And War
JaneMenantu Bodoh yang Hebat
Brandon LiWanita Yang Terbaik×
- Bab 1 Permintaan Bang Dog
- Bab 2 Muncul Musuh Cinta
- Bab 3 Ada Uang Pun Hebat?
- Bab 4 Pesan Singkat Bang Dog
- Bab 5 Menuju Rumah Bang Dog
- Bab 6 Obat Bereaksi
- Bab 7 Panas Sekali
- Bab 8 Sisi Lembut
- Bab 9 Curahan Anya
- Bab 10 Sudah Berpikir Untuk Berubah
- Bab 11 Kata-Kata Putra Bungsu
- Bab 12 Gadis Muda Yang Mengamuk
- Bab 13 Dipermalukan Saat Interview
- Bab 14 Berencana
- Bab 15 Istri Masuk Rumah Sakit
- Bab 16 Tamu Tak Diundang
- Bab 17 Malam Yang Penuh Tangisan
- Bab 18 Kami Yang Tak Bisa Dibatasi
- Bab 19 Menjadi Manusia Sampah
- Bab 20 Terimakasih Bang Dog
- Bab 21 Kepercayaan
- Bab 22 Mengantar
- Bab 23 Siapa Yang Mengatakan Aku Cemburu
- Bab 24 Jangan Bertindak Gegabah
- Bab 25 Telah Dikalahkan Oleh Kenyataan
- Bab 26 Jangan Tinggalkan Aku
- Bab 27 Memiliki Ambisi Yang Besar
- Bab 028 Bertemu Dengan Musuh Yang Tidak Ingin Ditemui
- Bab 29 Nama Yang Aneh
- Bab 30 Memegang Pisau Belati
- Bab 31 Berjanji Pada Kak Pras
- Bab 32 Benar-Benar Cantik
- Bab 33 Kekasih Baruku
- Bab 34 1,2 Miliar
- Bab 35 Pria Yang Baik?
- Bab 36 Ayah Telah Tua
- Bab 37 Indarto Gold
- Bab 38 Keramik Imitasi
- Bab 39 Menyetujui Penggabungan
- Bab 40 Milka berselingkuh?
- Bab 41 Loving You